28.2 C
Jakarta
Array

Bekerja: Sunah Para Nabi

Artikel Trending

Bekerja: Sunah Para Nabi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Lazimnya kata ghaniy diartikan dengan kaya. Sebenarnya kata tersebut memiliki arti tidak butuh dan cukup. Sebab orang kaya tentu dia tidak akan butuh bantuan dan pemberian orang lain. Apa yang dia miliki sudah mencukupi kebutuhannya. Orang kaya biasanya diidentikkan dengan hal yang negatif, semaunya sendiri, tidak mau kalah dsb. Memang itu sisi negatifnya dan itu bisa ditepis dengan kedermawanan. Sisi positif dari kaya adalah kemandirian. Tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Itulah yang tidak dimiliki oleh sebagian besar umat Islam. Proposal dan sumbangan sudah membudaya dan mengakar kuat dalam kehidupan mereka.

Sejatinya ajaran Islam sangatlah menganjurkan usaha dan bekerja mencari rezeki dan karunia Allah swt. Mencari rezeki dengan berjalan di segala penjuru bumi ini merupakan perintah Allah swt dalam QS al-Mulk [67]: 15 karena bumi ini ada untuk dikelola. Bahkan Allah swt menjadikan bekerja menjadi salah satu bentuk ibadah yang dicintai-Nya. Dalam sebuah hadis dijelaskan:

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ المُؤْمِنَ المُحْتَرِفَ

Allah menyukai seorang Mukmin profesional.

Usaha dan bekerja jika dilandasi niat yang lurus dan tulus tentu akan mendapatkan pahala. Bahkan dicatat sebagai jihad di jalan-Nya. Tentu pekerjaan tersebut dijalankan dalam rel syariat. Tidak menelantarkan perintah-Nya. Larangan pun tidak diterjang. Niat lurus dan tulus tersebut bisa diisi dengan melaksanakan kewajiban nafkah baik bagi diri sendiri, isteri, anak, orang tua maupun kerabat lainnya. Sebab berdosa orang yang menelantarkan orang-orang yang wajib ia nafkahi (HR. Muslim). Bisa juga ditambah lagi dengan niatan hasil pekerjaan untuk menolong sesama yang membutuhkan dan perjuangan sosial agama.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa orang yang mencari dunia agar menjaga kehormatan untuk meminta-minta kepada orang lain di hari kiamat wajahnya laksana bulan purnama (HR al-Tirmidzi dari Abu Hurairah).

Dalam sejarahnya para nabi pun bekerja sebut saja Nabi Nuh as kerja sebagai tukang kayu yang bisa membuat perahu. Nabi Dawud bekerja sebagai pandai besi. Nabi Musa as yang menjadi buruh Nabi Syuaib as. Nabi Yusuf yang bekerja sebagai kepala bagian logistik di pemerintahan. Nabi Muhammad saw pun juga bekerja sebagai penggembala dan pedagang.

Bukan hanya para nabi, tidak sedikit para sahabat juga bekerja, mulai Abu Bakar al-Shidiq, Umar bin al-Khatab, Utsman bin Affan yang dikenal sebagai orang kaya yang dermawan, Ali bin Abi Thalib yang bekerja menimba pada seorang Yahudi. Juga ada nama Abdurrahman bin Auf yang dikenal sebagai seorang pengusaha ulung di kalangan sahabat. Ia menolak Amir bin al-Rabi’ saat menawarkan uang dan isterinya di saat ia tidak punya apa-apa pasca berhijrah. Bagi Abdurrahman bin Auf cukup diberi tahu letak pasar Madinah. Tak lama ia pun pulang membawa makanan dan uang.

Sehingga bekerja bukanlah sesuatu yang bersifat duniawi semata. Ia merupakan sunah para nabi dan sahabat. Bekerja akan bernilai lebih jika dibarengi dengan niat yang lurus dan tulus. Semoga kita semua bisa menjaga niat lurus dalam segala usaha dan pekerjaan kita. [Ali Fitriana Rahmat]

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru