29.7 C
Jakarta
Array

Fenomena Siswa Berkuasa

Artikel Trending

Fenomena Siswa Berkuasa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Fenomena Siswa Berkuasa

 

Dalam rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru, secara khusus, adalah pendidik profesional dengan tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dari rumusan pasal tersebut sudah jelas bahwa tugas guru adalah mendidik secara profesional. Guru itu sangat berjasa untuk membentuk karakter pemuda dan mencerdaskannya. Oleh karena itu, sebagai siswa harus bisa menghormati guru dan mengenang jasa jasanya. Dalam hadis , Rosulullah SAW bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya). (Riwayat Ahmad)

Hadis  tersebut menjelakan bahwa kedudukan seorang guru sangat mulia, dan sebagai seorang siswa harus senantiasa menghormati dan mengenang jasa jasa guru.

 

Tetapi fenomena yang terjadi sekarang masih banyak siswa yang tidak menghormati gurunya. Siswa bahkan berani memukul gurunya sendiri. Hal ini terjadi pada salah satu guru di SMP PGRI Wringinanom Gresik. Seorang siswa berani menantang bahkan hampir memukul guru. Siswa mendorong, memegang kepala dan terlihat mencengkeram kerah baju sang guru. Padahl, guru hanya melarang siswa merokok di ruang kelas. Perilaku itu sangat tidak terpuji. Seharusnya sebagai siswa harus bisa menghormati gurunya. Apalagi gurunya itu lebih tua. Seharusnya bisa lebih hormat dan menghargainya.

Perilaku anak, bisa disebabkan oleh beberapa faktor, baik hubungan anak dengan orang tua yang tidak baik, pola asuh orang tua tidak baik, dan bisa juga dari pergaulan yang salah. Faktor faktor tersebut dapat mempengaruhi karakter anak dan emosional anak.  Anak menjadi tidak tau sopan santun , mudah terpancing amarah, dan lain sebagainya.  Selain itu, zaman yang serba teknologi seperti sekarang ini juga sangat mempengaruhi karakter anak. Banyak konten amoral yang mudah sekali diakses lewat media sosial. Penggunaan media sosial yang dapat diakses melalui handphone dapat menyebabkan jiwa sosial anak menjadi kurang. Pola komunikasi mereka lebih condong terhadap handphone, bukan orang sekitar. Terlebih banyak anak yang kecanduan rokok yang menyebabkan tingkat emosional anak tak terkendali.

Di sisi lain, seringkali guru merasakan dilema. Pasal 54 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak banyak digunakan sebagai tameng terhadap kasus kekerasan terhadap anak. Pasal tersebut berbunyi bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temanya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya. Tindakan kekerasan terhadap anak di atas bisa berupa fisik, psikis dan seksual.

Dalam memberikan sanksi, tidak serta merta guru asal memberikan sanksi melainkan mengacu kepada tata tertib sekolah dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak. Seorang guru, sungguh, harus berhati-hati dalam mendisiplinkan peserta didiknya agar terhindar dari ancaman UU Perlindungan Anak. Namun banyak kasus yang terjadi dimana guru dilaporkan telah melanggar hak perlindungan anak. Guru hanya memberikan sanksi pelanggaran displin terhadap peserta didik seperti push up dan menyuruh berlari mengelilingi lapangan sekolah. Pendisiplinan tersebut sudah tidak dianggap lagi sebabagai hal yang mendidik melainkan dianggap sebagai hal yang melanggar hak perindungan anak. Kondisi inilah yang menyebabkan guru dituntut secara hukum karena dianggap telah melanggar hak-hak anak. Sementara itu hak-hak guru sendiri untuk mendapatkan perlindungan, baik perlindungan terhadap profesi, hukum, keselamatan kerja, dan kekayaan intelektual  kurang diperhatikan dan terabaikan sama sekali.

Tujuan pendidikan nasional dimana seringkali tidak tercapai. Seorang guru terkadang memilih jalan aman agar tidak dipusingkan dengan dampak yang akan terjadi jika melanggar perlindungan anak. Mereka membiarkan atau cuek terhadap perilaku peserta didiknya yang kurang sopan atau kurang baik.

Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah segera menerbitkan peraturan baru yang mengecualikan pemberlakuan terhadap Undang-undang Perlindungan anak, di mana guru mendapat pengecualian ketika melaksanakan kewenangannya sebagai guru. Guru yang melakukan tindakan pendisiplinan atau memberikan sanksi disiplin terhadap peserta didik dilingkup sekolah formal dan non formal, dengan aturan dan dasar yang jelas, tidak bisa dipidanakan dengan alasan apa pun.

 

Dengan demikian, seorang guru tidak akan lagi merasa terancam jiwanya, profesinya dan yang lainnya saat ia menjalankan tugas keprofesiannya. Seorang guru akan fokus tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dengan baik dan benar, sehingga tujuan pendidikan nasional akan tercapai dengan sempurna.

 

 

 

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru