27.3 C
Jakarta
Array

Bedanya Sanad Keilmuan Ustadz Google dengan Pengajian Online (Bagian I)

Artikel Trending

Bedanya Sanad Keilmuan Ustadz Google dengan Pengajian Online (Bagian I)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada zaman digital dan era medsos seperti saat ini, dunia seperti ada dalam kotak persegi panjang yang dapat digenggam setiap saat, ponsel, handphone. Darinya, manusia melihat apa yang terjadi di belahan dunia yang bermil-mil jauhnya menjadi sangat dekat. Tak hanya bisa disaksikan, juga dihadirkan dalam ruang kehidupan kita. Seperti ingin menikmati kuliner, ingin berlibur, atau membeli barang-barang yang dibutuhkan. Dengan hanya “Menyentuh” layar kaca itu, semua akan sampai di depan pintu rumah, tak perlu bermacet-macet atau mengantre.

Pertanyaannya, apakah semua relasi manusia saat ini berwujud digital? Dan, apakah media digital itu bisa menyelesaikan semuanya?

Salah satu relasi manusia adalah proses belajar. Harus diakui saat inipun, proses belajar mengajar sudah banyak berbasis e-learning. begitupula dengan gelaran ilmiah, konferensi, seminar, dialog dan wawancara yang tidak mensyaratkan tatap muka langsung. Revolusi teknologi telah banyak membuat manusia lebih mudah dengan urusannya.

Lantas, bagaimana dengan belajar agama? Jika dahulu kita harus datang ke guru, ustadz, atau kiai untuk bertanya soal agama, maka peran itu sekarang banyak digantikan oleh ustadz google. Ya, google hanya dengan mengetikkan satu kata kunci di mesin pencarian, topik yang kita inginkan langsung muncul begitu saja. Sangat mudah, bukan ?

Sekarang ini, semangat mencari dan berbagi ilmu agama lewat daring (online) sedang ngehits. Mereka bisa menuliskan, merekamnya dan menggugahnya di Youtube atau dengan cara siaran langsung, live streaming. Begitu mudahnya akses belajar agama, mudahnya mencari jawaban atas persoalan keagamaan, kita menjadi seperti berbelanja di pasar bebas. Ibaratnya kita datang ke supermarket yang menjajakan dagangannya. Bedanya, barang-barang yang dijual di supermarket sudah terpilih dan konsumen mudah memilihnya karena kasat mata.

Ini berbeda dengan pengetahuan agama yang bersifat ilahiah, sehingga terbuka ruang penafsiran. Oleh karena keterbukaannya yang sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu para pengakses mendapat banyak argumentasi keagamaan yang amat beragam. Dari yang bertutur lembut hingga yang bernada tinggi, sehingga tampak seperti marah-marah, seolah benar sendiri. Bila beruntung, konsumen juga bisa berdialog online, langsung dengan sang ustadz.

Dahulu, setiap proses pencarian ilmu agama, ada perjumpaan antara guru dan murid. Bahkan, terhadap informasi yang diterima, terkadang perlu dikonfirmasi hingga bertahun-tahun. Salah satu muhaddits terkenal, misalnya Imam Bukhari lebih dari 16 tahun berkeliling untuk memastikan kedudukan, kepastian, dan kebenaran suatu berita dari Nabi SAW.

Bandingkan dengan generasi zaman now yang begitu mudah mem-forward kabar berita nyaris tanpa klarifikasi. Berita-berita yang dishare itu meliputi berbagai jenis informasi, termasuk soal agama. Pengalaman penulis, banyak membaca yang langsung percaya ketika membaca kabar berita baru. Apalagi, jika tidak ada yang mengklarifikasinya. Kemudahan akses informasi via gawai itulah faktor penyebabnya. Kemajuan teknologi agaknya telah mengikis ruang-ruang sakral dan privat menjadi sangat terbuka. Siapa saja bisa mengakses. Inilah pasar bebas itu. Ironisnya, sejumlah media bias pemberitaannya, sangat bergantung pada pemiliknya. Tak lagi mengedepankan kaidah-kaidah jurnalistik.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru