29.7 C
Jakarta

Kelompok Radikal Menunggangi Aksi Demonstrasi

Artikel Trending

AkhbarNasionalKelompok Radikal Menunggangi Aksi Demonstrasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Aksi demonstrasi menuntut pencabutan UU KPK dan beberapa tuntutan lainnya kembali mencuat. Aksi yang digelar di berbagai tempat oleh sejumlah mahasiswa ini menjadi momentum yang empuk nan strategis bagi kelompok radikal. Bahkan, gerak-gerik kelompok radikal menunggangi aksi demonstrasi kali ini sudah mulai terendus.

Tentu sangat disayangkan apabila kelompok radikalis memanfaatkan demo mahasiswa dan pelajar, yang mempunyai misi mulia, untuk agenda lain, menjatuhkan pemerintah yang sah misalnya. Perlu diketahui bersama bahwa salah satu ciri utama gerakan kelompok radikalis adalah menjatuhkan pemerintah yang sah secara konstitusional. Hal ini bisa dilihat dari peristiwa yang terjadi di sejumlah negara di Timur Tengah.

Mengapa demikian? Karena Indonesia menganut sistem demokrasi, yang kemudian mereka sebut sebagai negara thaghut dan sistemnya kafir. Mereka hanya bersedia tunduk dan patuh pada daulah/khilafah islamiyah. Jadi, mosi tidak percaya kepada pemerintah sudah tertanam sejak awal, bahkan dalam sejak kandungan, tanpa harus menunggu adanya pengesahan UU yang melemahkan KPK.

Apabila saat ini ada tuntutan yang mengarah pada ketidakpercayaan kepada pemerintah, maka kelompok radikal cengar-cengir dan akan selalu turut serta (memboncengi) dalam gerakan-gerakan atau momentum yang mengarah pada terciptanya gelombang kebencian dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang sah.

Jadi, apabila terjadi gelombang demonstrasi yang besar, maka setengah pekerjaan dan misi kaum radikal terlaksana dengan sendirinya. Maka, agenda mereka selanjutnya adalah, tinggal turut atau mengunggangi dan memprovokasi masyarakat lain agar ikut menjadi bagian dalam aksi-aksi demonstrasi yang mengarah pada penjatuhan kepala negara (kudeta).

Kapolri Jenderal Tito Karnavian membernarkan adanya indikasi dan potensi kelompok radikal dalam aksi-aksi demostrasi yang terjadi kemarin. Bahkan Kapolri menyebut bahwa ricuh di demo mahasiswa di depan gedung DPRI RI kemarin mirip aksi 22 Mei. Aksi demo yang disertai dengan pembakaran pos polisi, ban, dan kendaraan TNI serta pelemparan batu dan penggunaan molotov adalah mirip pola aksi demo pada 21-23 Mei lalu; dimulai sore, sampai malam dan ini, masih kata Kapolri, dilakukan cukup sistematis, ada pihak yang mengatur.

Meski Kapolri enggan menyebut nama atau pihak yang mendesain kerusuhan dalam aksi demo kemarin, tapi satu hal yang harus diwaspadai bahwa kelompok radikal sangat berpotensi besar menunggangi aksi-aksi demonstrasi yang konon akan kembali digelar pada waktu dekat-dekat ini.

Parade Tauhid dan Motif Politik Kelompok Radikal

Seakan kelompok radikal hendak menjaga ritme emosi masyarakat terhadap pemerintah yang diluapkan dalam aksi demonstrasi sampai pada tanggal 20 Oktober nanti, dimana pada tanggal ini akan ada momentum yang menyakitkan bagi kelompok radikal, yakni pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2019-2024 mendatang.

Dalam rangka menjaga emosi kolektif tersebut, kelompok radikal rupanya sudah menyiapkan sebuah gerakan yang dibungkus dalam sebuah aksi Parade Tauhid Indonesia 2019: Tauhid untuk Selamatkan Negeri”. Aksi sekaligus pawai bendera tauhid yang sudah beredar luas di masyarakat ini kabarnya akan dilaksanakan pada hari Sabtu (28/9) jam 06.00- 11.00 WIB dengan rute Senayan-Monas.

Dilansir dari CNNIndonesia.com, menurut keterangan ketua PA 212 Slamet Maarif, ada beberapa aspirasi yang akan disampaikan dalam parade tauhid besok, diantaranya adalah menolak kebangkitan PKI dan menuntut pemulangan Rieziq Shihab.

Kita boleh saja terkecoh dengan alasan yang mereka katakan melalui berbagai media tanah air, seperti menolak kebangkitan PKI dan menuntut pemulangan Imam Besar mereka. Namun, ada beberapa catatan kritis terhadap gerakan mereka. Barangkali catatan ini bisa menyadarkan kita bahwa apa yang dilakukan kelompok radikal itu sesungguhnya membahayakan NKRI. Oleh sebab itu, gerakan mereka tak perlu diikuti.

BACA JUGA  Indonesia Resmi Gabung di Satgas Pemberantasan Pencucian Uang FATF

Pertama, hendak menciptakan image positif. Tentu kelompok radikal bukanlah perkumpulan orang-orang bodoh, meskipun dalam konteks agama mereka seringkali mempolitisir dan memahami teks secara parsial, hendak memplokamirkan diri sebagai kelompok yang tidak membahayakan NKRI. Maka, aksi demonstrasi dibungkus dalam sebuah kemasan yang apik, seperti parade Tauhid. Siapa yang anti Tauhid di negeri ini? Dan hampir bisa dipastikan bahwa kata “Tauhid”, secara independen, tak orang yang menstempel negatif. Dengan aksi yang bertajuk “Parade Tauhid”, diharapkan mereka mendapatkan image positif di kalangan masyarakat dan puncaknya mendapatkan simpati dari masyarakat.

Kalau secara lahiriah, mungkin aksi Parade Tauhid ini sangat positif. Namun apabila dalam aksi Parade Tauhid nanti yang diteriakkan kata-kata tak sopan dan lebih mengarah pada mengkafirkan dan menjelek-jelekkan orang lain, juga pemimpin yang sah secara konstitusional? Apakah image positif layak disandangkan pada mereka?

Kedua, membelokkan arah. Pemilihan rute parade dari Senayan menuju Monas patut dicermati, jika tak ingin dikatakan harus dicurigai. Kelompok radikal sesungguhnya tidak begitu ‘bernafsu’ untuk mengulik-ulik ranah legeslatif secara dalam. Fokus mereka, terutama saat ini, adalah ranah eksekutif. Hal ini bisa dilihat dari aksi-aksi sebelumnya dan narasi-narasi yang mereka buat selama ini. Hampir seluruh aksi diarahkan pada penolakan terhadap presiden. Lihat aksi 21-23 Mei lalu, tuntutan mereka mengarah pada penolakan Presiden terpilih dalam pemilu 17 April 2019 silam. Kemudian narasi-narasi pemimpin dzalim dan semacamnya juga masih ramai saat ini.

Maka, patut diduga keras bahwa pemilihan rute parade dari Senayan ke Monas itu, hendak menggiring masa aksi selanjutnya ke istana, dengan agenda besar menurunkan Presiden Jokowi. Inilah yang disebut sebagai gerakan kelompok radikal itu selalu terstruktur, sistematis dan pintar memanfaatkan momentum serta membelokkan arah.

Ketiga, memiliki agenda lain. Di tengah lagi gencar-gencarnya masyarakat yang menolak UU pelemahan KPK, eh ini ada kelompok yang membuat agenda berbeda. Dan celakanya, bendera tauhid dijadikan sebagai ‘alat’ untuk membungkus agenda mereka. Dari sini saja sudah jelas bahwa mereka memiliki agenda lain yang tak sejalan dengan agenda umum masyarakat Indonesia. Apakah agenda lain itu mendirikan khilafah? Entahlah.

Waspadalah

Masyarakat harus mulai melek dan sadar bahwa kelompok radikal akan selalu menunggangi aksi demonstrasi dan selalu membuat provokasi. Sudah banyak kasus kelompok radikal menunggangi aksi demo. Teranyar terjadi di Medan. Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Agus Andrianto mengatakan bahwa aksi unjukrasa mahasiswa pada 24 September kemarin yang berujung kericuhan karena ditunggangi oknum radikal. Waspadalah!!!

Apa yang ditegaskan oleh Menko Polhukam Wiranto, bahwa akan ada gelombang baru demontrasi dan akan berbuntut rusuh jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, patut untuk dicermati dan disikapi secara bijak. Bahwa kelompok radikal benar-benar akan memanfaatkan momentum emosi sejumlah masyarakat untuk diarahkan pada menciptakan gelombang ketidakpercayaan kepada pemerintah yang sah.

Oleh sebab itu, masyarakat jangan terprovokasi dan tidak terpengaruh serta tidak ikut demo karena akan mengusik ketenangan dan ketentraman NKRI.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru