26.5 C
Jakarta

AI Dukung Moderasi? Jawaban Mengejutkan Ini Akan Membuat Kelompok Radikal Malu!

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanAI Dukung Moderasi? Jawaban Mengejutkan Ini Akan Membuat Kelompok Radikal Malu!
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com Akhir-akhir ini, dunia sedang dihadapkan dengan AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan. AI ini bisa dibilang mampu bekerja seperti manusia, bahkan lebih. Ketika AI ditanya apa pun, ia akan menjawab dengan jawaban yang masuk akal dan cepat. Kecepatan dan ketepatan dalam memberikan jawaban jelas menunjukkan bahwa kehadiran AI mencuri perhatian banyak orang. Banyak orang mulai berpikir dengan pesimis, “Apakah AI akan menggantikan posisi manusia?”

Banyak orang yang mulai tertarik mendekati AI, baik sebagai mentor maupun sebagai budak. Maksudnya, AI yang dijadikan sebagai mentor akan selalu menjadi tempat belajar apa pun yang dibutuhkan. Dengan demikian, jawaban yang disuguhkan AI banyak membantu orang keluar dari masalah yang menjeratnya. Sebaliknya, orang yang menjadikan AI sebagai budak selalu memperlakukan AI sebagai objek yang diperintah, termasuk melakukan apa pun yang diinginkan.

Dalam tulisan ini, saya tertarik untuk menelusuri ideologi AI. Apakah AI mendukung moderasi atau justru sebaliknya, membenarkan radikalisme? Jika AI mendukung moderasi, maka ia layak dijadikan mentor. Namun, jika AI membenarkan radikalisme, jelas ia merupakan ancaman terhadap eksistensi manusia dan negara.

Ketika saya mencoba bertanya kepada AI dengan pertanyaan, “Apakah kamu membenarkan radikalisme?” Ia menjawab begini: “Tidak, saya tidak membenarkan radikalisme dalam bentuk apa pun.” Kemudian, ia memberikan alasan: “Radikalisme dapat menyebabkan kekerasan, perpecahan, dan penghancuran hak asasi manusia.” Sampai di sini, saya senang karena AI masih berpikir benar.

Sekelas AI yang diciptakan manusia masih mampu berpikir bijak. Tentu, kelompok radikal seperti ISIS, HTI, dan lain sebagainya harus malu mendengar atau membaca jawaban tegas AI bahwa ia tidak berpihak pada radikalisme. Bahkan, mereka harus malu disebut-sebut oleh AI karena gemar melakukan kekerasan, perpecahan, dan penghancuran hak asasi manusia.

Lebih dari itu, jika ditanya kepada agama, jelas tindakan kekerasan, memecah-belah umat, dan menghancurkan hak asasi manusia adalah perbuatan yang dilarang. Tindakan kekerasan ini berlawanan dengan sikap lemah lembut yang ditekankan dalam agama. Bahkan, Nabi Muhammad Saw. diingatkan dalam Surah Ali Imran ayat 159 untuk tidak melakukan kekerasan terhadap umatnya. Sebab, jika beliau keras, beliau akan ditinggalkan atau dijauhi sehingga dakwah tidak mampu menggugah hati umatnya.

BACA JUGA  Refleksi Akhir Tahun 2024: Tiga Dosa Digital yang Harus Kita Tinggalkan Sekarang Juga!

Mengenai perbuatan memecah-belah umat, Islam tegas melarangnya. Masih ingat pesan Allah dalam Surah Ali Imran ayat 103: “Berpegang teguhlah terhadap agama Allah dan jangan sampai berpecah-belah?” Ayat ini jelas melarang tindakan yang berpotensi menimbulkan perpecahan, seperti aksi-aksi radikal yang dikemas dengan ujaran kebencian, takfir, hingga aksi-aksi terorisme.

Kemudian, yang lebih parah, radikalisme disebut sebagai paham yang dapat menghilangkan hak asasi manusia. Ingat bahwa semua manusia punya hak. Anak memiliki hak yang harus dipenuhi oleh orang tua, begitu pula sebaliknya. Perempuan memiliki hak yang harus dipenuhi oleh laki-laki. Misalnya, dalam QS. At-Tahrim: 6, disebutkan bahwa anak memiliki hak untuk dididik dengan baik oleh orang tuanya agar mereka selamat dari siksa neraka. Siksa neraka ini bisa kita pahami sebagai kegagalan masa depan anak.

Lalu, AI mendukung siapa? AI menjawab bahwa ia mendukung: “1. Toleransi dan inklusi. 2. Dialog terbuka dan saling menghormati. 3. Pendidikan yang moderat dan objektif. 4. Keadilan dan kesetaraan. 5. Perlindungan hak asasi manusia.” Beberapa hal yang didukung ini adalah implementasi dari nilai-nilai moderat. Artinya, AI mendukung moderasi.

Dukungan AI terhadap nilai-nilai moderat secara tidak langsung sepemikiran dengan perjuangan Pusat Studi Al-Quran (PSQ) yang didirikan oleh Prof. Quraish Shihab. Bisa jadi kesamaan pemikiran ini dibangun karena AI pernah berguru kepada Prof. Quraish Shihab. Bisa jadi, AI memiliki guru lain yang berpikir moderat. Namun, AI jelas bukan peserta Daurah Tafsir atau PPL di lembaga Prof. Quraish Shihab. Sebab, saya sebagai mentor di sana tidak pernah berjumpa dengan AI sebagai peserta Daurah Tafsir.

Sebagai penutup, AI masih mampu menggunakan akal sehatnya sehingga tidak terjebak dalam paham radikal. AI dengan tegas memperlihatkan dirinya sebagai bagian dari kelompok moderat. Masihkah kita berpikir negatif terhadap AI? Lalu, kita akan menjadikan AI sebagai apa? Mentor, kah? Atau budak yang hanya diperintah saja?

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru