Harakatuna.com. Surabaya – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Surabaya baru-baru ini menerima apresiasi dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror (AT) Polri. Apresiasi ini diberikan atas kontribusi Bakesbangpol dalam menjalankan Program Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme di wilayah Satgaswil Jawa Timur.
Kepala Bakesbangpol Kota Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu, menjelaskan bahwa salah satu tugas utama instansinya adalah melakukan pencegahan terhadap paham radikalisme. Untuk itu, Bakesbangpol bekerja sama dengan Densus 88 AT untuk melaksanakan berbagai upaya sosialisasi kepada masyarakat. Maria menambahkan bahwa kegiatan ini difokuskan pada warga di tingkat kecamatan dan mahasiswa di perguruan tinggi.
“Kami melakukan sosialisasi kepada warga di tingkat kecamatan terkait bahaya radikalisme. Selain itu, kami juga memberikan pemahaman kepada mahasiswa di berbagai perguruan tinggi dengan menghadirkan eks narapidana terorisme (napiter) sebagai salah satu narasumber,” ujar Maria Theresia Ekawati Rahayu, pada Jumat (21/2/2025).
Tidak hanya sosialisasi, Bakesbangpol juga memberikan perhatian khusus kepada eks napiter melalui pemberdayaan ekonomi dan pendidikan. Salah satu bentuk bantuan tersebut adalah kerja sama dengan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Surabaya untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak eks napiter yang berprestasi.
“Kami juga mengupayakan bantuan permodalan melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk eks napiter yang ingin mengembangkan usahanya,” kata Maria, yang akrab disapa Yayuk.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa jika ada eks napiter yang mengalami masalah kesehatan, pihaknya juga membantu koordinasi dengan instansi terkait seperti BPJS dan Dinas Kesehatan (Dinkes). “Kami bantu koordinasi untuk memastikan mereka mendapatkan perawatan kesehatan yang layak,” tambahnya.
Maria memberikan contoh salah satu kasus dimana seorang eks napiter yang sakit dan tidak bisa mendatangi fasilitas kesehatan. Dalam kasus ini, Bakesbangpol bekerja sama dengan Dinkes Surabaya dan puskesmas setempat untuk memberikan layanan kesehatan langsung ke rumah. “Memang waktu itu Densus 88 meminta agar pengobatan dilakukan secara berkala di rumah agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Kami pun mengakomodasi permintaan ini dengan menjalin komunikasi dengan dinas terkait,” jelasnya.
Menurut Maria, program pembinaan eks napiter di Surabaya sudah berjalan cukup lama. Namun, sejak ia menjabat sebagai Kepala Bakesbangpol Surabaya pada 2022, intensitas program ini semakin meningkat. “Pemerintah pusat di tahun 2022 juga beri perhatian intens kepada eks napiter, mereka diikutkan dalam setiap upacara Hari Kemerdekaan 17 Agustus di pemerintah daerah (Pemda) setempat,” tambahnya.
Saat ini, Bakesbangpol Surabaya mencatat ada sekitar 23 eks napiter yang tinggal di Surabaya. Bakesbangpol terus berupaya memberikan pendampingan kepada mereka agar tidak kembali terpapar paham radikal. “Kami juga mengupayakan pemberian bantuan sosial kepada eks napiter, seperti bantuan sembako menjelang Hari Raya Idul Fitri dan Hari Kemerdekaan,” ungkap Maria.
Selain itu, Bakesbangpol Surabaya juga menggandeng perguruan tinggi dalam upaya pencegahan radikalisme. Sejak tahun 2022, sosialisasi pencegahan radikalisme semakin intens dilakukan bersama Densus 88 AT dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Beberapa kampus yang menjadi lokasi kegiatan sosialisasi pencegahan radikalisme di antaranya adalah Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Muhammadiyah, Universitas 17 Agustus, dan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Maria menegaskan bahwa pencegahan radikalisme tidak dapat dilakukan oleh satu instansi saja. Oleh karena itu, Bakesbangpol turut berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk BNPT dan Densus 88 AT. “Jadi kita juga gandeng Densus 88 dan BNPT,” tambahnya.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, Maria mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam menyaring informasi, terutama yang datang dari media sosial. Menurutnya, paham radikal tidak hanya disebarkan melalui ajakan langsung, tetapi juga melalui bacaan dan konten digital yang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang.
“Kami berharap masyarakat benar-benar bisa menyaring ketika mendapat informasi dari media sosial, atau media-media yang lain. Dan benar-benar bisa terbuka dengan pergaulan sehingga wawasannya itu semakin luas,” tutup Maria.