27.9 C
Jakarta

Anatomi Salafisme dan Kampanye Islam Wasathiyah

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuAnatomi Salafisme dan Kampanye Islam Wasathiyah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Judul Buku: Wasathiyah Islam: Anatomi, Narasi, dan Kontestasi Gerakan Islam, Penulis: M. Kholid Syeirazi, Penerbit: Alif.id, Tebal: xvii+572 halaman, Cetakan: 1, Oktober 2020.

Meninggalnya Mufti Damaskus, Suriah, Syaikh Adnan al-Afyouni karena serangan bom pada Kamis (22/10/20) malam, menandakan bahwa kelompok radikal atau fundamentalis Islam masih terus bergerak meski dunia sedang dilanda pandemi. Para fundamentalis bukannya membantu atau turut serta dalam gerakan menanggulangi Covid-19, mereka justru memperkeruh suasana dengan tetap melancarkan aksi kejinya kepada masyarakat.

Apa yang dialami Syaikh Adnan, mengingatkan kembali akan peristiwa serupa yang menimpa Syaikh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi pada tahun 2013 lalu. Syaikh Buthi yang oleh banyak kalangan dijuluki sebagai Al-Ghazali abad 20 tersebut, meninggal saat sedang mengajar di masjid Damaskus akibat diserang bom oleh para fundamentalis.

Peristiwa yang menimpa Syaikh Buthi dan Syaikh Adnan menjadi peringatan agar semua pihak waspada dengan sepak terjang kelompok radikal. Mereka tidak pandang bulu dalam menyerang pihak yang dianggap musuhnya. Ulama terkemuka seperti Syaikh Buthi dan Syaikh Adnan saja mereka serang dengan tanpa rasa sungkan, apalagi kita yang hanya orang biasa.

Oleh karenanya, perang melawan radikalisme dengan segala variannya harus terus berlangsung. Kampanye ini harus tetap jalan karena nyatanya di tengah pandemi yang belum teratasi, kelompok fundamentalis justru tidak menghentikan aktifitasnya. Mereka tetap beraktifitas menciptakan teror kepada masyarakat. Kisah gugurnya Syaikh Adnan adalah bukti bahwa mereka terus bergerak meski dunia sedang krisis seperti sekarang.

Dalam konteks perang melawan radikalisme itu, ide mengenai Islam ramah, Islam toleran, Islam damai, atau Islam moderat menjadi ide yang sangat perlu disebarluaskan kemanapun. Hal tersebut dilakukan agar seluruh dunia tahu bahwa terorisme atau kekerasan bukanlah wajah Islam yang sebenarnya. Islam yang sebenarnya adalah Islam yang ramah, cinta damai, penuh kasih sayang dan toleran terhadap siapapun. Oleh sebab itu, aksi kekerasan atas nama Islam haruslah dilawan karena tidak sesuai dengan agenda Islam.

Buku Wasathiyah Islam: Anatomi, Narasi, dan Kontestasi Gerakan Islam (2020), karya M. Kholid Syeirazi adalah satu dari sekian buku terbaru yang berusaha menghadirkan wajah Islam yang berkebalikan dari yg dimunculkan para fundamentalis. Buku ini mengkampanyekan tentang Islam wasathiyah yang merupakan nama lain dari Islam moderat.

Islam moderat adalah islam yang tidak condong pada kutub ekstremisme macam para fundamentalis, sekaligus Islam yang tidak condong pada kutub liberal. Islam moderat juga merupakan islam yang tidak berlebihan dalam rupa ekspresinya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi, “sebaik-baiknya perkara adalah yang di tengah-tengah.” Ajaran wasathiyah Islam inilah yang dibahas panjang lebar Syeirazi dalam bukunya ini.

Menurut Syeirazi segala bentuk ekstremitas tertolak karena inti ajaran Islam adalah wasathiyah. Wujud ekspresi wasathiyah ini tercermin dalam dalam ibadah (Q.S. Al-Isra/17:110), perilaku sosial (Q.S. Ar-Rahman/55:7), perilaku ekonomi (Q.S. Al-Isra/17:29; Q.S. Al-Furqan/25:67), maupun sebagai komunitas (Q.S. Al-Baqarah/2:143). [hlm. vii]

Dalam bukunya ini, Syeirazi membedah empat wujud wasathiyah Islam secara mendetail. Argumen yang dibangun pun kokoh dengan ditopang dalil lintas mazhab dan berbagai dimensi tafsir yang luas. Selain itu, yang membuat buku ini menarik–setidaknya bagi saya–Syeirazi melengkapi ulasan tentang moderatisme Islam dengan penjabaran secara panjang lebar mengenai rupa-rupa bentuk ekstremitas islam kontemporer, baik dalam ranah gerakan politik, maupun dalam ranah ritual peribadatan.

Hal tersebut sangat berguna untuk memberi pemetaan kepada kita yang mengkampanyekan moderatisme islam, agar tahu secara jelas siapa lawan ideologis kita. Karena dalam kenyataannya, kelompok ekstremis ini tidaklah tunggal. Mereka terdiri dari banyak faksi yang antarfaksi kadang berselisih.

Anatomi Salafi

Munculnya ekstremisme beriringan dengan semakin menguatnya gerakan untuk kembali pada Quran dan Sunah. Gerakan ini menganggap bahwa praktik Islam hari ini umumnya tidak sesuai dengan Quran dan Sunah. Untuk itu diperlukan upaya kembali pada Quran dan Sunah seperti yang ada di zaman Nabi.

BACA JUGA  Hadis-hadis tentang Politik Kebangsaan; Sebuah Telaah

Tak heran jika kemudian kelompok ini mengusung agenda purifikasi islam, menyerang bidah, cenderung harfiyah, dan meyakini islam sebagai jawaban atas seluruh problematika kehidupan. Kelompok ini menyebut dirinya sebagai Salaf/Salafi. [hlm. 4]

Salafi sendiri menurut Syeirazi terpecah ke dalam banyak faksi, dari yang paling keras hingga moderat. Semuanya terhubung dalam benang fikrah dan harakah. Kelompok pertama ada Salafi Wahabi yang punya target mengislamkan orang Islam: aktifitas mereka adalah mengislamkan para pelaku bidah menurut versi mereka.

Kelompok kedua adalah modernisme Islam. Kelompok ini berorientasi memerangi takhayul, bidah, dan khurafat agar umat islam maju dengan berkiblat pada kemajuan barat. Kelompok ketiga adalah Ikhwanul Muslimin. Kelompok ini berupaya membebaskan masyarakat dari praktik-praktik bidah agar terbentuk masyarakat dan negara Islam.

Kelompok keempat adalah Hizbut Tahrir yang bergerak untuk purifikasi Islam secara total dalam agama dan politik dengan kembali kepada praktik khilafah ala minhaji al nubuwwah [hlm. 14]. Keempat kelompok ini memiliki kaki tangan di Indonesia dan menjadi kekuatan tersendiri dalam internal umat islam Indonesia.

Keempat kelompok ini walau berbeda orientasi dan model gerakan, seluruhnya memiliki kesamaan pada kecenderungannya terhadap ortodoksi dan purifikasi (hlm.15). Kesamaan ini terjadi karena dasar teologis keempat faksi salafi ini sama-sama bermuara pada pemikiran Ibnu Taimiyah (1263-1328 M), yang merupakan pemuka Mazhab Hanbali [hlm. 5].

Pemikiran Ibn Taimiyah ini yang nantinya di tangan Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1765 M) menjadi kekuatan politik ganas di Jazirah Arab. Kelompok tersebut kemudian dikenal dengan Wahabisme. Setelah kemunculan Wahabi, secara perlahan faksi Salafi terpecah ke dalam empat kelompok besar seperti yang Syeirazi ulas dalam bukunya.

Orang awam biasanya akan dengan mudah menyebut keempat kelompok ini dengan Wahabi. Padahal mereka berbeda dan kadang saling terlibat friksi satu sama lain. Dalam konteks indonesia, keempat kelompok ini sering kali bertemu dalam tiga isu; Palestina, Komunisme, dan Kristenisasi. Di luar tiga isu ini, mereka kerap berbeda pendapat yang tak jarang hingga saling mengkafirkan [hlm. 23].

Dari sini maka tak heran jika sudah ada isu tentang tiga hal di atas di masyarakat, biasanya yang bereaksi secara berlebihan adalah mereka yang berasal dari keempat kelompok tersebut.

M. Kholid Syeirazi dalam bukunya ini menjelaskan dengan panjang lebar sepak terjang semua kelompok ini secara detil. Dari awal mula kemunculannya, bagaimana konflik terjadi di internal kelompok dan antar kelompok, hingga penetrasi dan siapa saja tokoh-tokohnya yang masih beraktifitas dan berpengaruh di Indonesia, diulas secara detil dalam buku ini.

Terbitnya buku Wasathiyah Islam: Anatomi, Narasi, dan Kontestasi Gerakan Islam, menjadi angin segar bagi para aktivis islam moderat. Buku ini bisa menjadi semacam suplemen untuk menguatkan kerja-kerja strategis dan taktis dalam membendung fenomena ekstremitas agama. Buku ini memberi pemetaan yang lengkap untuk mengetahui posisi dan siapa saja musuh yang harus diwaspadai.

Walaupun sayangnya, pembahasan buku ini baru menjelaskan secara detil mengenai kelompok Salafi saja. Buku ini belum menjelaskan mengenai anatomi maupun dinamika dari kelompok Islam liberal. Seakan-akan ancaman utama terhadap wasathiyah islam hanya ada pada kelompok Salafi. Padahal kelompok liberal pun bisa saja menjadi ancaman terhadap ide islam moderat.

Namun terlepas daripada itu, melalui buku ini, M. Kholid Syeirazi telah menyumbangkan pemikiran yang sangat berguna bagi diskursus keislaman di tanah air yang semakin berjalan dinamis ke depannya. Buku ini sangat layak dibaca dan menjadi pegangan terkini untuk melihat dinamika gerakan Salafi di tanah air.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru