31.8 C
Jakarta

Akhir Karir Teroris (2): Tamatnya Aman Abdurahman dan Babak Baru JAD

Artikel Trending

Milenial IslamAkhir Karir Teroris (2): Tamatnya Aman Abdurahman dan Babak Baru JAD
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Bom Thamrin Jakarta, serangan di Mapolres Surakarta, bom Molotov di Samarinda, bom Kampung Melayu, kerusuhan di Mako Brimob, bom bunuh diri di Surabaya, dan bom bunuh diri Makassar adalah preseden buruk JAD yang semuanya tidak lepas dari pengaruh sang Singa Tauhid, Aman Abdurahman. Seperti ISIS, JAD menjadikan tauhid sebagai trajektori ideologis mereka sejak didirikan di Lapas Nusakambangan. Implikasinya jelas, seperti disinggung sebelumya, melegalisasi takfir mu’ayyan.

JAD, untuk diketahui, merupakan kelompok teroris paling aktif. Berdiri pada 2014 dan dinyatakan sebagai kelompok terlarang pada 2018, aksi-aksi JAD dalam empat tahun terakhir masih terbilang signifikan meski bersifat sporadis. Video Aman kemarin—salah satunya—mengkritik aksi sporadis tersebut sejak ia divonis mati. Secara psikologis dapat dimaklumi, Aman tidak ingin JAD melenceng dari pemikiran dirinya, sebab JAD merupakan jihad pengabdian terbesarnya.

Tokoh kunci lain JAD, seperti Marwan alias Abu Musa, sudah tidak ada. Zainal Anshori alias Abu Fahry masih mendekam di penjara. JAD yatim piatu, katakanlah begitu. Maka tidak heran ketika Aman memprotes para pengikutnya tentang jihad yang melibatkan perempuan dan anak-anak. Meski Aman sama sekali tidak mengubah pandangannya bahwa NKRI negara kafir dan aparat adalah antek-antek thaghut, ia ingin JAD tetap di khitah: militan, terstruktur, dan tidak menyalahi sunnah.

Boleh jadi juga, Aman mengkhawatirkan terpecahnya tanzhim-tanzhim awal yang melebur ke dalam JAD, yakni Forum Aktivis Syariat Islam (FAKSI) pimpinan Bachrumsyah alias Abu Muhammad al-Indonisi, Majalah Al-Mustaqbal pimpinan Tuah Febriansyah alias M Fachri, Al-Muhajirun pimpinan Rida Budi Susanto alias Keli alias Abu Sofi, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Gerakan Reformasi Islam (GARIS) pimpinan H. Chep Hermawan, dan lainnya, yang akan membuat JAD kehilangan ruhnya.

Yang jelas, Aman ingin JAD tetap eksis sebagai pendukung Daulah Islamiyah—ISIS. Kendati ia mungkin akan menemui ajal, misi penegakan Negara Islam tidak boleh ikut musnah. Aman sangat peduli pada JAD sekaligus cinta pada jemaahnya, dan berharap mereka tidak akan mengubah haluan perjuangannya. Bagi Aman, JAD, dan jemaahnya, NKRI tetap Darul Kufri, tetap harus diperangi. Aman ingin setelah ia wafat, JAD menjadi kuat kembali dan Daulah Islamiyah benar-benar tegak oleh para jemaahnya.

Aman dan JAD

Hubungan Aman dengan JAD tidak hanya sebagai kelompok teror dengan pendirinya. Aman direpresentasikan sebagai Singa Tauhid, sementara JAD sebagai implementasi ajaran tauhid itu sendiri. Para jemaah Aman banyak tersentuh melalui video nasihat yang beredar kemarin, dan mungkin akan menjadi titik tolak babak baru JAD ke depan. Prinsipnya, Daulah Islamiyah baqiyah wa yatamaddad, Negara Islam tetap bertahan dan akan melebarkan teritorinya.

Aman pernah membuat tiga agenda strategis untuk menguatkan eksistensinya, yaitu menginstruksikan aksi teror secara masif, membangun kamp militer, dan membangun komunikasi dan aliansi strategis dengan para pejuang Daulah Islamiyah. Aman yang memproyeksikan JAD sebagai ‘ISIS lokal’ dengan demikian memiliki peran besar terhadap aksi-aksi sporadis itu sendiri, seperti teror lone wolf. Namun, mengapa sekarang ia mengkritik aksi-aksi sporadis yang banyak diaktori JAD tersebut?

Ini mengindikasikan adanya strategi baru yang Aman ingin dilanjutkan para jemaahnya melalui JAD. Ia ingin jemaahnya melakukan jihad (terorisme?) dengan penuh strategi, tidak asal serang, tidak sporadis yang ujung-ujungnya mudah dikalahkan dan aksinya banyak yang aparat gagalkan. Para istri dan anak-anak mesti menjadi perhatian, yang banyak menderita dan terabaikan karena suami dan bapak mereka dipenjara, mati, atau dieksekusi. Aman ingin JAD memasuki babak baru.

Apakah dengan demikian Aman ingin menjadikan JAD seperti JI yang sistematis dan profesional? Tidak identik, tetapi dalam strategi, kurang lebih begitu. Artinya, jika jihad JI—yang berafiliasi dengan Al-Qaeda—menjadikan AS dan Salibis Barat sebagai target utama, JAD yang berafiliasi dengan ISIS akan tetap menjadikan aparat sebagai target primordial. Sasaran jihad JAD tetaplah Anshar Thaghut, sebagai konsekuensi ajaran tauhid Aman. Hanya saja, Aman ingin aksi yang tidak sporadis.

Dengan kata lain, Aman ingin jemaahnya, yang hidup di Darul Kufri Indonesia dalam kondisi lemah di satu sisi dan belum adanya Daulah Islamiyah di sisi lainnya, mengurungkan jihad gerilya dan memilih jihad sabar. Sama halnya ketika pra-hijrah, Nabi Saw. tidak memerintahkan jihad melawan kafir Quraisy dan umat Islam juga tidak memerangi mereka. Umat Islam berjihad melalui sabar, hijrah ke Madinah dan setelah Islam kuat baru Mekah ditaklukkan—Fathu Makkah. Aman ingin JAD juga seperti itu.

BACA JUGA  Kepala BNPT Instruksikan Lawan Ideologi Radikal, Emang Bisa?

Misi Baru JAD

Masalah utama jika JAD mempunyai misi baru untuk mengumpulkan kekuatan sebelum menaklukkan NKRI adalah siapa tokoh yang akan memimpin misi baru tersebut. JAD memang diproyeksikan sebagai ISIS lokal, tetapi ISIS sudah kehilangan kekuatannya sama sekali. Para dedengkot ISIS banyak yang mati, begitu juga para gembong JAD. Zaenal Anshori alias Abu Fahri, Amir Markaziah JAD yang menjabat sejak 2015 saat ini mendekam di penjara. Aman sendiri pun mungkin tidak lama lagi akan meninggal.

JAD secara de jure terlarang sejak 2018, dan Zaenal Anshori selaku Amir divonis tujuh tahun penjara. Artinya, tahun 2025 ia akan bebas. Loyalis Aman seperti Mashadi di Pekanbaru mustahil bergabung JAD karena fokus di pendidikan. Tokoh loyalis lainnya justru sudah pada mati di Suriah dan Khurasan, setelah mereka memutuskan hijrah pasca-peristiwa Thamrin. Dalam konteks misi baru JAD, haruskah tokoh luar seperti Abdullah Sonata dan Abu Umar alias Muhammad Ichwan alias Zulfikar diwaspadai?

Tidak perlu. Nama-nama tersebut tidak potensial. Para tokoh JAD saat ini tengah membicarakan Syaiful Anam alias Brekele alias Mujadid alias Abu Hatf Saifurrosul sebagai pengganti Aman. Brekele adalah orang Lampung yang pernah nyantri di pesantren Nurul Hadid Kuningan, dan menikah dengan perempuan asal Tawangmangu, Karanganyar. Brekele cukup produktif menulis dan bukunya beberapa sudah terbit. Anaknya, Hatf, usia 12 tahun, alumni pesantren Ibnu Mas’ud Bogor, hijrah ke Suriah dan tewas di sana.

Brekele saat ini mendekam di Lapas super maximum security Karanganyar Nusakambangan atas kasus teror bom Pasar Tentena Poso, dengan vonis 18 tahun, ekspirasi tahun 2024.  Brekele sangat potensial dan diproyeksikan untuk menggantikan Aman karena intensitas komunikasinya dengan Abu Yusuf alias Mustaqim, eks-napiter kasus Latmil Aceh yang kini mendirikan Rumah Al-Qur’an di Lampung. Abu Yusuf ini merupakan seniornya Syaiful Anam, dan keduanya sama-sama kader tulen JI yang memberontak sistem JI karena ekstrem (al-ghuluww). Dibanding Zaenal Anshori pun, Brekele lebih kuat karena alumni pesantren.

Pada saat yang sama, beberapa tokoh JAD di Bima, Solo, Makassar, dan Kalimantan, menyeru agar pernyataan Aman di video kemarin dipahami sebaliknya, mengingat ia tengah dalam tekanan Anshar Thaghut. Jika Aman melarang jihad, maka artinya mewajibkan jihad. Sebagian lain ada yang menyeru agar memaklumi, karena Aman dalam kekuasan kafir, namun kewajiban jihad tetap fardhu ‘ain. Sebagian lain lagi merespons bahwa fatwa ulama yang sudah melanggar syariat, siapa pun ia termasuk Aman yang mendirikan JAD, maka fatwanya dianggap batil dan tidak boleh diikuti.

Melihat fakta-fakta tersebut, maka misi baru JAD seperti yang Aman inginkan tampaknya tidak akan berjalan mulus. Konsekuensi terburuknya ialah terpecahnya JAD secara struktural maupun gerakan. Pertama, yang menganggap Aman melenceng dari khitah JAD dan tetap memakai cara gerilya sporadis—sebagaimana JAD selama ini. Kedua, yang mengikuti instruksi Aman lalu merestrukturisasi JAD dan mensistematisasi gerakan mereka, namun tidak akan sama dengan JI. Ketika Aman tamat, penggantinya akan memilih salah satu atau bahkan menyatukan keduanya.

Yang jelas, petualangan jaringan Aman sepertinya akan habis bersama matinya Aman. Yang tersisa adalah pemikiran Aman tentang tauhid, akan jadi anutan yang terus berkembang dan menginspirasi semua kelompok teror di Indonesia, dan tentu saja menuntun JAD untuk senantiasa menjadi jihadis yang memerangi Anshar Thaghut, yakni aparat kepolisian. Misi baru JAD hanya akan berkutat di strategi, dan babak baru setelah tamatnya Aman mungkin hanya melahirkan faksi-faksi yang sama sekali tidak mendekonstruksi identitas awal JAD dan Aman itu sendiri.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru