25.7 C
Jakarta

Benarkah Mahar Dengan Hafalan Al-Qur’an Tidak Boleh?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamBenarkah Mahar Dengan Hafalan Al-Qur’an Tidak Boleh?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Pengertian shadaq atau mahar ialah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang laki-laki sebab adanya ikatan nikah, wati’ syubhat, atau kematian. Pada dasarnya hukum mahar adalah wajib dan mahar merupakan hak istri. Lazimnya mahar itu berupa emas, uang, atau yang paling umum seperangkat alat shalat yang diberikan oleh mempelai pria kepada calon istrinya. Yang menjadi pertanyaan, apakah boleh istri meminta mahar hafalan Al-Qur’an kepada suaminya?

Perlu kita ketahui bahwa tujuan utama dari kewajiban pemberian mahar ialah untuk menunjukkan kesungguhan dan niat calon suami untuk menikahi calon istri serta menempatkannya pada derajat yang mulia. Dengan adanya kewajiban memberikan mahar, syari’at Islam menunjukkan bahwa wanita merupakan makhluk yang patut dihargai dan punya hak untuk memiliki harta.

Dalam Al-Qur’an Allah mewajibkan pria yang hendak menikah untuk memenuhi mahar nikah kepada calon istrinya.

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan (QS. An-Nisa’: 4).

Syaikh Ibnu Qasim menjelaskan dalam kitabnya Fathul Qarib bahwa tidak ada nilai minimal dan maksimal dalam ketentuan nilai mahar. Ketentuan mahar ialah segala sesuatu apa pun yang sah dijadikan sebagai alat tukar, baik hal itu berupa barang maupun jasa, maka sah untuk dijadikan mas kawin. Misal, yang berupa barang yaitu emas, perak dll. dan yang berupa jasa misalnya seperti mengajari Al-Qur’an. Namun, mahar dalam bentuk barang dianjurkan (sunnah) tidak kurang dari 10 dirham dan tidak lebih dari 500 dirham. Ukuran satu dirham setara dengan 2,975 gram emas.

Dalam mahar tidak ada batasan jumlah minimal dan maksimalnya, dan boleh memberikan mahar berupa manfaat yang diketahui (ma’lum). Akan tetapi, menurut sebagian ulama mahar dengan hafalan Al-Qur’an hukumnya adalah tidak boleh karena yang lebih tepat ialah mengajari Al-Qur’an. Bahkan apabila benar-benar tidak ada (tidak punya mahar), mahar dengan bolpoint, sekedar cincin besi, atau sandal juga boleh jika calon istrinya rela.

Syaikh Al-Baijuri dalam kitabnya Hasyiyah Al-Baijuri juz 1 hal. 236 menjelaskan: “Dan boleh hukumnya menikahkan perempuan dengan mahar manfaat yang yang diketahui (ma’lum), seperti mengajarinya Al-Qur’an. Sebagaimana riwayat hadis Nabi berikut”,

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ جَاءَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: ياَرَسُولَ اللهِ إِنّيِ وَهَبْتُ نَفْسِي لَكَ. فَقَامَتْ قِيَامًا طَوِيْلاً. فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَارَسُولَ اللهِ زَوِّجْنِيْهَا إِنْ لَـمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَة. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ تُصْدِقُهَا اِيَّاهُ؟ فَقَالَ: مَا عِنْدِيْ اِلاَّ اِزَارِيْ هذَا. فَقَالَ النَّبِيُّ اِنْ اَعْطَيْتَهَا اِزَارَكَ جَلَسْتَ لاَ اِزَارَ لَكَ فَالْتَمِسْ شَيْئًا. فَقَالَ: مَا اَجِدُ شَيْئًا. فَقَالَ: اِلْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيْدٍ. فَالْتَمَسَ فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ : هَلْ مَعَكَ مِنَ اْلقُرْآنِ شَيْئٌ؟ قَالَ: نَعَمْ. سُوْرَةُ كَذَا وَسُوْرَةُ كَذَا لِسُوَرٍ يُسَمِّيْهَا. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ : قَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ اْلقُرْآنِ

BACA JUGA  Hukum Mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi

Dari sahabat Sahal bin Sa’ad bahwa Nabi Muhammad didatangi seorang wanita yang berkata, “Wahai Rasulullah, kuserahkan diriku untukmu”, Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata, “Ya Rasulullah, kawinkan dengan aku saja jika engkau tak ingin menikahinya”. Rasulullah menjawab, “Apakah engkau punya sesuatu untuk dijadikan mahar? ia berkata, “Tidak, kecuali hanya sarungku ini” Nabi menjawab lagi, “Bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu”. Ia berkata, “Aku tidak mendapatkan sesuatupun”. Rasulullah berkata, “Carilah walau cincin dari besi”. Laki-laki itu mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi,” Apakah kamu menghafal Al-Qur’an?”. Dia menjawab, “Ya surat ini dan itu” sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi, “Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan Al-Qur’anmu”. (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis di atas juga harus disesuaikan dengan hadis yang lain yang menjelaskan tentang itu. Dalam beberapa riwayat hadis shahih yang lain disebutkan bahwa Nabi bersabda,

اِنْطَلِقْ لَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا فَعَلِّمْهَا مِنَ اْلقُرْآنِ

 Pergilah, sungguh aku telah menikahkan kamu dengannya, maka ajarilah dia dengan Al-Qur’an. (HR. Muslim)

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disebutkan bahwa jumlah ayat yang diajarkannya itu adalah 20 ayat.

Walhasil, jika kita telaah lagi bahwa yang dijadikan mahar bukanlah pameran hafalan Al-Qur’an di majelis akad nikah sebagaimana yang banyak terjadi pada akhir-akhir ini, melainkan berupa “jasa” untuk mengajarkan Al-Qur’an. oleh karena itu, yang lebih tepat bukanlah sekedar mahar hafalan Al-Qur’an semata. Namun, juga berupa pengajaran Al-Qur’an pada istri berikut dengan ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya atau berupa pengajaran hafalan Al-Qur’an padanya.

Ziadatul Widadz, Alumni Pondok Pesantren Salafiyah-Syafi’iyyah Situbondo Jawa Timur

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru