Harakatuna.com- Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada tanggal 29 September 2023 mencatat sebanyak 1.235.350 orang telah mendaftar seleksi calon aparatur sipil negara (CASN) 2023. Banyaknya minat masyarakat Indonesia untuk menjadi ASN, menunjukkan bahwa profesi tersebut adalah sebagian besar impian masyarakat karena menjanjikan kesejahteraan/ stabilitas dalam pekerjaan. Selain manfaat terhadap diri sendiri dengan jaminan masa depan yang bisa dikatakan cukup menjanjikan, kontribusi sosial dan kontribusi bagi masyarakat adalah tujuan utama ketika memiliki profesi sebagai ASN karena fokus terhadap pekerjaan yang ditempatkan, serta menekuni bidang tersebut dalam selang waktu yang sangat panjang.
Namun, di balik banyaknya minat masyarakat untuk mendaftar sebagai ASN, ada salah satu masalah yang hingga saat ini terus menjadi PR pemerintah dalam internal ASN adalah potensi terpapar radikalisme. Berdasarkan laporan yang dilansir dari BBC Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melakukan pemecatan terhadap para ASN yang terpapar radikalisme. Pemecatan itu diambil karena para ASN sudah melakukan pelanggaran berat seperti tergabung dalam organisasi terlarang atau tidak mengakui Pancasila UUD 1945.
Kebijakan pemecatan tersebut dinilai bukan solusi yang cukup baik karena akan menimbulkan rasa kecewa dari para ASN, sehingga potensi untuk membalas dendam dengan cara yang tidak bisa diduga (seperti yang dilakukan oleh para teroris) sangat besar. Seperti yang kita ketahui bahwa, potensi seseorang menjadi radikalis pasti ada. Ada beberapa faktor yang memengaruhi yakni: pertama, perasaan tidak adil yang diterima secara sosial, ekonomi, dan politik. Kedua, kecewa terhadap lembaga-lembaga negara/ institusi agama yang sudah mapah. Mereka menganggap pemerintah sudah lamban membuat perubahan dan menangani masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Pemecatan yang dilakukan oleh pemerintah kepada ASN, bisa dipastikan akan mengakibatkan kekecewaan terhadap pemerintah. Akibatnya, terdapat tindakan-tindakan agresif dan ofensif terhadap pihak yang bertentangan, tidak sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran agama yang diyakini atau menghambat pergerakan mereka dalam mencapai tujuan agungnya.
Kebijakan Pemerintah Masalah ASN dan Radikalisme
Terkait masalah ini, pemerintah sudah memiliki kebijakan yang cukup komperehensif. Ada beberapa kebijakan yang sudah diterbitkan di antaranya: pertama, SKB 11 Menteri dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada ASN. Kedua, Surat Edaran Bersama Menteri PANRB dan Kepala BKN Nomor 2 Tahun 2021 dan Nomor 2/SE/1/2021 tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya. Ketiga, Surat Edaran BKN Nomo K.26-30/V.72-2/99 perihal Pencegahan Potensi Gangguan Keterlibatan dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PNS.
Keberadaan para ASN yang nantinya justru terjerat paham radikalisme, sangat merugikan rakyat karena secara gaji mereka diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Itu artinya, seharusnya para ASN menyadari bahwa profesi yang dilakukan bukan sekedar sebagai karir masa depan yang memberikan kesejahteraan. Akan tetapi juga tugas dan tanggung jawab untuk menjadi kelompok terdepan melindungi bangsa Indonesia dari ideologi-ideologi yang merusak persatuan dan kesatuan. Wawasan kebangsaan yang diberikan kepada para ASN tidak hanya sekedar menjadi ruang belajar memahami pentingnya membela negara. Akan tetapi juga ikut serta menjadi penggerak dan promotor di lingkungannya menyuarakan kecintaan kepada NKRI.
Upaya Ketat yang Harus Dilakukan
Sementara itu, meskipun setiap orang memiliki potensi terpapar radikalisme, pencegahan harus terus dilakukan. Dalam proses rekrutmen ASN misalnya. Perlu untuk memperhatikan calon ASN apakah pernah terlibat/berafiliasi dengan kelompok/organisasi terlarang/berpaham radikal. Ketatnya dalam memperhatikan latar belakang para calon ASN sangat penting untuk meminimalisir potensi terpapar radikalisme ketika menjadi ASN.
Setiap calon ASN harus mengikuti seleksi/ujian di mana substansi yang diujikan memuat materi wawasan kebangsaan, nasionalisme, bela negara dan sejenisnya agar calon ASN memiliki pandangan terhadap perilaku yang harus/tidak dilakukan ketika menjadi ASN. Meskipun muatan materi tersebut sudah diberlakukan, penting untuk benar-benar menyeleksi ulang berbagai materi akan diberlakukan agar benar-benar bisa menjadi representasi bahwa, ketika calon ASN mendapatkan nilai cukup baik dari tes tersebut, potensi terpapar radikalisme saat menjadi ASN sangat kecil.
Tahap terakhir ketika wawancara, perlu secara mendalam untuk memahai kepribadian, latar belajar, rekam jejak kehidupan, baik dari sosial ataupun organisasi dan pemikiran yang dimiliki oleh para calon ASN. Upaya ketat terhadap proses rekrutmen ASN, adalah upaya utama yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menghindari para calon ASN ketika menjadi ASN terpapar radikalisme. Kerugian besar ketika ASN terpapar radikalisme, ada pada rakyat. Wallahu A’lam.