34 C
Jakarta
Array

Alsyami: Jangan Suriahkan Indonesia

Artikel Trending

Alsyami: Jangan Suriahkan Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta-Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami) telah menggelar seminar kebangsaan bertajuk, “Jangan Suriahkan Indonesia…!” kemarin (1/11). Dengan mendatangkan Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah, Syaikh Adnan al-Afyouni, Dubes RI di Damaskus, Dubes Suriah di Indonesia, dan Pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Suriah, serta Dr. Ainur Rofiq, mantan petinggi HTI.

Seminar tersebut merupakan bagian dari kampanye dakwah Alsyami menolak segala upaya yang bisa menjadikan Indonesia luluhlantak seperti Suriah. Yang disambut antusias oleh masyarakat Indonesia, baik yang datang langsung ke lokasi seminar, maupun menyimak secara live streaming. Sampai dengan dini hari tadi, hashtag #JanganSuriahkanIndonesia menjadi _top trending topic_ di Twitter.

Sekjen Alsyami, M. Najih Arromadloni, menyatakan, hal yang paling fundamental agar Indonesia tidak jatuh ke dalam kondisi seperti Suriah adalah dengan tidak mempolitisasi agama. Ia menyatakan demikian, melihat adanya beberapa kelompok yang gemar menggunakan mimbar masjid untuk hujatan politik . Menurutnya segala usaha ‘melacurkan’ agama untuk kepentingan politik harus ditolak.

Ia tidak menampik, bahasa dan simbol agama memang efektif untuk mengelabui masyarakat, seperti akhir-akhir ini ramai klaim ‘bendera tauhid’ atau ‘bendera Rasul’. Padahal menurut Najih yang juga dosen ilmu hadis ini, tidak ada teks Alquran maupun hadis yang mendukung klaim tersebut. Dengan kata lain klaim tersebut adalah propaganda palsu. Karena tauhid adalah untuk diinternalisasi dalam hati dan diejawantahkan dalam perilaku akhlak yang luhur, bukan untuk ‘mainan bendera’.

Hal kedua menurutnya adalah dengan senantiasa menjaga kedamaian dan ketertiban umum, termasuk tidak membuat kegaduhan dengan langganan melakukan aksi massa yang bisa menimbulkan gejolak di masyarakat. Pengalaman di Suriah tuturnnya, membuktikan bahwa kondisi instabilitas akan mengundang pihak luar untuk masuk menginfiltrasi, menyusup dan menunggangi. Ketika ‘api’ kekacauan sudah membesar, maka akan sulit dipadamkan, sebagaimana Suriah yang delapan tahun hidup dalam kepahitan, tak kuasa lagi mengembalikan kondisi semula.

Pesan lain yang ia sampaikan, agar berpegang kekeuh pada ulama-ulama yang perilakunya adalah cerminan akhlak Nabi. Ia mencontohkan seperti KH. Maimun Zubair, KH. Mustofa Bisri, Buya Syaffi Maarif, Prof Quraish Shihab, dst. Mereka adalah pelita-pelita umat yang mampu menuntun perjalanan bangsa ini ke arah yang _baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur_.

Mengenai fenomena munculnya pemeran agamawan, yang mendadak ustadz, ia menyatakan perlu diuji dulu, apakah perilakunya sesuai dengan tuntunan Nabi atau tidak. Ustadz tukang caci dan mengaku paling benar, tentu bukan panutan. Cari tahu, dimana dia belajar? Kepada siapa? Belajar apa?

Terakhir, ia menyampaikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah ‘sajadah’ kita, yang merupakan warisan para ulama, karena itu sudah penuh nilai-nilai keislaman. Merupakan kewajiban kita untuk menjaga, melestarikan, dan mewujudkan kemakmurannya. Tanpa negara tidak mungkin kita beragama. Karena itu, menjaga negara adalah bagian pokok dari menjaga agama.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru