29 C
Jakarta

Benarkah Indonesia Memiliki Penyakit Khilafahphobia?

Artikel Trending

KhazanahTelaahBenarkah Indonesia Memiliki Penyakit Khilafahphobia?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Salah satu sebutan yang beberapa waktu belakangan ini digunakan oleh aktivis khilafah, isu bahwa Indonesia adalah negara yang termasuk memusuhi khilafah karena berpegang teguh pada ideologi kapitalisme.

Khilafahphobia terjadi di banyak negara Barat dan Timur, termasuk di Indonesia. Secara semantik kata khilafahphobia terdiri dari dua kata, khilafah dan phobia. Dalam kontek struktur frase atau kalimat, khilafah adalah obyek dan phobia adalah subyek. Sama halnya dengan phobia ketinggian, maka ketinggian manjadi obyek dari phobia. Dalam ilmu psikologi abnormal, permasalahannya bukan terletak kepada obyeknya, namun problemnya terletak pada manusianya [subyek] yang mengidap penyakit phobia.

Kalimat di atas merupakah salah satu kutipan sebuah artikel yang berjudul “Mengapa Ideologi Kapitalisme dan Sekularisme Sangat Takut Kepada Khilafah” yang terbit pada website Ahmadsastra.com.

Pertarungan Ideologi Barat dan Timur

Negara Barat dan Timur memiliki jarak yang sangat menganga dan kerapkali memunculkan pertarungan yang sangat besar apabila dileburkan pada sebuah pemerintahan. Apabila ditelisik lebih jauh, konflik Barat dan Timur sebenarnya bukan hanya karena persoalan agama, akan tetapi juga ekonomi dan politik. Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan negara-negara peradaban Barat lainnya yang paling menonjol adalah kapitalisme dan sekularisme. Mereka justru jauh lebih maju dari segi ekonomi, politik karena juga salah satunya menjadi negara maju serta sebagai kiblat negara Indonesia.

Namun, kapitalisme dan sekularisme merupakan musuh bagi masyarakat Timur yang, dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung agama, etika dan moral suatu bangsa. Akar masalah yang sangat klasik ini selalu menjadi momok menakutkan bagi perdebatan tentang kenegaraan. Para aktivis khilafah, untuk melawan perkembangan kapitalisme dan sekularisme yang sebenarnya diadopsi oleh masyarakat Indonesia, tawaran yang selalu didengungkan adalah aktivis khilafah.

Sebenarnya masalah ini bukan tentang solusi yang paling ciamik untuk membawa Indonesia dalam ruang kemakmuran yang dijanjikan oleh para aktivis khilafah. Namun, kita melihat bagaimana lidah jahat bekerja dengan menggunakan term kapitalisme dan sekularisme, dijadikan sebagai bom yang sewaktu-waktu meledak seperti para teroris bekerja. Mereka terus mendengungkan penolakan kapitalisme dengan menawarkan ideologi khilafah.

BACA JUGA  Pemuda: Sasaran Indoktrinasi Khilafah oleh Aktivis HTI

Dalam dunia pertarungan ideologi yang semakin menguat, berbagai narasi selalu disebarkan oleh aktivis khilafah untuk memperoleh legitimasi dari masyarakat bahwa, ideologi khilafah yang dibawa untuk diterapkan di Indonesia, adalah solusi dari segala kekacauan yang terjadi di Indonesia. Kapitalisme adalah ideologi yang menjadi pembahasan utama untuk mengkritik negara karena tidak sesuai dengan pandangan Islam. Kalau khilafah ternyata tidak memberikan kesejahteraan sebagaimana yang dijanjikan, berarti mereka sudah membawa umat Muslim pada jurang kehancuran dan kemiskinan.

Khilafahphobia: Term Baru Memperjuangkan Khilafah

Membenci khilafah boleh saja disebut sebagai penyakit khilafahphobia. Sebab bagaimanapun, khilafah tidak boleh tegak di Indonesia. Dua term (kapitalisme dan sekularisme) yang selalu diledakkan oleh para aktivis khilafah sebenarnya adalah fitnah keji dari para aktivis khilafah untuk menyuarakan khilafah agar bisa diterima oleh masyarakat. Fenomena ini juga bisa dilihat dari bagaimana para pejuang khilafah tidak pernah menginginkan Indonesia memiliki prestasi di mata asing. Sehingga persoalan ekonomi, politik dan kesengsaraan yang dialami oleh bangsa Indonesia dijadikan bahan yang sangat menarik untuk melakukan propaganda.

Negara Indonesia adalah khilafahphobia, dan itu perlu diwariskan kepada anak cucu kita bahwa bangsa Indonesia tidak butuh khilafah. Sebab model khilafah yang dibawa oleh para aktivis khilafah hanya mengatasnamakan Islam, tidak benar-benar murni ajaran yang diperintahkan oleh Rasulullah. Meskipun demikian, perjuangan para aktivis khilafah tidak akan pernah padam, semangat dan militanisme yang dimiliki oleh para aktivis khilafah terus membara.

Argumen di atas didasarkan pada pernyataan Ismail Yusanto, jubir HTI yang sampai hari ini tidak pernah takut untuk membicarakan khilafah meskipun sudah dilarang oleh pemerintah Indonesia.

Jika rezim politik di Indonesia menggunakan sosialisme, kapitalisme dan neo-liberalisme untuk menafsiri dan merealisasikan Pancasila. Kenapa Hizbut Tahrir dilarang untuk menafsiri dan mewujudkan Pancasila melalui syariat Islam? Justru perjuangan menegakkan syariat merupakan komitmen kami atas sila ketuhanan, karena sebagai kaum berketunanan, umat Islam memiliki syariatnya.”

Ini adalah sebuah alarm bahwa, perjuangan para aktivis khilafah tidak akan pernah padam. Kita perlu menyadari tentang militanisme para aktivis khilafah dalam menegakkan khilafah di Indonesia. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru