Harakatuna.com. Kabar Ali Kalora tewas ditembak mati petugas saat turun dari Gunung Biru membuat banyak pihak gembira. Bahkan hal itu dianggap kemenangan telak dari gerilyanya aparat negara selama memburu para teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Negara juga menghimbau bahwa masyarakat harus tenang. Atas himbauan itu, tentu kita bisa analisis di baliknya. Jika matinya ketua MIT itu, teranggap matinya teroris. Maka setidak-tidaknya, negara juga turut serta gembira dan karena itu tidak harus cemas.
Namun demikian, himbauan itu menandakan adanya kecemasan di antara banyak pihak. Di dalam rumus-rumus teroris, kematian harus dibalas oleh banyak kematian. Dan matinya Ali Kalora, pastilah juga akan berbalaskan banyak kematian.
Matinya Ali Kalora Sinyal Matinya Teroris?
Matinya Kalora, alarm bagi masyarakat Torue. Mereka harus siap-siap didatangi kelompok Ali Kalora. Bila menginginkan tidak terjadi pembunuhan terhadap masyarakat, di sinilah aparat harus bertindak dengan melakukan penjagaan ketat kepada masyarakat Tarou.
Namun, jika tidak nemu terang kepastian dari adanya keamanan aparat. Pastilah masyarakat sama dari sebelum-sebelumnya waktu Ali Kalora masih hidup. Kehidupan mereka tidak tenang. Tidur pun tidak nyenyak. Kepulan doa-doa dan pertobatan yang hanya bisa mereka lantunkan.
Justru di sinilah himbauan dari Kemenhumkam menemukan konvergensinya. Bahwa ketenangan hidup masyarakat atas tewasnya ketua MIT, berbanding tegak dengan sanggupnya Densus atau Mandago Raya ini menjaga secara ketat hilir mudik dan kehidupan masyarakat sepanjang hari.
Ali Kalora Akan Hidup Berkali-kali?
Yang pasti Ali Kalora tidak mati. Karena Ali Kalora baru akan hidup berkali-kali. Mereka hidup atas rahim kesadaran jihad total teologis. Agama telah menjadi candu baginya. Mereka membabi buta bagi sesamanya. Sepanjang arogansi tegologis membumbung tinggi, kedamaian tak mungkin niscaya terbagi.
Di situlah letak teror agama. Dan letak kebengisannya sebagai pemabuk agama. Namun bagi teroris sekelas MIT, agama dianggap kilatan pedang, sniper, tembakan, dan kematian. Agama dianggap alat untuk jihad berperang melawan musuh-musuh agama. Siapa musuh agama Ali Kalora? Mereka yang tidak sama dari hal apapun, atau yang menghalangi aksi para teroris ISIS.
Dengan begitu, Densus harus tegap berdiri berhadapan dengan teologi teroris itu. Keseriusan membela negara dan masyarakat patut digelorakan kembali. Visi misi itu yang kini ditunggu masyarakat Gunung Biru tempat teroris MIT bersarang.
Harapan Untuk Densus dan Mandago Raya
Harapan banyak orang, jangan sampai kematian Ali Kalora menyebabkan kematian masyarakat sekitar. Karena ketidaktegasan atau kecerobohan negara menjaga rakyat yang membutuhkan perlindungan dan penjagaan. Di Indonesia, tidak ada musuh paling mematikan macam ISIS atau al-Qaeda. Tapi gerombolan macam MIT yang berafiliasi ke ISIS bisa sempurna menjalankan teror kebejatan seperti ISIS.
Di situasi harap-harap cemas menunggu taring Densus atau Mandago Raya menumpas MIT dan teroris di Indonesia. Kewaspadaan bagi perindividu perlu ditingkatkan. Tak mungkin dengan tertembaknya ketua MIT, seluruh teroris yang kini pasif tambah mengkeret. Justru dari fenomena tewasnya Ali Kalora, mereka hanya menunggu momen pas untuk berbalas dendam. Maka itu, negara harus membayar kontan para teroris sebelum masyarakat juga tewas di bunuh para teroris lain.