28 C
Jakarta
Array

Belajar Islam Pada Cheng Ho di Surabaya (II)

Artikel Trending

Belajar Islam Pada Cheng Ho di Surabaya (II)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Misi Penjelajahan Samudera Cheng Ho

Adapuntujuan utama ekspedisi ini adalah memperluas pengaruh Cina di belahan benua lainnya, akan tetapi tidak memakai cara kekerasan, melainkan dengan jalan perdagangan dan saling bertukar buah tangan dengan negeri-negeri yang dikunjungi.

Armada yang dipersiapkan tidak sembarangan. Sebanyak 307 kapal yang mengangkut lebih dari 27.800 orang dilibatkan untuk menjalani petualangan besar itu. Setidaknya 62 kapal besar, ditambah 190 kapal lain yang berukuran lebih kecil dan sisanya kapal-kapal tambahan yang dikerahkan.

Selain perbekalan yang terdiri dari berbagai macam barang, termasuk bahan pangan seperti sapi, kambing, dan ayam, kapal-kapal tersebut juga mengangkut komoditas yang nantinya akan dijual atau dibarter di negeri tujuan, seperti emas, perak, porselen, dan terutama kain sutera.

Akhirnya, perjalanan panjang pun dimulai. Armada laut raksasa pimpinan Laksamana Cheng Ho berlayar mengarungi samudera dan berlangsung dalam beberapa kali periode. Salah satu tujuan ekspedisi Dinasti Ming ini adalah untuk mengunjungi kerajaan-kerajaan di daratan sekitar Samudera Hindia yang namanya telah samar-samar terdengar.

Jejak Cheng Ho di Nusantara

Setidaknya ada 7 periode yang menjadi masa-masa pelayaran armada Cina yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho, berlangsung hampir mencapai tiga dekade, antara tahun 1405 hingga 1433. Sebagian besar dari periode itu, kapal-kapal niaga utusan Dinasti Ming singgah di berbagai negeri di kawasan Asia Tenggara, termasuk Nusantara.

Periode pertama (1405-1407), misalnya, armada Cheng Ho yang mengarungi Laut Cina Selatan mampu mencapai Jawa setelah terlebih dulu merapat di Champa (sekarang wilayah Vietnam). Dari pesisir utara Jawa, rombongan ini melanjutkan pelayarannya ke barat, menuju Sumatera, lalu menyusuri Selat Malaka, berlanjut ke Srilanka dan India, sebelum kembali ke Cina.

Sebagian besar dari 7 periode pelayaran armada Cheng Ho itu selalu mengunjungi Nusantara dan singgah bahkan menetap sejenak untuk berniaga di sejumlah wilayah, kecuali ekspedisi ke-6 (1421-1422) yang fokus untuk menjelajahi kawasan Afrika Timur dan Timur Tengah.

Kong Yuanzhi (2011:61) dalam buku Cheng Ho Muslim Tionghoa: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara mencatat beberapa wilayah atau kerajaan di Indonesia yang dikunjungi armada dari Dinasti Ming itu dalam periode berbeda di antaranya adalah Jawa (Kerajaan Majapahit), Palembang, Aceh (Kerajaan Lamuri dan Samudera Pasai), Kalimantan, dan pulau-pulau lainnya di Nusantara.

Pada 1406, armada Cheng Ho mengunjungi Majapahit dengan berlabuh di Tuban. Selanjutnya menyusuri Pantai Utara Jawa dan singgah di beberapa kota pelabuhan, termasuk Semarang, Cirebon, dan Sunda Kelapa (Dhurorudin Mashad, Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang, 2014:80). Kapal-kapal Cina itu melanjutkan perjalanan ke barat dan sempat merapat di Palembang, Riau, Aceh, hingga Malaka.

Setelah itu, armada Cheng Ho beberapa kali ke Nusantara dalam periode yang relatif berdekatan, yakni pada 1408, 1409, 1413, dan 1416. Kunjungan terakhir Cheng Ho ke Nusantara adalah pada 1430, ketika usianya sudah hampir mencapai 60 tahun. Tiga warsa berselang, sang laksamana meninggal dunia.

Cheng Ho datang ketika Nusantara, terutama di Jawa dan Sumatera, sedang menatap masa peralihan dari era kerajaan Hindu-Buddha ke Islam. Cheng Ho disebut-sebut berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam di Nusantara yang nantinya menjadi agama mayoritas di Indonesia meskipun ia adalah orang asli Cina, bahkan duta resmi Dinasti Ming.

Tentang Masjid Cheng Ho Surabaya dan Sang Laksamana Agung

Masjid Cheng Ho Surabaya ini dimulai pembangunannya pada tahun 2001 atas prakarsa para sesepuh, penasehat, pengurus Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), dan pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia di Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. Kemudian pembangunannya selesai dan mulai diresmikan pada tahun 2003 silam oleh Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar, Menteri Agama Republik Indoensia pada saat itu.

Masjid Cheng Ho sengaja dibangun menyerupai klenteng sebagai sebuah wujud penghormatan bagi Laksamana Cheng Ho atas jasanya turut menyebarkan syiar islam di bumi Nusantara.

*Oleh Ahmad Fairozi, Penulis adalah Alumni PP. Annuqayah Lubangsa yang sedang menyelesaikan pendidikan S2nya di UNUSIA Jakarta

[zombify_post]

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru