28 C
Jakarta

Bagaimana Hukum Dropship dalam Islam?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamBagaimana Hukum Dropship dalam Islam?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Perkembangan teknologi yang sangat cepat memberi pengaruh yang sangat signifikn dalam segala aspek kehidupan. Internet dapat membantu manusia dalam berkomunikasi, dan berinteraksi meskipun dari jauh. Perkembangan online shop juga mulai merajai, termasuk dalam proses jual beli dengan sistem dropship. Dropship adalah salah satu sisem yang melibatkan tiga komponen, yakni dropshipper (orang yang melakukan dropship), supplier (pemasok barang), dan konsumen. Dropship memanfaatkan sistem online dalam penjualannya. Penjualan dalam bisnis ini lumayan diminati, karena dalam prosesnya dropshipper tidak memerlukan modal apapun dalam menjual barangnya. Alurnya adalah dropshipper akan menjual barang dari supplier kepada konsumen dengan hanya modal promosi berupa foto/video tanpa menyetok barang, lalu supplier akan mengirim barang atas nama dropshipper, yang menarik adalah konsumen akan mendapat barang atas nama dropsiper. Dropshipper mendapat keuntungan dari selisih harga barang yang dijual oleh supplier dan harga jual yang ditentukan oleh dropshipper.

Contoh pelaksanaan dropship adalah, Bela ingin menjadi dropshipper jilbab produksi dari Ana. Ana sebagai supplier mengizinkan Bela untuk menjual barangnya, lalu Ana memberikan foto dan video mengenai produknya kepada Bela. Terlebih dahulu Bela mengetahui harga jilbabnya, dan menjualnya dengan selisih harga agar dia mendapatkan keuntungan. Lalu Bela memasarkan jilbab-jilbab tersebut melalui internet dengan e-commerce. Beberapa waktu kemudian Citra ingin membeli jilbab Bela dan membayarkan uang dan ongkos kirim kepada Bela. Lalu Bela membayar uang kepada Ana dan Ana mengirim produk jilbabnya langsung ke Citra atas nama Bela. Banyak orang yang menggunakan cara ini karena cara kerjanya tidak merepotkan. Sehingga dapat menjadi pekerjaan sampingan.

Keuntungan dan Kekurangan dari Sistem Dropship
Dropship memiliki banyak keuntungan, diantaranya :
1. Dropshipper tidak memerlukan modal dalam usahanya.
2. Tidak khawatir risiko barang tidak laku, karena barang langsung dari supplier.
3. Bebas dari repotnya menyimpan barang.
4. Bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, selama ada koneksi internet.

Namun dropship juga memiliki kekurangan, diantaranya :
1. Risiko yang didapat oleh supplier adalah nama baik menjadi taruhan, karena dropsiper bisa melakukan overclaim atas produknya.
2. Supplier akan bergantung besar pada dropshipper, karena tanpa berusaha sudah ada yang menjualkan produknya.
3. Dropshipper terlalu percaya diri kepada kualitas dari supplier, sehingga terkadan mendapat komplain dari konsumen.

Bagaimana Hukum Fiqih Muamalah yang Terjadi dalam Sistem Dropship?
Memperjualbelikan suatu barang memiliki syarat mutlak, yakni kepemilikan barang secara utuh. Kepemilikan yang dimaksud adalah hak milik suatu benda dan manfaatnya secara bersamaan. Apabila barang tidak dimiliki secara sempurna maka barang tersebut tidak dapat diperjualbelikan. Hal inilah yang mengundang banyak perbedaan mengenai sistem dropship. Ada yang menyetujui, ada juga yang tidak. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, kita terlebih dahulu akan membahas mengenai macam-macam jual beli dalam islam. Secara umum macam-macam jual beli dibagi menjadi empat, diantaranya :
1. Jual beli salam. Jual beli salam adalah jual beli dengan melalui pesanan yang pengirimannya dilaksanakan dikemudian hari. Pembeli berhak mengetahui detail-detail barang yang dipesan. Biaya terlebih dahulu dibayarkan, kemudian barangnya di antar belakangan.
2. Jual beli muqayadah. Jual beli ini adalah dimana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter).
3. Jual beli mutlaq. Jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat pertukanan, seperti uang.
4. Jual beli alat penukar dengan alat penukar, yakni jual beli yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainnya.

BACA JUGA  Basmalah: Keistimewaan dan Khasiat yang Dikandungnya

Dropship sendiri dianalogikan seperti jual beli salam/pesanan. Mengapa bisa begitu? Karena dalam proses pemesananannya dropshipper dan supplier sama-sama menyebutkan kriteria barang yang diakadkan oleh kedua pihak, dalam segi syarat dan ketentuan adalah sama dengan salam, dimana konsumen memesan terlebih dahulu barangnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa bisnis dropship adalah diperbolehkan. Namun jika dropship mengandung gharar/ketidakjelasan, maka dropship tidak boleh dilakukan. Gharar bisa terjadi bila dropshipper mengubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti dalam empat hal, yakni kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan. Namun jika semua syarat dipenuhi dan tidak mengandung gharar, maka dropship boleh dilakukan. Perbedaan yang sering menjadi perdebatan adalah mengenai kepemilikan barang. Syarat kepemilikan barang secara sempurna oleh dropshipper sudah dipenuhi dengan syarat sudah mendapat izin dari supplier untuk menjual barangnya, namun jika tidak mendapat izin dari pihak supplier, maka syarat jual beli tidak terpenuhi dan jual beli menjadi tidak sah.

Dalam dropship terjadi akad wakalah antara supplier dan dropshipper. Wakalah terjadi dimana supplier sebagai pihak pertama melimpahkan kekuasaannya kepada dropshipper sebagai pihak kedua untuk menjualkan produknya melaui media foto dan video yang diposting. Pihak kedua melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama. Sebenarnya dalam akad wakalah boleh memberi ujrah/upah, namun dalam dropship keuntungannya diperoleh dari selisih harga dari supplier dengan harga jual kepada konsumen. Jika terjadi kerusakan barang, ketidaksuaian barang, atau salah kirim barang khiyar aibi boleh dilakukan dengan ongkos kirim yang telah disepakati oleh dropshipper dan konsumen sesuai kesepakatan sebelumnya.

Dropship mendatangkan maslahah bagi semua pihak yang terlibat. Supplier akan mendapatkan pasar yang lebih maksimal jika menggaet dropshipper, dropshipper akan mendapat keuntungan dari kerjanya, dan pembeli akan mendapatkan barang yang diinginkannya dengan mudah. Perkembangan internet yang semakin meningkat mendatangkan ide-ide bagi orang-orang kreatif untuk memaksimalkan pendapatan, namun kita sebagai umat muslim harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah syariah. Kesimpulan dari hal diatas adalah baik dari supplier dropshipper, maupun konsumen telah memenuhi syarat jual beli dalam syariat Islam jika dilihat dari syarat-syarat jual beli, akad, kepemilikan, dan terhindar dari gharar. Wallahu’alam.

Chetrine Alya Rinaima
Chetrine Alya Rinaima
Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru