31.7 C
Jakarta

Bentuk Perlawanan Mahfud MD terhadap Paham Radikal

Artikel Trending

KhazanahInspiratifBentuk Perlawanan Mahfud MD terhadap Paham Radikal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Masuknya paham dan gerakan radikal di Indonesia mengundang perhatian sejumlah pemerintah dan masyarakat. Paham dan gerakan ekstrem ini dengan atribut keagamaan yang dibawanya mencuri perhatian masyarakat untuk ikut menjadi bagian di dalamnya. Tak sedikit yang telah terbius bujuk rayunya, baik rakyat maupun pemerintah.

Hadirnya radikalisme dengan mengatasnamakan Islam jelas menghadirkan kekeruhan di tubuh agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw. sendiri. Islam yang disebut sebagai agama yang menghendaki sikap rahmah terhadap semesta alam, tiba-tiba tercoreng sebab gerakan dan paham kekerasan itu. Sehingga, tidak jarang muncul stigma negatif yang dilarang oleh orang non-muslim, bahwa Islam itu adalah agama kekerasan.

Memang radikalisme baru-baru ini menjadi topik yang hangat di tengah masyarakat Indonesia. Kendati begitu, paham kekerasan ini tidak baik diremehkan, karena akibatnya sangat besar terhadap perkembangan masyarakat meraih masa depan yang baik. Melihat semua ini, Mahfud MD, politikus dan cendekiawan muslim Indonesia membuka kedok radikalisme secara terang-terangan lewat obrolan santai di stasiun televisi CNN Indonesia.

Mahfud menyebutkan, bahwa radikalisme bila didasarkan pada hasil surve itu tidak besar juga pertumbuhannya di Indonesia. Katakan, semisal, radikalisme itu adalah gerakan yang anti ideologi yang menolak NKRI berdasar Pancasila itu presentasenya tidak mencapai angka 10 persen. Karena itu, kita lebih banyak melakukan tindakan yang sifatnya antisipatif sekaligus represif.

Tindakan antisipatif itu, lanjut Mahfud, lebih digalakkan melalui pertarungan ide. Kita lawan radikalisme dengan ide. Karena gerakan-gerakan radikal itu ada yang bersifat ide dan wacana. Meski di sisi lain, ada berbentuk tindakan-tindakan kotor, seperti ujaran kebencian. Kalau tidak ramah dengan mereka dianggap kita lawan, kafir, melanggar ajaran agama, dan seterusnya. Lalu, radikalisme juga ada yang jihadis. Jihadis itu membunuh karena sikap radikal itu, termasuk terorisme. Pokoknya, siapapun yang tidak sepemikiran dan seiman bagi jihadis itu harus dibunuh. Mereka membuat kekacauan agar negara ini terjadi pergolakan dan ganti ideologi.

Paham dan gerakan radikal tentu memberikan dampak negatif. Mahfud menyebutkan, bahwa dampak dari radikalisme itu, antara lain, banyaknya teror, banyaknya ujaran kebencian yang berseleweran di medsos, lalu wacana-wacana yang secara halus masuk ke masyarakat melalui lembaga pendidikan yang kemudian pendidikan itu menjadi eksklusif mengajarkan hal-hal bahwa negara kita ini thaghut yang harus diganti dan sebagainya.

Perkembangan paham dan gerakan radikal ternyata sudah merambah ke ranah pendidikan. Mahfud memperlihatkan, betapa banyak sekarang lembaga pendidikan yang tidak mau lagi menyanyi lagu Indonesia Raya, menghafal Pancasila, Kewarganegaraan, dan lain sebagainya. Bahkan, radikalisme sudah mulai masuk ke tubuh pemerintahan, misalnya sifat eksklusif saat rapat sedang berlangsung. Begitu tiba-tiba ada azan tanpa pamit sebagian pemerintah yang berpemikiran radikal keluar satu persatu. Itu termasuk sikap yang eksklusif. Kendati mereka berdalih mereka ingin shalat, sedang melakukan shalat itu bisa dilarang, tapi, itu jelas merupakan sikap penentangan terhadap mekanisme yang tersedia di birokrasi. Seandainya, mereka tidak radikal, merka akan sadar bahwa shalat itu kalau, semisal, azan Dhuhur tiga jam berikutnya masih bisa shalat atau bisa bersikap baik-baik dengan mengajukan usulan untuk jam sekian rapat di-break untuk melakukan shalat, bukan langsung pergi.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXIII): Badri Wijaya Terpapar Terorisme karena Ketidaktelitian Menerima Informasi

Dalih yang disampaikan kelompok radikal dengan alasan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak selamanya dapat diterima. Tetapi, bagi Mahfud, HAM itu bisa dikurangi berdasarkan UUD dan aturan organisasi di mana kita bekerja. Prof. Buice  menyebutkan, setiap orang punya hak asasi manusia, tetapi hak asasi Anda bisa dikurangi kalau Anda bekerja di suatu kantor yang punya peraturan. Dari sini Mahfud menyederhanakan maksud profesor, bahwa Anda harus kurangi hak asasi Anda sendiri ketika Anda kerja kantor sedang Anda punya kebiasaan tidur pagi dan siang. Sehingga, kalau Anda mengedepankan hak asasi Anda, kantor akan men-drop out Anda.

Terakhir, untuk melawan radikalisme, kata Mahfud, bisa dilakukan dengan tindakan represif. Represif itu bukan diartikan tindakan kekerasan. Tindakan represif itu menyelesaikan kasus yang sudah terjadi kalau dalam ilmu hukum. Kalau dalam ilmu politik represif itu menekan secara tidak fair. Kalau dalam ilmu hukum ada preventif. Preventif itu menghalangi terjadinya sesuatu. Oleh sebab itu, kalau di Indonesia yang berperan melakukan tindakan represif-preventif ini adalah salah satunya menteri agama. Itu langkah represifnya agar dia mengatur pelajaran-pelajaran pemahaman agama di tengah masyarakat agar tidak menyesatkan.

Melalui uraian Pak Mahfud, saya dapat menarik sebuah benang merah bahwa radikalisme lebih cepat penyebarannya dibandingkan Virus Korona. Virus Radikalisme telah mencuci otak penduduk Indonesia, mulai dari rakyat kecil sampai pemerintah sendiri. Tidak hanya itu, radikalisme membunuh masa depan masyarakat yang semestinya mereka menjadi waratsah al-anbiya’, pewaris para nabi yang membawa perdamaian di tengah-tengah alam semesta.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini dinarasikan dari obrolan Mahfud MD di stasiun televisi CNN Indonesia dengan tema “Perang Melawan Radikalisme ala Jokowi”

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru