31.3 C
Jakarta

Auto Kafir, Auto Munafik dan Tudingan Sepihak Para Netizen

Artikel Trending

Milenial IslamAuto Kafir, Auto Munafik dan Tudingan Sepihak Para Netizen
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Dasar kaum kafir!”, begitu komentar sebuah akun facebook di kolom komentar saya beberapa pekan lalu. Pernah ngga dikata-katain oleh orang yang tidak kita kenali di media sosial? Apakah pernah sakit hati dengan komentar ‘nylekit’ dari netizen? Yups, patut diakui netizen Indonesia kalau nulis komentar di media sosial seringkali bernada sadis, jleebbb begituh. Tapi tentu saja kita tak perlu menyikapinya dengan baper, apalagi jika kita tidak mengenali persis siapa yang berkomentar.

Beberapa kali ketika saya menulis status panjang dan agak tendensius, akun-akun ‘asing’ tetiba menyerbu kolom komentar, kadang-kadang lewat japri. Ngata-ngatain saya ini-itu, begini-begitu, padahal kita tak saling kenal. Ya, tudingan sepihak begitu. Banyak dari mereka hanya akun booth (robot) yang sengaja dibikin untuk rusuh, ada juga akun asli yang memang si pemilik sukanya nulis dulu baru mikir, bukan malah sebaliknya.

Pernah seorang kawan memposting fotonya ketika bersalaman dengan Paus Fransiskus di Vatikan dan kemudian viral. Seketika itu ia mendapat berbagai reaksi baik pro maupun kontra dari para netizen +62 ‘Negara Berflower’. Yang pro mengatakan bahwa fotonya menjadi inspirasi perdamaian ummat beragama di Indonesia. Sedangkan yang kontra langsung menuding bahwa ia adalah kaum munafik yang pemikirannya telah banyak melenceng dari ajaran Islam. Untung saja kawan saya tersebut menyikapinya dengan santai dan tidak mudah baperan.

Saat berkomentar, beberapa netizen sok-islami dengan penuh kesombongan mengimbuhi kalimat “Semoga mendapat Hidayah dan kembali ke jalan Allah”, padahal jalan yang dimaksud yang mana pun masih…’auk ah gelap’.

BACA JUGA  Remoderasi Pendidikan di Indonesia

Saya tidak mengatakan semua netizen memiliki kebiasaan buruk suka menuding orang-orang yang berbeda pandangan sebagai kafir, murtad, munafik ataupun ‘tethek mbengek’ lainnya. Ada juga kok golongan netizen yang baik hati dan tidak sombong. Namun keberadaan netizen yang ‘sok-sokan’ tersebut cukup menyebalkan dan cukup membuat ‘Polusi’ di dunia permedsosan kita. Tapi mbok ya’o kalau komentar itu mikir-mikir dulu lah, jangan asal nulis aja tanpa mikir. Ya kalau yang dikomentari ‘bodo amat’, kalau malah yang dikomentari baperan lalu tersinggung lalu lapor polisi, GAME OVER lah kau!

Ingat bahwa kita tidak mengenal jelas sebagian orang-orang di media sosial, sebisa mungkin mbok ya kurangi lah nuding yang berbeda dengan tuduhan ini itu yang belum jelas kebenarannya. Kalau nggak bisa nahan jari supaya nggak mudah nuding sana nuding sini, ya baiknya memang nggak usah medsos-medsosan, biar medsos tuh ayem tentrem gitu loh. Tapi tetap saja nggak bisa mereka pensiun dini dari dunia permedsosan. Jan-jane kalau nggak ada mereka medsos juga terlalu hambar untuk dinikmati. Lha wung yang bikin seru itu justru komentar gila mereka.

Ah sudahlah, semoga mereka segera mendapat hidayah agar tak mudah main tuding. Dan semoga saya tidak dikafir-kafirkan lagi oleh mereka, tapi kalaupun iya saya mau ‘nderek dhawuh’ Gus Dur saja alias tinggal baca dua kalimat syahadat lagi saja, masalah selesai. Gitu aja kok repot!

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru