Harakatuna.com – Bayangkanlah sebuah dunia yang luas tanpa batas, di mana realitas hanyalah sebatas imajinasi dan keberanian untuk menjelajahi. Dunia tersebut adalah game online, sebuah ruang maya yang telah menjadi rumah kedua bagi jutaan anak muda.
Di dalamnya, mereka menjalani kehidupan alternatif, berperan sebagai pahlawan, penjelajah, atau bahkan penguasa di dunia digital. Namun, seperti halnya semua ruang yang tampak bebas dan egaliter, game online juga menyimpan bahaya yang tersembunyi: propaganda radikal yang senantiasa mengintai di setiap sudut.
Dunia game online lebih dari sekedar hiburan; ia merupakan ruang sosial yang kompleks. Di balik berbagai misi, tantangan, atau alur cerita, terdapat percakapan yang berlangsung, pertemanan yang terbentuk, bahkan kepercayaan yang terbina. Kelompok radikal dengan baik memahami hal ini. Mereka menyadari bahwa dunia maya adalah tempat yang strategis untuk menyebarkan ideologi, membangun pola pikir, dan bahkan merekrut pengikut.
Game Online, Anak Muda Rentan?
Game online sejatinya merupakan medium yang mencakup semua elemen sosial: interaksi, kompetisi, kolaborasi, dan hiburan. Para anak muda yang bermain game tidak hanya terlibat dalam permainan; mereka juga berkomunikasi, membangun relasi, dan terkadang menemukan makna di dalam pengalaman tersebut. Di tengah kesibukan misi melawan monster atau membangun sebuah kerajaan, terdapat narasi lain yang secara halus menyusup ke dalam kesadaran mereka.
Propaganda dalam game tidak hadir dengan cara yang terlalu mencolok. Ia muncul dalam bentuk obrolan grup, percakapan dalam forum komunitas, atau bahkan disembunyikan di dalam desain permainan itu sendiri. Contohnya, beberapa game secara eksplisit menyisipkan ideologi ekstrem dalam narasi mereka—mungkin dengan menggarisbawahi “musuh” sebagai simbol tertentu, atau menghadirkan “pahlawan” yang berjuang melawan sistem yang dianggap korup.
Kelompok radikal menyadari bahwa game online adalah ruang yang bersifat personal. Ketika anak muda menghabiskan berjam-jam untuk bermain, mereka menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh eksternal, terutama jika pesan tersebut dikemas dalam bentuk yang menarik dan relevan.
Muhidin M. Dahlan, dalam banyak esainya, sering menyoroti anak muda sebagai generasi yang gelisah dan dipenuhi semangat. Di satu sisi, mereka memiliki potensi besar untuk membawa perubahan. Namun, di sisi lain, mereka juga merupakan generasi yang paling rentan terhadap manipulasi.
Anak muda yang memasuki dunia maya penuh kerentanan: keinginan untuk diterima, hasrat untuk mencari makna, dan kadang-kadang, rasa frustrasi terhadap realitas. Game online menyediakan pelarian, sebuah ruang di mana mereka dapat menjadi sosok yang mereka inginkan. Namun, apa yang akan terjadi ketika pelarian tersebut justru menuntun mereka ke arah ideologi ekstrem?
Kelompok radikal tidak memerlukan pertemuan fisik untuk menyebarkan pengaruh. Dunia maya memberikan mereka kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan calon pengikut tanpa batasan geografis. Dalam percakapan yang tampaknya sepele, narasi radikal perlahan-lahan masuk. Ide-ide mengenai perlawanan terhadap ketidakadilan, penciptaan dunia yang lebih baik, atau bahkan pengorbanan untuk tujuan yang dianggap mulia menjadi topik yang memikat bagi anak muda yang tengah mencari identitas diri.
Dari Dunia Maya ke Dunia Nyata
Propaganda dalam game online bukan semata-mata menjadi ancaman maya. Dampaknya nyata dan mengkhawatirkan. Anak muda yang terpapar propaganda ini tidak hanya mengalami perubahan dalam cara berpikir mereka, tetapi beberapa di antara mereka bahkan mengambil tindakan nyata yang dapat merugikan.
Dalam beberapa keadaan, individu-individu yang pada awalnya hanya terlibat dalam aktivitas rekreatif akhirnya terjerat dalam jaringan kelompok radikal. Proses perekrutan mereka melalui tahapan yang dimulai dengan percakapan biasa, dilanjutkan dengan diskusi mengenai ideologi, dan pada akhirnya diminta untuk melakukan tindakan yang konkret. Namun, ancaman ini tidak terbatas pada aspek perekrutan semata. Ancaman ini juga merusak ruang sosial yang seharusnya menjadi arena bagi para pemuda untuk mengekspresikan diri dengan bebas. Permainan yang pada awalnya berfungsi sebagai medium kreatif telah bertransformasi menjadi medan konflik ideologi.
Melawan propaganda radikal di dunia maya bukanlah tugas yang sederhana. Dunia maya merupakan ruang yang luas dan belum sepenuhnya terkontrol. Namun, sebagaimana yang sering dinyatakan oleh Muhidin M. Dahlan, setiap era memiliki bentuk perlawanan yang relevan. Dalam konteks ini, melawan propaganda di dunia maya menuntut kolaborasi berbagai pihak: pemerintah, perusahaan teknologi, komunitas gamer, dan keluarga.
Literasi digital merupakan kunci awal. Generasi muda perlu diajarkan untuk mengenali tanda-tanda propaganda, memahami mekanisme kerja algoritma, dan melindungi diri mereka dari manipulasi informasi. Pendidikan tersebut harus dimulai sejak usia dini, tidak hanya di lembaga pendidikan tetapi juga di lingkungan rumah.
Perusahaan teknologi juga memiliki peranan yang sangat vital. Sebagai pengelola dunia maya, mereka harus memastikan bahwa platform yang mereka kelola tidak digunakan untuk menyebarluaskan ideologi ekstrem. Penerapan algoritma pendeteksi konten radikal, fitur pelaporan yang efektif, dan moderasi yang transparan merupakan langkah-langkah penting yang harus diambil.
Selain itu, kita juga harus menciptakan narasi alternatif yang positif. Propaganda tidak cukup untuk dilawan hanya dengan menghapus konten; kita perlu menawarkan kisah yang lebih kuat, lebih menarik, dan relevan bagi generasi muda. Komunitas gamer, misalnya, dapat berfungsi sebagai agen perubahan dengan membangun ruang diskusi yang inklusif dan bermakna.
Dalam menghadapi tantangan ini, game online, seperti teknologi lainnya, memiliki potensi positif dan negatif. Di satu sisi, game adalah arena yang kaya potensi untuk membangun kreativitas, koneksi, dan hiburan. Namun, di sisi lain, game juga merupakan lahan subur bagi penyebaran propaganda jika tidak diawasi dengan baik. Perang melawan propaganda ini adalah perang yang tak tampak, tanpa suara ledakan, tetapi dampaknya dapat menghancurkan generasi.
Generasi muda, dengan segala semangat dan potensinya, harus dilindungi dari pengaruh ideologis yang menyesatkan. Akan tetapi, perlindungan tersebut tidak seharusnya membatasi kebebasan mereka. Sebaliknya, kita wajib membekali mereka dengan kemampuan untuk menghadapi dunia maya secara kritis dan bijaksana.
Dunia maya mungkin tidak memiliki batasan, namun tanggung jawab kita terhadap generasi muda adalah batasan yang jelas. Mereka adalah harapan masa depan, dan masa depan itu harus dibangun di atas fondasi yang kuat: kebebasan yang bertanggung jawab, kreativitas yang bermanfaat, dan keberanian dalam menghadapi setiap bentuk penindasan, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Permainan ini belum berakhir. Dan dalam setiap permainan, pahlawan sejati adalah mereka yang dapat menciptakan dunia yang lebih baik, tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk semua orang.
Daftar Pustaka
Dahlan, Muhidin M. Paradigma Baru dalam Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Mizan. (2018).
Jihad, Muhammad S. Radikalisasi Digital: Dinamika Media Sosial dan Propaganda Radikal. Yogyakarta: Penerbit Ombak. (2020).
Sutanto, Andre A. Game Online dan Peranannya dalam Pembentukan Identitas Anak Muda. Bandung: Penerbit Alfabeta. (2019).
Kusnadi, Denny. Media Sosial dan Propaganda: Analisis dalam Konteks Digitalisasi Informasi. Surabaya: Penerbit Kompas. (2021).