27.7 C
Jakarta
spot_img

Bangkitnya HTI-FPI; Tantangan Klasik dalam Merawat Kebangsaan

Artikel Trending

KhazanahTelaahBangkitnya HTI-FPI; Tantangan Klasik dalam Merawat Kebangsaan
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Tidak lama berselang proses transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi ke Presiden Prabowo, HTI dan FPI menunjukkan taringnya kembali melalui gebrakan klasik. Senin (4/11), sejumlah massa FPI menggelar aksi yang menuntut penangkapan eks-Presiden RI, Jokowi dan Wapres RI, Gibran RR, yang disebut Fufufafa. Dalam aksi tersebut, sejumlah poster Jokowi terpampang jelas yang menunjukkan sebuah kemarahan sekaligus tuntutan dari demonstran. Dalang di balik aksi ini sudah jelas. Ia adalah Habib Rizieq.

Satu minggu sebelumnya, Ahad (27/10), sekitar tiga ratus pemuda dan aktivis mahasiswa menghadiri gelaran Temu Muslimah Muda 2024 bertajuk “The Next Level Activism: We Aspire, We Engage, & We Stand for Islam Kaffah” di Kota Palembang. Agenda itu merupakan bagian dari Temu Muslimah Muda 2024 yang diselenggarakan serentak secara hybrid dari berbagai penjuru, yang diikuti 17 ribu pemuda dan aktivis Muslim tanah air.

Dua peristiwa di atas bisa kita simpulkan sebagai bangkitnya HTI-FPI. Mereka secara terbuka mengadakan aksi dan kegiatan setelah diresmikannya pemerintahan baru. Dua organisasi (FPI-HTI), sekalipun sudah dibubarkan pada pemerintahan Jokowi beberapa tahun lalu, nyatanya sampai hari ini masih eksis dengan gerakan dan strategi yang mudah ditebak. Organisasi tersebut menjadi sebuah tantangan klasik dalam merawat kebangsaan, utamanya bagi pemerintahan baru. Bagaimana upaya yang bisa kita lakukan?

Apa yang Perlu Dilakukan oleh Masyarakat?

Sebagai bagian dari masyarakat sipil, sejauh ini upaya literasi melalui kontra-narasi yang bertebaran di media sosial ataupun website, menjadi salah satu strategi klasik yang wajib kita pertahankan. Meski begitu, HTI dan FPI juga melakukan aksi yang sama (propaganda) melalui seluruh kanal media sosial, mulai dari website, Facebook, Youtube, hingga Instagram. Tidak hanya itu, TikTok sebagai salah satu media sosial yang populer di Indonesia, menjadi wadah/ruang bagi mereka untuk menyebarkan propaganda, menebar kebencian terhadap pemerintah, negara ataupun problematika sosial, lalu mengajak semua masyarakat untuk berdiri tegak mendirikan negara khilafah.

BACA JUGA  Perayaan Isra’ Mi’raj Versi HTI: Strategi Licik Merebut NKRI

Jika privilege yang dimiliki oleh para aktivis khilafah adalah karena Indonesia menerapkan sistem demokrasi, sehingga mereka sampai hari ini tetap eksis, penting bagi kita untuk tidak fobia terhadap segala jenis topik yang disampaikan oleh mereka. Perang antar gagasan yang terjadi di media sosial, diskusi topik yang sedang mereka bahas akan menjadi sangat penting untuk kita ketahui. Ini adalah upaya dasar agar masyarakat memiliki banyak pandangan terhadap suatu topik tertentu.

Tidak hanya itu, pada ruang-ruang keagamaan seperti masjid, musholla atau tempat beribadah bahkan pengajian-pengajian yang dilakukan oleh para kiai, penceramah, ustaz, penting sekali untuk membahas konteks kebangsaan dan kenegaraan dalam rangka memperkuat nasionalisme yang harus dimiliki oleh para jamaah, ataupun para santri. Tentu, dalam konteks ini pemerintah perlu meningkatkan sinergi dengan pondok pesantren, para kiai, agar bersama-sama memerangi pemberontak bangsa melalui pendidikan.

Tokoh lokal berperan penting pada akar rumput dalam pencegahan penyebaran radikalisme. Menggandeng para tokoh lokal di level bawah, seperti kiai, ustaz, atau tokoh agama di kampung-kampung atau pedesaan, merupakan strategi penting untuk melakukan pencegahan di level bawah.

Tidak hanya itu, para ustaz, kiai, influencer yang sudah jelas-jelas anti terhadap ideologi khilafah, perlu untuk memaparkan bagaimana sejarah dan kisah pemerintahan Islam yang diterapkan di masa silam mengalami kegagalan. Sejauh ini, kita disuguhkan dengan berbagai kegemilangan sebuah negara dengan sistem khilafah yang makmur, sejahtera, dan rakyatnya terjamin. Informasi tentang seputar masalah, perpecahan dan carut-marut politik yang terjadi di bawah pemerintahan Islam, penting untuk disebarkan oleh para kiai di media sosial sebagai salah satu referensi bagi masyarakat, agar sejarah tidak diburamkan oleh para aktivis khilafah.

Melalui upaya di atas, sinergisitas masyarakat sipil untuk memberantas ideologi khilafah di Indonesia, terus menggelora. Ada banyak strategi lain yang bisa kita lakukan. Namun yang paling penting adalah, kita terus konsisten dalam melawan pemberontak bangsa. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru