33.2 C
Jakarta
Array

Apa Itu Hadis Palsu?

Artikel Trending

Apa Itu Hadis Palsu?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebagaimana dewasa ini kita diracuni oleh berbagai info tak berdasar dan kabar burung atau lebih dikenal dengan sebutan hoax. Dahulu para ulama juga disibukkan dengan informasi hadis yang tidak berdasar atau mudahnya disebut sebagai hadis palsu. Bagaimana bisa terjadi ditemukan hadis palsu padahal Nabi saw sang sumber hadis adalah seorang yang wajib bersifat jujur? Tentu yang memalsukan hadis di sini bukan sosok Nabi Muhammad saw akan tetapi para periwayat hadis yang mengatasnamakan hadis tersebut berasal dari Nabi Besar Muhammad saw. Secara singkat ulama pemerhati ilmu hadis bernama Umar bin Muhammad bin Futih al-Bayquniy (w. 1080 H) mendefinisikan hadis mawdhûʻ dalam rangkaian gubahan puisinya yang bernama al-Mandzûmah al-Bayqûniyyah:

وَالكَذِبُ المُخْتَلَقُ المَصْنُوْعُ       عَلَى النَّبِيِّ فَذٰلِكَ المَوْضُوْعُ

Kebohongan yang dibuat-buat dengan mengatasnamakan Nabi itu namanya hadis mawdhûʻ.
Sementara ulama hadis kontemporer asal Mekah, al-Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki mendefinisikannya sebagai hadis yang dibuat-buat oleh seseorang lalu pengatasnamaannya disandarkan baik kepada Nabi saw, sahabat atau tabiin. Penamaan hadis palsu dengan istilah mawdhûʻ ini karena melihat arti asalnya yakni rendah. Oleh karenanya hadis mawdhûʻ (palsu) adalah paling buruk dan rendahnya hadis.

Dalam kitab al-Manhal al-Râwî al-Nawawi secara tegas melarang periwayatan hadis mawdhûʻ (palsu) dengan makna dan redaksi apapun kecuali dengan periwayatan yang disertai keterangan akan kepalsuan hadis tersebut. Sebab orang yang meriwayatkan hadis mawdhûʻ palsu adalah pembohong (HR. Muslim).

Menurut Mahmud al-Thahhan dalam kitab Taysîr al-Mushthalah al-Hadîts, ada dua kemungkinan cara pemalsuan hadis yang ditempuh; pertama, makna dan redaksi murni dari para pemalsu sendiri lalu diberi sanad (jalur) periwayatan; kedua, makna dan redaksi diambil dari ungkapan para ulama dan bijak lalu ditambahi sanad (jalur) periwayatan. Kemudian ada beberapa motif yang mendorong untuk pemalsuan hadis di antaranya sebagai berikut:

  1. Mendekatkan diri kepada Allah swt dengan membuat hadis yang menganjurkan amal saleh dan segala kebagian serta hadis yang bernada ancaman terhadap maksiat dan kemunkaran.
  2. Kepentingan kelompok. Umumnya para pemalsu ini membuat hadis yang dapat dijadikan pembelaan terhadap kelompoknya terutama kelompok-kelompok yang memiliki kecenderungan di bidang politik.
  3. Merusak Islam. Motif ini biasanya berasal dari para musuh Islam yang sengaja ingin merusak Islam dan memecah belah kaum Muslimin.
  4. Menjilat penguasa. Ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang beriman lemah. Mereka yang menjual teks-teks agama demi mendapat gemerlap dunia yang semu.
  5. Sebagai mata pencaharian. Ini biasanya dilakukan oleh para pendongeng yang memanfaatkan kepercayaan orang banyak terhadap ungkapan yang disandarkan kepada Nabi saw.
  6. Mengejar popularitas. Motif ini dijalankan oleh mereka para periwayat hadis yang haus akan kemasyhuran dengan meriwayatkan hadis yang tidak pernah didengar dari syeikh-syeikh lainnya. Sehingga banyak orang berbondong-bondong mendatanginya. Wallahu Aʻlam [Ali Fitriana]

Baca: HTI, Perppu dan Promblematika Gagasan “Khilafah”-nya

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru