Harakatuna.com – Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam. Kita patut bersyukur dan merasa bangga mendapatkan anugerah warisan budaya yang begitu luar biasa. Namun, jika nilai-nilai warisan tersebut tidak dilestarikan kita bisa kehilangan identitas sebagai sebuah bangsa.
Untuk itu, merawat warisan budaya, termasuk di dalamnya Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) bisa menjadi salah satu cara yang efektif dalam membangun rasa nasionalisme di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri maupun di lingkup global.
Tantangan Nasionalisme
Nasionalisme sebagai sebuah paham atau ideologi yang berakar pada kesadaran kolektif dalam menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan individu dan kelompok.
Paham tersebut menjadi sebuah kekuatan pemersatu dan komitmen bersama untuk menjaga kedaulatan dan integritas sebuah bangsa. Tentu tidak sederhana menjaga nasionalisme agar tetap mengakar sebagai pijakan berbangsa dan bernegara, karena akan selalu menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar.
Kurangnya kesadaran terhadap sejarah dan budaya menjadi salah satu tantangan dari dalam yang saat ini perlu menjadi perhatian serius oleh para pemangku kepentingan. Para generasi muda sebagai tulang punggung peradaban bisa saling bekerja sama mengambil peran dalam menggali berbagai warisan budaya Nusantara, sehingga semakin menumbuhkan cinta pada tanah air.
Sementara, tantangan dari luar di tengah arus globalisasi, apabila tidak diimbangi dengan filter yang baik, dapat memantik terjadinya krisis identitas jati diri bangsa. Untuk itu, perlunya sikap yang berimbang (moderat) dalam menghadapi era modernisasi dan globalisasi.
Kita tidak bisa menghindar namun kita bisa melihatnya sebagai sebuah peluang agar tetap berpegang teguh pada akar budaya dan menjadikanya sebagai bagian dari diplomasi bangsa melalui berbagai kekayaan warisan budaya Nusantara, termasuk keragaman warisan budaya tak benda.
Warisan Budaya Tak Benda
Kesadaran masyarakat akan keragaman kekayaan warisan budaya Nusantara perlu kita apresiasi bersama, karena melalui upaya dan kerja keras berbagai keragaman budaya masih berkembang dan bisa kita nikmati sampai saat ini. United Nations Educational, Science and Culture Organization (UNESCO) sebagai sebuah lembaga internasional telah mengakui berbagai warisan budaya tak benda atau Intangible Cultural Heritage (ICH) di Indonesia.
Beberapa di antaranya: keris (2008), wayang (2008), batik (2009), pendidikan dan pelatihan batik (2009), angklung (2010), tari Saman (2011), noken Papua (2012), Tiga genre tari tradisional Bali (2015), kapal Pinisi (2017), pencak silat (2019), pantun (2020), gamelan (2021), jamu (2023), reog Ponorogo (2024), kebaya (2024), dan alat musik Kolintang (2024).
Pengakuan dunia internasional atas kekayaan warisan budaya Nusantara berdampak positif, baik bagi perlindungan atau keberlangsungan budaya itu sendiri. Pada ujungnya diharapkan juga bisa berdampak pada pertumbuhan kesejahteraan masyarakat, salah satunya melalui dunia pariwisata budaya.
Soft Power Nasionalisme
Pengakuan terhadap kekayaan warisan budaya dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya di Nusantara. Seluruh kalangan masyarakat, terutama generasi muda akan semakin tumbuh rasa kebanggaan, kepedulian dan apresiasinya, sehingga dapat turut terlibat secara langsung dalam upaya menjaga dan melestarikan warisan budaya. Upaya ini dapat meningkatkan semangat nasionalisme dari dalam masyarakat kita sendiri.
Sementara itu, pengakuan terhadap warisan budaya oleh dunia internasional akan semakin memperkuat identitas bangsa Indonesia. Selain itu, bisa menjadi bagian diplomasi antar bangsa yang efektif.
Untuk itu, penting bagi kita semua supaya terus menjaga dan melestarikan berbagai warisan budaya, dimulai dari budaya-budaya lokal yang ada di sekitar lingkungan. Turut serta mengapresiasi keragaman warisan budaya menjadi cara penting bagi upaya membangun nasionalisme, baik dari dalam maupun nasionalisme dalam dinamika dunia global.