32.9 C
Jakarta
Array

Ambisi Terhadap Jabatan Perspektif Hadis

Artikel Trending

Ambisi Terhadap Jabatan Perspektif Hadis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kepemimpinan, jabatan, kekuasaan, dan kedudukan tidak boleh diberikan kepada orang yang memintanya, berambisi untuk meraihnya, dan menempuh segala cara untuk dapat mendapatkannya. Orang yang paling berhak menjadi pemimpin, penguasa, dan memangku jabatan/ kedudukan adalah orang yang menolak ketika diserahkan kepemimpinan, jabatan dan kedudukan tersebut dalam keadaan ia benci dan tidak suka dengannya. Kepemimpinan adalah amanah yang besar dan tanggung jawab yang berat. Maka wajib bagi orang yang menjadi pemimpin untuk memperhatikan hak orang-orang yang di bawah kepemimpinannya dan tidak boleh mengkhianati amanah tersebut. Keutamaan dan kemuliaan bagi seseorang yang menjadi pemimpin dan penguasa apabila memang ia pantas memegang kepemimpinan dan kekuasaan tersebut, sama saja ia seorang pemimpin negara yang adil, ataukah bendahara yang terpercaya atau karyawan yang menguasai bidangnya. Ajakan kepada manusia agar jangan berambisi untuk meraih kedudukan tertentu, khususnya bila ia tidak pantas mendapat kedudukan tersebut. Kerasnya hukuman bagi orang yang tidak menunaikan kepemimpinan dengan semestinya, tidak memperhatikan hak orang-orang yang dipimpin dan tidak melakukan upaya optimal dalam memperbagus urusan kepemimpinannya.

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ مُحَمَّدُ بْنُ الْفَضْلِ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لاَ تَسْأَلْ الإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا (أخرجه البخاري فى كتاب الأيمان والنذور باب قول الله تعالى لا يؤاخذكم الله باللغو في أيمانكم) 

Artinya:

… Abdurrahman Ibn Samurah Ra. Berkata Nabi SAW bersabda: Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberi tanpa memintanya, niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah dengan diberi taufik kepada kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong).”

Menurut Abu Ishaq Al-Atsari:

Meminta jabatan atau mencalonkan diri dalam etika politik merupakan hal lumrah. Padahal Islam melarang keras perbuatan yang berakar dari budaya Barat ini. Hadits berikut memberikan penjelasan secara gamblang bagaimana sesungguhnya Islam memandang sebuah jabatan yang telah menjadi simbol status sosial ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menasehatkan kepada Abdurrahman bin Samurah radliallahu ‘anhu.

Dalam konteks diatas dijelaskan bahwa seorang pemimpin memiliki tanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dalam hadits diatas Rasulullah SAW menegaskan kepada umatnya bahwa yang dimaksud pimpinan itu bukan Cuma orang-orang yang memiliki jabatan akan tetapi setiap pemimpin itu adalah tiap individu manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri karena kelak di hari kiamat akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.

Menurut Al-Jami’ li Ahkamil

Sebenarnya masih ada beberapa syarat pemimpin yg tidak disebutkan di sini karena ingin kami ringkas. Mudah-mudahan pada kesempatan yg lain bisa kami paparkan. Nasehat bagi mereka yg sedang berlomba merebut jabatan/kepemimpinan. Kepemimpinan adalah amanah sehingga orang yg menjadi pemimpin berarti ia tengah memikul amanah. Dan tentunya yg namanya amanah harus ditunaikan sebagaimana mestinya. Dengan demikian tugas menjadi pemimpin itu berat sehingga sepantasnya yg mengembannya adl orang yg cakap dalam bidangnya. Karena itulah Rasulullah melarang orang yg tidak cakap utk memangku jabatan karena ia tidak akan mampu mengemban tugas tersebut dengan semestinya. Rasulullah juga bersabd :

إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُها ؟ قال: إِذَا وُسِّد الأَمْرُ إلى غَيْرِ أَهْلِها فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

“Apabila amanah telah disia-siakan maka nantikanlah tibanya hari kiamat. Ada yg bertanya: Wahai Rasulullah apa yg dimaksud dgn menyia-nyiakan amanah? Beliau menjawab ‘Apabila perkara itu diserahkan kepada selain ahlinya maka nantikanlah tibanya hari kiamat”.

Menurut Al-Muhallab

Telah berkata sebagaimana dinukilkan dalam Fathul Bari (13/135); “Ambisi untuk memperoleh jabatan kepemimpinan merupakan faktor yang mendorong manusia untuk saling membunuh. Hingga tertumpahlah darah, dirampasnya harta, dihalalkannya kemaluan-kemaluan wanita (yang itu semuanya sebenarnya diharamkan oleh Allah), dan karenanya terjadi kerusakan yang besar di permukaan bumi.”

Seseorang yang menjadi penguasa dengan tujuan seperti di atas, tidak akan mendapatkan bagiannya nanti di akhirat kecuali siksa dan azab. Allah l berfirman:

“Itulah negeri akhirat yang Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri di muka bumi dan tidak pula membuat kerusakan. Dan akhir yang baik itu hanya untuk orang-orang yang bertakwa.” (al-Qashash: 83)

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, “Allah mengabarkan bahwasanya negeri akhirat dan kenikmatannya yang kekal yang tidak akan pernah lenyap dan musnah, disediakan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, yang tawadhu’ (merendahkan diri), tidak ingin merasa tinggi di muka bumi yakni tidak menyombongkan diri di hadapan hamba-hamba Allah yang lain, tidak merasa besar, tidak bertindak sewenang-wenang, tidak zalim, dan tidak membuat kerusakan di tengah mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/412)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Seseorang yang meminta jabatan seringnya bertujuan untuk meninggikan dirinya di hadapan manusia, menguasai mereka, memerintah dan melarangnya. Tentunya tujuan yang demikian ini jelek adanya. Maka sebagai balasannya, ia tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat. Oleh karena itu, seseorang dilarang untuk meminta jabatan.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 2/469)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Artikel Terkait

Artikel Terbaru