27.8 C
Jakarta

Bahaya Tersembunyi AI: Apakah Kita Sedang Menanam Benih Radikalisme?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanBahaya Tersembunyi AI: Apakah Kita Sedang Menanam Benih Radikalisme?
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.comKecerdasan buatan (AI) semakin mendominasi kehidupan kita. Dengan kecepatan dan kecanggihannya, AI membawa perubahan besar di berbagai bidang, mulai dari teknologi hingga pendidikan. Namun, di balik manfaatnya, AI menyimpan potensi bahaya yang jarang disadari banyak orang, salah satunya adalah penyebaran paham radikal. Dalam perspektif Islam, hal ini menjadi peringatan untuk lebih berhati-hati dalam memanfaatkan teknologi agar tetap sejalan dengan nilai-nilai moderasi (wasathiyah).

Radikalisme sering kali muncul dari sikap ekstrem yang bertentangan dengan prinsip keseimbangan yang diajarkan Islam. QS. Al-Baqarah: 143 mengingatkan umat Islam untuk menjadi ummatan wasathan (umat yang moderat), yang berarti bersikap adil dan tidak berlebihan. Prinsip ini harus diterapkan dalam penggunaan AI, agar teknologi ini tidak menjadi alat penghancur, melainkan pendukung perdamaian dan kemaslahatan.

AI mampu menyebarkan informasi secara masif dalam waktu singkat. Namun, kemampuannya ini juga menjadi pedang bermata dua. Tanpa pengawasan, AI dapat menyebarkan informasi palsu atau propaganda berbahaya yang memecah-belah masyarakat. QS. Al-Hujurat: 6 menegaskan pentingnya memverifikasi informasi, terutama di era digital, agar kita tidak terjebak dalam narasi menyesatkan yang disebarkan oleh oknum tak bertanggung jawab.

Meski begitu, AI sejatinya adalah alat yang netral. Sebagaimana ditegaskan dalam QS. Az-Zalzalah: 7-8, setiap tindakan manusia, baik atau buruk, akan mendapatkan balasannya. Artinya, tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan manusia. AI harus digunakan dengan niat yang baik dan diarahkan untuk kebaikan, bukan untuk tujuan yang merusak.

Tantangan besar dalam penggunaan AI adalah moralitas manusia itu sendiri. Teknologi ini bekerja berdasarkan algoritma yang dirancang oleh manusia, sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bergantung pada niat para pembuatnya. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang mengintegrasikan nilai-nilai etika dan agama dalam setiap tahap pengembangannya.

Meningkatkan literasi digital masyarakat adalah langkah penting dalam menghadapi bahaya AI. Literasi digital tidak hanya melibatkan kemampuan teknis, tetapi juga kemampuan untuk mengenali informasi palsu dan propaganda radikal. Pendidikan berbasis literasi digital ini perlu diajarkan sejak dini agar generasi muda mampu memanfaatkan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.

Teknologi AI juga dapat digunakan untuk tujuan dakwah yang positif. Dengan memanfaatkan AI, pesan Islam yang moderat dapat disampaikan secara lebih luas dan efektif. Teknologi ini bisa menjadi alat untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, membangun kesadaran, dan memperkuat nilai-nilai positif dalam masyarakat.

BACA JUGA  Mengaku Memperbaiki, Tapi Sebenarnya Merusak? Inilah Peringatan Keras Allah di Surah al-Baqarah!

Kolaborasi antara ulama, akademisi, dan ahli teknologi menjadi kunci dalam mengelola AI. Ulama dapat memberikan panduan moral berdasarkan nilai-nilai Al-Qur’an, sementara ahli teknologi memastikan bahwa AI dirancang sesuai dengan prinsip tersebut. Sinergi ini sangat penting untuk menciptakan solusi yang komprehensif dan holistik.

Pengawasan terhadap penggunaan AI juga tidak boleh diabaikan. Regulasi yang ketat diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan teknologi ini. Pemerintah dan lembaga terkait harus memastikan bahwa AI digunakan untuk kepentingan yang baik dan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki agenda merusak.

Selain regulasi, perlu ada mekanisme pengawasan langsung terhadap konten yang dihasilkan oleh AI. Konten yang bersifat manipulatif atau provokatif harus segera dicegah agar tidak memengaruhi opini publik secara negatif. Dengan pengawasan yang baik, AI dapat diarahkan untuk menghasilkan konten yang bermanfaat dan edukatif.

Di bidang pendidikan, AI memiliki potensi besar untuk membantu pembelajaran. Namun, materi yang dihasilkan AI harus diawasi dengan ketat agar tidak mengandung narasi berbahaya. Dalam hal ini, AI dapat menjadi mitra yang mendukung penguatan pemahaman terhadap nilai-nilai Islam yang moderat.

Pemahaman agama yang benar juga menjadi benteng utama dalam menghadapi bahaya radikalisme. Pemahaman ini harus ditanamkan dalam setiap individu agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh propaganda yang menyimpang. Pendidikan agama yang kuat akan menjadi filter alami dalam menghadapi arus informasi digital.

Pendidikan agama dan teknologi harus berjalan beriringan. Agama memberikan landasan moral, sementara teknologi menyediakan alat untuk mengimplementasikan nilai-nilai tersebut. Dengan kombinasi ini, generasi mendatang dapat menjadi pengguna teknologi yang bijak dan bertanggung jawab.

AI adalah inovasi yang luar biasa, tetapi penggunaannya memerlukan kehati-hatian. Tanpa pengawasan dan pengendalian yang baik, teknologi ini dapat menjadi alat yang berbahaya. Oleh karena itu, umat Islam harus proaktif dalam memastikan bahwa AI digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip moderasi dan kebaikan.

Dengan pendekatan yang tepat, AI dapat menjadi alat yang mendukung perdamaian dan kesejahteraan. Namun, tanggung jawab untuk mengelola teknologi ini ada di tangan manusia. Jika tidak diantisipasi, AI bisa menjadi ancaman besar, tetapi dengan pengelolaan yang baik, AI dapat menjadi aset berharga bagi umat manusia.[] Shallallahu ala Muhammad. 

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru