30.4 C
Jakarta

Al Jaulani, Menang di Suriah, Kalah di Tangan Amerika-Israel?

Artikel Trending

Milenial IslamAl Jaulani, Menang di Suriah, Kalah di Tangan Amerika-Israel?
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pada tahun 2022, saya menulis tentang arah politik Abu Muhammad Al Jaulani. Dalam artikel Al Jaulani: Arah Baru Politik Islam dan Gerakan Fundamentalisme Agama, ditegaskan bagaimana Al Jaulani memainkan strategi penting dalam lanskap politik Timur Tengah dan global.

Tiga Strategi Al Jaulani

Pertama, Al Jaulani melakukan negoisasi politik. Dulu, bersama Jabhat Fathu Syamnya dan kini bersama Hai’ah Tahrir Syam (HTS) dia tidak melakukan kekerasan pada kelompok kecil dan juga tidak berperang dan menolak Barat. Dia fokus pada perjuangan lokal di Suriah.

Ini dipilih agar masyarakat tunduk dan mau menyokongnya. Dia juga melakukan kebijakan negosiasi lainnya dengan berpenampilan khas pejabat muslim modern. Misalnya dengan mengenakan jas, berdasi, memakai celana, dan jenggot dipotong rapi, laiknya sebagai pemimpin negara modern.

Kedua, Al Jaulani membatasi diri dengan cara memperkuat penguasaan wilayah, untuk menegakkan hukum Islam. Dia juga tidak melirik atau tertarik pada jihad global.

Ini dipilih untuk menegaskan bahwa dia ingin fokus untuk membela rakyat Suriah saja, bukan untuk yang lain. Sehingga dengan cara ini, Al Jaulani menjadi sosok inspirasi banyak kelompok fundamentalisme dunia dengan melakukan perubahan-perubahan negosiasi politik serupa.

Ketiga, Al Jaulani tidak lagi secara terang-terangan memakai konsep “takfir” untuk menunjuk Barat atau yang berbeda secara ideologi. Ini dilunakkan agar bisa diterima lebih banyak kalangan, termasuk negara-negara Barat.

Dari tiga strategi di atas, Al Jaulani tampak berhasil. Dengan mengubah arah perjuangannya dan melakukan transformasi besar-besaran dalam faksi politik, dia menumbangkan rezim Assad. Dia didukung tidak hanya oleh negara Barat tetapi juga didukung oleh berbagai kelompok ekstrem termasuk di Indonesia. Karena inilah dia disebut tokoh arsitek jihad modern.

Terlihat mentereng. Al Jaulani menjadi simbol jihad modern yang mencoba mengintegrasikan perjuangan bersenjata dengan strategi politik. Sejak 2016, Al Jaulani memutuskan hubungan resmi dengan Al-Qaeda. Langkah ini dilakukan untuk menghilangkan stigma ekstremisme global. Al Jaulani bersama HTS mendaulat diri sebagai oposisi Suriah. Akhirnya, dia menjadi kekuatan dominan di Idlib, mengontrol wilayah luas dan membentuk Pemerintah Penyelamatan Suriah untuk mengelola kebutuhan masyarakat.

BACA JUGA  Resurgensi Terorisme: Upaya Preventif Pasca-Kemenangan HTS di Suriah

Melalui Pemerintah Penyelamatan Suriah, Al Jaulani melakukan pendekatan yang relevan dalam konteks Suriah. Visinya tetap menjadikan jihad sebagai alat perjuangan politik di satu sisi, dan sebagai langkah perlindungan rakyat kecil di sisi lain.

Karena itu, banyak kelompok ekstrem menyebut Al Jaulani adalah seorang militan bersenjata yang menjadi pemimpin politik tangguh. Bukan hanya memiliki kemampuan beradaptasi di tengah tantangan internal dan global. Tetapi dia juga mampu melindungi umat Islam Suriah dari kezaliman dan berkeinginan membangun masyarakat berdasarkan nilai-nilai Islam.

Al Jaulani Tersandera Tekanan Global

Bagi saya, meski Al Jaulani disebut-sebut sebagai tokoh arsitek jihad modern, yang mampu menunjukkan strategi, kepemimpinan, dan dapat mengubah arah politik Timur Tengah, tapi dia tetap tersandera tekanan global.

Misalnya dia membuat narasi positif seperti merilis nama-nama musuh yang segera harus diusir dari Suriah. Al Jaulani mengatakan bahwa milisi Syiah Iran, termasuk Hizbullah adalah musuh penduduk Suriah dan karena itu perlu melakukan pengusiran pada mereka sebagai langkah solusi bagi bangsa Suriah.

Di sisi lain, Al Jaulani juga mengatakan bahwa intervensi kekuatan asing seperti Amerika Serikat dan Turki, karena kediktaktoran dinasti Assad. Dia juga mengatakan sekarang siap menciptakan kondisi yang memungkinkan warga Suriah menyelesaikan masalah internal tanpa campur tangan asing.

Di tengah narasi baik yang dimunculkan Al Jaulani tersebut justru menunjukkan kelemahannya. Dia tidak berdaya dengan hadirnya Israel yang secara terang-terangan masuk ke dalam rongkang Suriah. Lihatlah, begitu Suriah jatuh ke tangan Al Jaulani, Israel langsung menembus tanah Suriah.

Kini Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berdiri dalam kegembiraan. Benjamin gembira bukan karena Assad tumbang, atau karena peran Iran di Suriah kalah, melainkan karena melihat pasukannya menguasai selatan Suriah seperti Gunung Hermon dan daerah sekitarnya.

Melihat kondisi tersebut, apakah Al Jaulani tidak mengetahui ini? Apakah Amerika tidak melihat perilaku Israel? Atau, apakah Al Jaulani hanya menguasai Suriah, tapi sebenarnya kalah pada Amerika-Israel?

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru