34 C
Jakarta

Belajar Agama Cinta dari Paus Fransiskus dan KH. Achmad Shiddiq

Artikel Trending

KhazanahOpiniBelajar Agama Cinta dari Paus Fransiskus dan KH. Achmad Shiddiq
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Belum lama ini, Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus, melakukan kunjungan pertama kalinya ke Irak. Banyak kalangan yang menilai kunjungan tersebut sebagai peristiwa yang bersejarah. Pasalnya, sejak merebaknya pandemi Covid-19 lebih setahun yang lalu, baru kali ini Pemimpin Gereja Katolik itu melakukan perjalanan internasional. Dan, lawatan tersebut merupakan kali pertamanya di Irak.

Dilansir dari BBC, Paus-paus sebelumnya sebenarnya sudah berencana berkunjung ke Irak. Tapi, karena beberapa alasan, lawatan tersebut tidak terlaksana. Paus Yohanes Paulus II misalnya, ia berencana berkunjung ke Irak pada tahun 2000, namun gagal karena ketegangan di kawasan. Begitu juga dengan Paus Benekditus, ia tidak berhasil ziarah ke Irak dengan alasan yang sama.

Sebenarnya, lawatan Paus Fransiskus pada Jumat (05/03) bisa kita bilang sangat berisiko, mengingat pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia serta kekhawatiran terkait keamanan. Namun, tekad Paus sudah kadung bulat, ia bersikeras berkunjung ke Irak. Ia tak ingin mengecewakan umat Katolik untuk kedua kalinya.

Apa Saja yang Paus Fransiskus Lakukan?

Dalam kunjungan selama empat hari itu, Puas Fransiskus bertemu dengan pemimpin spiritual Muslim Syiah Irak, Imam Besar Ayatollah Ali al-Sistani, di kediaman Sistani di kota suci Najaf, Irak Tengah. Dalam pertemuan tersebut Paus mengutarakan akan pentingnya hidup berdampingan secara damai dan berkomunikasi dengan pemeluk agama lain.

Sementara itu, Sistani menerima tamunya dengan penuh kehangatan seraya berpesan kepada para pemimpin agama dunia agar bertanggung jawab, bijaksana, juga memiliki akal sehat. Ia bahkan mendorong kepada semua pihak agar menghapus bahasa perang (Kompas, 2021).

Selain bertemu dengan Imam Besar Ayatollah Ali al-Sistani, Paus Fransiskus juga menggelar kebaktian lintas agama di kota kuno Ur yang dihadiri oleh delegasi semua tokoh agama Islam dan Kristen. Di kota yang konon teryakini sebagai kota kelahiran Nabi Ibrahim, bapak agama-agama samawi itu, Paus menyerukan pentingnya persaudaraan antaragama, perdamaian, toleransi, dan solidaritas antar sesama.

Tak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa permusuhan dan kekerasan tidak lahir dari hati religius, tetapi pengkhianatan terhadap agama. Menurutnya, kesalahpahaman demikian harus segera kita akhiri.

Mengambil Teladan

Sebagai umat Muslim, tentu kita terkagum-kagum dengan nyali Paus Fransiskus. Ia bahkan berani menyingkirkan segala risiko dan kekhawatirannya untuk ziarah di negeri yang penuh dengan konflik ini.

BACA JUGA  Isra Mi’raj: Antara Etika dan Spiritualitas

Kedatangan Paus Fransiskus tentu membawa angin segar bagi perdamaian dunia. Secara tidak langsung, Paus mengirim pesan kepada manusia di belahan dunia, Timur Tengah khususnya, untuk segera mengakhiri permusuhan, melainkan menyemai persaudaraan, dan perdamaian.

Tentu kita tahu, Timur Tengah, adalah kawasan yang terselimuti dengan konflik kekerasan dan peperangan yang berkepanjangan. Padahal, Islam, agama yang mengajarkan welas asih, kasih sayang, Allah Swt turunkan di Timur Tengah. Namun, jika melihat kondisi demikian, semestinya kita malu karena sama sekali bertolak belakang. Artinya, tidak mencerminkan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Menurut hemat saya, apa yang sudah Paus Fransiskus lakukan adalah sebuah alarm kepada para pemimpin agama di dunia. Agar ikut serta dalam mengembalikan ketenangan, dan mengkampanyekan perdamaian di Timur Tengah, bahkan di dunia. Oleh sebab itu, umat Islam di manapun berada seyogianya peka dan segera membuka hati. Menghapus ego, mengulurkan tangan untuk saudaranya, dan mengakhiri penderitaan bersama.

Jika kesadaran sebagai saudara dalam hidup berdampingan terbentuk, bukan hal yang mustahil lagi, Timur Tengah, Irak, bahkan seluruh dunia akan menjadi panggung dunia yang harmonis, nyaman, seperti yang banyak orang harapkan. Namun, jika terus-terusan seperti ini, kemelut perang tidak berkesudahan. Kesengsaraan akan semakin larut dan panjang, ekonomi ambruk, kelaparan bakal merajalela, dan peradaban dunia bakal segera runtuh.

Akan tetapi, jika umat manusia di dunia berpegang teguh pada ukhuwah basyariyah (persaudaraan dengan sesama umat manusia) yang telah diajarkan oleh salah satu ulama NU, yakni KH. Achmad Shiddiq, sebagaimana Yahya Cholil Tsaquf sebutkan dalam buku PBNU, Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (2020) maka manusia akan menuju ke arah persatuan umat manusia, peradaban di dunia akan baik-baik saja. Kemelut peperangan antar saudara barangkali tak akan pernah ada.

Untuk itu, sebagai manusia yang beradab, sepatutnya kita dukung perjuangan moderasi beragama dan pesan cinta seperti yang sudah Paus Fransiskus maupun ulama kita, KH. Achmad Shiddiq teladankan.

Nur Kholis
Nur Kholis
Mahasiswa KPI Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru