26.5 C
Jakarta

Babak Baru Habib Rizieq dan Masa Depan Rezim Jokowi

Artikel Trending

Milenial IslamBabak Baru Habib Rizieq dan Masa Depan Rezim Jokowi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Takjub. Mungkin itu kata yang pas ketika melihat puluhan ribu massa yang berjibun di bandara Soekarno-Hatta, untuk menyambut kedatangan Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab, Selasa (10/11) kemarin. Setelah lebih tiga tahun berada di Arab Saudi, ia akhirnya pulang. Baik karena dideportasi sebagaimana ditegaskan Menkopolhukam Mahfud MD maupun untuk memimpin Revolusi Akhlak sebagaimana kata pengikutnya, bagi Sang Imam, kali ini, adalah babak baru perjuangannya.

Sementara kalangan menyayangkan pejemputan massa di bandara Soetta kemarin. Tanaman-tanaman rusak, kursi tunggu juga demikian. Tol macet, dan jadwal penerbangan delay hingga dibatalkan. Mereka juga kesal dengan pemerintah yang tidak berbuat apa-apa. Seolah, pemerintah kalah, getir, melihat kerumunan massa. Habib Rizieq tentu juga telah membaca situasi ini. Yang jelas, yang paling bergembira bukanlah Sang Imam, melainkan para politikus oposisi yang meminjam karismanya.

Boleh jadi di Twitter hujatan dilayangkan. Permadi Arya—yang memang doyan nyinyir—menghujat Habib Rizieq karena pulang bertepatan dengan viralnya skandal seorang artis. Yang lainnya memuja, karena ia pulang bertepatan dengan Hari Pahlawan. Para penghujat adalah pemain lama, tetapi pemuja Habib Rizieq bertambah orang-orang baru—ingatan kolektif tentang kasus masa lalunya meluntur. Ia, dengan demikian, hari ini, terlihat lebih bersih, lebih murni, dari tiga tahun yang lalu. Ini fakta.

Berbicara mengenai kemungkinan sepak terjang Habib Rizieq, nasib rezim Jokowi berada di ambang batas mengkhawatirkan. Dilansir Kompas.tv, bersamaan dengan tibanya Imam Besar FPI ke tanah air, Amien Rais mendeklarasikan partai barunya: Partai Ummat, setelah ditendang dari PAN. Siasat Amien sangat mudah ditebak. Ia sadar, FPI—juga para aktivis khilafah HTI yang berstatus siluman—butuh payung baru yang meneduhi mereka dalam satu atap.

Dengan kata lain, Partai Ummat akan menjadi musuh besar rezim Jokowi, akan menjadi oposisinya yang paling kuat. Partai tersebut mengakomodir seluruh umat yang merasa tertindas, yang ingin mengganti sistem perpolitikan, atau ingin melengserkan rezim. Di sini perlu dipertegas, aktornya bukan Habib Rizieq. Dirinya hanya simbol. Yang bermain politik adalah Amien Rais, PA 212, dan politikus agamis lainnya. Tetapi, meski demikian, pusat kekuatannya tetaplah Habib Rizieq.

Habib Rizieq Sang Imam

Babak baru Habib Rizieq ditandai dengan, setidaknya, dua hal. Pertama, kekalahan pemerintah. Ini mungkin tidak diterima oleh sebagian kalangan, tetapi faktanya memang demikian. Kalaupun pemerintah bercita membendung arus radikalisme-terorisme, masyarakat sudah tidak tertarik lagi dengan wacana tersebut. Bagi umat, terutama pengikutnya, Habib Rizieq adalah satu-satunya benteng Islam dari rezim yang dianggap komunis, sekuler, dan oligarki.

Karenanya, sikap diam pemerintah menyikapi kepulangannya dilatari ketakutan mereka atas stigma yang akan muncul. Sekali pemerintah salah langkah, berapa banyak umat yang akan semakin yakin bahwa pemerintahan Jokowi adalah rezim komunis anti-Islam? Sekalipun mudah juga untuk berargumen bahwa isu komunis adalah rekayasa para oposisi, pemerintah tidak dapat berbuat banyak karena satu alasan: massa pengikut Habib Rizieq tidak bisa dipandang sepele, saking banyaknya.

BACA JUGA  Menutup Ramadan dengan Spirit Wasatiah Islam

Kedua, bertambahnya massa. Ada suatu keyakinan bahwa selama masih mengedepankan isu-isu primordial seperti agama, maka suatu partisan tidak akan pernah memenangkan kontestasi politik. Namun, massa Habib Rizieq yang banyak, apalagi semakin banyak, itu bisa menjadi bumerang bagi rezim Jokowi. Ke depan, umpamanya, arus Islamisme semakin menguat. Umat Islam akan bertambah sensitif. Sehingga jika satu polemik konfeontatif terjadi, eksistensi rezim bukan mustahil terancam.

Berpijak pada kedua tanda tersebut, rezim Jokowi selaiknya cemas, tetapi masyarakat non-partisan bisa menganggap ini sebagai langkah yang tidak terlalu buruk. Sebab, partai politik memang harus dikontrol oleh society, dan masyarakat sudah merasa tidak terwakili oleh partai yang kebijakannya seringkali terkesan elitis-oligarkis. Habib Rizieq boleh jadi akan disandungkan dengan berbagai kasus masa lalu, tetapi rezim Jokowi tidak dapat membendung satu fakta: pengikut Sang Imam semakin kuat; banyak.

Pada akhirnya rezim hanya punya satu pilihan: rekonsiliasi. Ma(mp)ukah Jokowi mengambil langkah tepat di tengah situasi dilematis ini?

Akankah Rekonsiliasi?

Menurut berbagai sumber, banyak tamu sudah berkunjung ke kediaman Habib Rizieq. Fadli Zon dan Anies Baswedan sudah melepas rindu, minum teh bersama. Tidak lama lagi Amien Rais juga akan bertandang, dan selain melepas rindu, kita mudah sekali memahami apa yang hendak ia dengan Habib Rizieq bicarakan. Ini merupakan situasi sulit bagi rezim Jokowi. Selain karena Megawati yang dianggap pongah, Mahfud MD tengah kehilangan marwah—mereka semua ada di lingkaran Jokowi.

Strategi rekonsiliasi politik akan segera ditempuh oleh pemerintah. Baik dengan cara memasukkan Habib Rizieq ke kebinet, dan ini rasanya mustahil karena Habib Rizieq tidak akan mau dianggap pengecut di hadapan rezim musuh FPI, atau dengan mundurnya Jokowi, dan ini sangat mustahil ditempuh Presiden karena akan memperburuk citra politiknya. Seberapa pun rekonsiliasi ini sangat mustahil bagi kedua pihak, kegamangan strategi hanya akan semakin menggaduhkan suasana.

Habib Rizieq adalah Habib Rizieq dengan segala ketegasan dan kontroversinya. Rezim Jokowi juga sedikit kemungkinan untuk mengalah, apa pun risikonya. Kalaupun prediksi rekonsiliasi ini gagal—salah, Sang Imam akan tetap menjadi objek formal diskursus keislaman Indonesia ke depan. Umat Islam yang datang menyambut ke bandara, yang hadir di aksi yang diinstruksikannya, datang dengan niat yang tulus dari pelosok-pelosok negeri. Perkara ada main politik, pelakunya bukan umat, melainkan para politikus di sekitar Habib Rizieq tadi.

Oleh karena Habib Rizieq telah menjadi simbol, rezim Jokowi harus segera mengambil strategi yang efektif: tidak menyepelekan, tidak juga represif. Sedikit saja langkah salah dibuat, rezim sendiri adalah taruhannya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru