30.1 C
Jakarta

Benarkah Kita Anti Khilafah?

Artikel Trending

KhazanahTelaahBenarkah Kita Anti Khilafah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Penolakan khilafah sebagai sistem negara, oleh para aktivis khilafah diartikan anti syariat. Padahal, kita perlu meluruskan bahwa, kelompok Muslim yang mencoba untuk memahami Islam secara kaffah, dengan memahami konteks kebangsaan, seruan mendirikan khilafah di negara yang sudah memiliki landasan bernegara menjadi suatu ancaman perpecahan.

Jika terus memaksakan penegakan negara Islam, bukankah berarti dalam konteks ini Islam adalah masalah besar bagi bangsa Indonesia? tentu, masalah besar ini dibawa oleh para aktivis khilafah yang tetap keukeuh mengkoar-koarkan menegakkan khilafah di Indonesia.

Jika merujuk pada makna khilafah, kata khilafah dalam gramatika bahasa Arab merupakan bentuk kata benda verbal mensyaratkan adanya subjek/perilaku yang aktif, yang disebut khalifah. Dengan subjek tersebut, maka bisa dimaknai bahwa khilafah menujukkan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Secara teknis, khilafah adalah lembaga pemerintahan Islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya, khilafah merupakan medium untuk menegakkan agama dan memajukan syariah. Pengertian ini kemudian merujuk pada perdebatan agama dan negara yang santer dibicarakan.

Para aktivis khilafah menolak Indonesia karena dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Mengapa? Karena para aktivis khilafah menganggap bahwa Pancasila bukan berasal dari Islam. Selain itu, bagi aktivis khilafah demokrasi sangat tidak sesuai dengan syariat Islam. Upaya yang dilakukan oleh aktivis khilafah di Indonesia, menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI. Tidak hanya itu, seperti alasan dibubarkannya HTI 2017 silam, upaya yang dilakukan oleh aktivis khilafah saat ini, bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Dengan demikian, memberikan ruang bagi perjuangan aktivis khilafah, baik secara kelompok, ataupun secara personal (tokoh agama, influencer, pendakwah) yang menggemakan pendirian negara Islam, berarti kita ikut membantu untuk menciptakan benturan di Indonesia.

Mari Maknai Khilafah sebagai Upaya Memakmurkan

Dalam upaya merampas kedaulatan NKRI dan menggantinya dengan sistem khilafah, para aktivis khilafah memiliki kriteria khalifah, di antaranya:

Pertama, muslim. Khalifah harus seorang muslim, tidak boleh kafir, munafik ataupun diragukan kebersihan aqidahnya. Kedua, laki-laki. Khalifah harus seorang laki-laki, sebab jika perempuan tidak sah. Ketiga, merdeka (bukan budak). Keempat, baliqh. Tidak sah jika anak-anak, karena belum memahami persoalan. Kelima, mujtahid. Tidak sah jika dipimpin oleh orang bodoh dan hanya ikut-ikutan. Keenam, adil. Tidah sah apabila pemimpin fasik dan tidak memberikan kesejahteraan kepada rakyanya. Ketujuh, amanah. Artinya ia mampu menyampaikan apa yang sudah diperintahkan oleh Allah dalam menyebarkan nilai-nilai Islam. Kriteria khalifah yang distandartkan oleh para aktivis khilafah sebenarnya adalah utopia masa kini. Sebab mereka belum memiliki sistem yang jelas untuk menegakkan cara pemilihan pemimpin, siapa yang ditawarkan untuk menjadi pemimpin.

BACA JUGA  Gerakan Motherschool: Upaya Perempuan Menangkal Radikalisme dalam Keluarga

Artinya, perjuangan para aktivis khilafah untuk menegakkan negara Islam di Indonesia belum memiliki formulasi yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Sehingga kritik yang disampaikan oleh mereka terhadap sistem demokrasi di Indonesia menawarkan sistem pemerintah yang dibuat oleh mereka sendiri sebagai bentuk ambisi politik dengan membawa nama Islam sebagai afirmasi dari gerakan politik yang sudah ditawarkan.

Padahal, jika memaknai khilafah secara kontekstual, maka perlu kita maknai bahwa khilafah bukan tujuan. Akan tetapi sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang disyariatkan seperti menegakkan keadilan, menolong orang-orang yang dizhalimi, memakmurkan bumi, memerangi kaum kafir dan melakukan berbagai upaya untuk berbuat baik.

Dalam konteks kebangsaan, khilafah bisa kita maknai sebagai upaya untuk menyatukan perbedaan dengan perbuatan yang disyariatkan. Kita bisa mengadakan pengajian untuk menjangkau antar golongan. Mulai dari anak muda, berbagai komunitas hingga kelompok lintas iman. Sederhananya, kita bisa merangkul orang lain tanpa melihat latar belakang ras, suku, bahkan agama yang dimiliki oleh seseorang.

Berdasarkan praktik sederhana yang bisa lakukan, maka memaknai khilafah tidak hanya sekedar berupaya untuk mendirikan negara Islam. Ada banyak segmen yang bisa kita lakukan untuk menegakkan khilafah itu sendiri. Melakukan upaya untuk berbuat kebaikan, menyatukan perbedaan di tengah perbedaan dengan nafas kebangsaan dan kenegaraan melihat realitas yang terjadi di Indonesia, berarti kita menegakkan syariat Islam.  Dengan demikian, kita tidak anti khilafah. Sebab khilafah ada dalam Islam. Akan tetapi, kita hanya anti kepada pemaknaan khalifah yang berupaya untuk mendirikan negara Islam di Indonesia.  Sebab mereka akan menghancurkan NKRI. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru