28 C
Jakarta

Kelicikan Aktivis HTI di Balik Polemik FPI vs Pemerintah

Artikel Trending

Milenial IslamKelicikan Aktivis HTI di Balik Polemik FPI vs Pemerintah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kemana aktivis HTI hari ini? Mengapa tidak bising seperti sebelumnya? Apakah narasi khilafah hari ini sudah lenyap? Kenapa yang santer menjadi pembicaraan publik hari-hari ini justru FPI vs pemerintah? Apakah FPI kemudian lebih bahaya daripada HTI? Pertanyaan-pertanyaan ini, juga sederet kemusykilan lainnya tiba-tiba menyeruak. Negeri kita tengah gaduh. Di kota-kota, para elite politik berseteru. Di pelosok kampung, umat cekcok sesama. Namun tetap satu yang mengherankan: di mana aktivis HTI?

Jelas, ini tak dalam rangka mengungkit-ungkit mereka. Para aktivis HTI memiliki medan dakwah tersendiri. Tetapi, untuk setuju bahwa mereka tidak ikut campur dalam memanasnya hubungan pemerintah dengan FPI, yang saat ini isunya paling moncer, itu agaknya sulit. Pasti ada pergerakan bawah tanah. Pasti ada intervensi rahasia. Sampai kapan pun, pemerintah adalah musuh bagi aktivis HTI. Mengatakan bahwa mereka tidak terlibat polemik teraktual pemerintah itu licik.

Berikut cuitan salah satu aktivis tulen HTI, Felix Siauw, Selasa (8/12) kemarin:

Allah ingatkan di QS 2: 214, jalan ke surga itu dihalang para pembenci agama dengan: 1. Propaganda, 2. Deraan fisik, 3. Goncangan psikis. Hari-hari ini bukan teori, tapi sepertinya sudah masuk praktik.

Tweet tersebut menyinggung pemerintah sebagai pembenci agama, mengaitkan dengan tewasnya enam pengikut Habib Rizieq di tol Cikampek yang saat ini tengah menjadi sorotan publik. Jelas, itu bukan hendak membela FPI, Felix tak ada kepentingan apa pun dengannya. Ocehan Felix tidak lebih dari pengamalan konsep bahwa “musuh dar musuh adalah kawan saya.” Kendati HTI dan FPI tidak memiliki dasar ideologi yang sama, dalam konteks provokasi masyarakat, ia berada dalam porsi yang setara.

Sebelumnya, Felix sudah pernah membuat cuitan provokatif tentang kepulangan Habib Rizieq. Tujuannya, agar umat marah dan tak terima apa pun dari pemerintah. Ia cerdas memanfaatkan momentum, memprovokasi rakyat dengan pemerintah tanpa harus mengotori tangan HTI. Jika tidak jeli, tidak mudah untuk membaca kelicikan aktivis HTI. Hari ini boleh jadi mereka tertawa, sementara yang kisruh oleh campur tangannya adalah FPI vs pemerintah.

FPI vs Pemerintah?

Mudah sekali untuk membaca hubungan FPI dengan pemerintah ke depan. Singkatnya, tidak akan lebih baik sekarang. Sebentar lagi mungkin Habib Rizieq akan dijemput paksa polisi, dan itu jelas menyakiti FPI—yang sebelumnya telah sakit akibat penembakan polisi. Bukan mustahil akan terjadi aksi besar yang lebih bermassa dari aksi-aksi yang pernah ada. Singkatnya, FPI vs pemerintah adalah topik isu yang seksi untuk digoreng. Aktivis HTI tidak akan absen untuk bersiasat di balik isu tersebut.

Berbicara tentang FPI vs pemerintah, pokok masalahnya, jujur saja, tidak rumit. Umat Islam yang pro-Habib Rizieq hanya salah paham, mengira polisi sengaja membidik Imam Besar mereka. Pemanggilan Sang Imam Besar oleh Polda Metro Jaya seharusnya tidak dihadapi dengan mangkir terus, karena yang rugi dan menjadi korban adalah umat Islam. Andai Habib Rizieq mau kooperatif, tidak bersembunyi di balik keangkuhan Munarman, masalahnya tidak akan sepelik sekarang.

BACA JUGA  Overdosis Ajaran Radikal Manipulatif di Media Sosial

Sekarang kesalahpahamannya terlanjur membangkak. Umat pengikut FPI sudah kadung membenci pemerintah, dan tidak sedikit umat Islam lain yang berseberangan dengan mereka. Bahkan bila misalnya nanti harus terjadi konfrontasi pengikut FPI terhadap pemerintah, yang paling diuntungkan justru aktivis HTI. Mereka yang kali ini tidak tampak akan berbaris memegang bendera tauhid, mengawal gejolak massa untuk memerangi pemerintah. Artinya, FPI akan disusupi HTI setiap mereka melakukan aksi.

Bagaimana bisa mengatakan seperti itu? Argumentasinya adalah: ketidaklakukan narasi khilafah. Sampai detik ini, resistansi masyarakat dengan gejolak khilafah relatif tinggi, dan efek domino dari film Jejak Khilafah yang sempat viral beberapa bulan lalu adalah semakin terangnya kebobrokan mereka. HTI kemudian mengubah langkah. Suara khilafah sedikit disembunyikan. Agenda harian mereka adalah mendelegitimasi pemerintah—dengan cara apa pun yang penting umat tidak lagi percaya pemimpinnya.

Baik FPI maupun pemerintah selaiknya menyadari, yang bertepuk tangan di tengah perseteruan mereka adalah musuh Negara yang paten: aktivis HTI pendukung khilafah. Polemik FPI vs pemerintah sedikit banyak digoreng oleh mereka, sebab lemahnya integritas pemerintah adalah cita-cita utama dari reotnya persatuan negeri. Kebringasan narasi FPI boleh jadi tak murni dari aktivis FPI itu sendiri, melainkan dari mereka aktivis HTI yang dengan kelicikannya menunggangi. Namun, semuanya adalah musuh kita. Tidak ada ruang untuk kooperatif, jika kerjaannya adalah membuat propaganda di NKRI.

Propaganda Pembenci NKRI

Tidak ada yang paten menjadi musuh NKRI, kecuali bagi ia yang menyoal eksistensi Pancasila dan menuduhnya sebagai thaghut, lalu bercita-cita merombaknya. Selama ini, FPI tidak demikian. Tetapi HTI jelas-jelas menentang kesatuan-persatuan NKRI dan menganggap demokrasi sebagai yang kontradiktif dengan syariat Islam. Mereka melakukan segala macam propaganda agar khilafah bisa tegak, sambil menggerogoti NKRI dengan membenturkan umat dengan pemerintah.

Kendati FPI berbeda haluan dengan HTI, aktivis HTI lumayan cerdas untuk memanfaatkan segala sesuatu demi segala agendanya. Felix Siauw tidak punya kepentingan dengan Habib Rizieq, tidak pula menjadi pengikutnya. Tetapi jika memanas-manasi masyarakat akan menambah kebencian mereka terhadap pemimpin, itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sebagai aktivis HTI, kelicikan adalah niscaya—pantang menyiakan kesempatan untuk merongrong keutuhan NKRI.

Boleh jadi, polemik FPI vs pemerintah adalah propaganda pembenci NKRI. Kita tidak bisa menegasikan kemungkinan terburuk, bahwa runtuhnya NKRI adalah cita-cita emas mereka. Gejolak terhadap pemerintahan diproyeksikan sebagai pemantik bagaimana demokrasi mati. FPI vs dan pemerintah akan semakin memanas, baik dalam pertarungan wacana, maupun masifnya persekusi sebagai akibat.

Sebagai pembenci NKRI, aktivis HTI tidak boleh diberi celah untuk memfitnah, memanas-manasi, mengadu domba umat Islam dengan pemerintah. Habib Rizieq adalah kunci sentral yang harus memahami hal ini. Sebab, jika perang saudara menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan, FPI dan pemerintah sama-sama rugi. Sementara itu, aktivis HTI justru akan bergembira, karena kesempatan merebut pemerintahan ada di depan mata. Kita, karenanya, mesti hat-hati dengan kelicikan mereka.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru