31.4 C
Jakarta
Array

Agar Ibadah Tidak Kering

Artikel Trending

Agar Ibadah Tidak Kering
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebagian orang menolak tasawuf hanya karena nama tasawuf tak pernah dikenal pada zaman Nabi Muhammad, hingga praktik-praktik tasawuf dianggap bid’ah-sesat-neraka. Entah sebagian dari mereka itu paham atau tidak bahwa sebagian besar istilah-istilah agama yang berseliweran di sekeliling kita, tak ada di zaman Nabi: partai islam, hotel syar’i, bank syar’i hingga kolam renang syar’i dan lain-lain.

Orang-orang alergi dengan istilah-istilah baru, abai dengan esensinya. Istilah syar’i-syar’i merupakan bagian dari fenomena tersebut.

Memang, tasawuf-sufi tak pernah ada di zaman nabi, namun nilai-nilai dasarnya sangat melekat pada kehidupan nabi dan para sahabatnya, seperti hidup sederhana, berhenti sebelum kenyang, makan-minum dalam keadaan duduk, dan lain-lain.

Istilah sufi pertama kali dinisbatkan kepada nama adalah Abu Hasyim As-shufi (w. 105 H). – Muhaqqiq, Risalah Alqusyairiyah, h. 6

Terkait dengan asal muasal kata tasawuf, ulama tak ada yang mujma’ alaih dari mana kata tersebut, beberapa istilah yang dimunculkan berasal dari kata ahlus sufah (Arab: sahabat nabi yang tinggal di serambi masjid), sophos (Yunani: kebijaksanaan), shaff (Barisan dalam shalat), shuff (Arab: kain wol) dan shufi (Arab: disucikan).

Tasawuf merupakan sebuah cabang ilmu yang terintegrasi dengan nilai-nilai ihsan, sebagaimana Nabi menjelaskan bahwa ihsan adalah “Beribadah kepada Allah seolah-olah kita melihat Allah, jika tidak, minimal kita merasa bahwa Allah sedang mengawasi kita”

Habib Zain bin Smith dalam salah satu karyanya menyebutkan bahwa Tasawuf adalah akhlak yang baik: meninggalkan akhlak buruk dan melakukan akhlak yang baik. Akhlak yang baik merupakan hal sangat penting dalam beragama, sebagaimana Nabi pernah mengatakan “Sesuatu yang paling memberatkan timbangan seorang mukmin kelak di hari kiamat adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud, 4799) pada hadis lain menyebutkan bahwa “Orang mukmin yang mempunyai akhlak baik, derajatnya sama dengan orang yang berpuasa dan shalat.” (HR. Abu Dawud, 4798).

Merujuk hal di atas, bisa dijadikan sebagai landasan bahwa jika kita rajin melakukan shalat dan puasa misalnya, namun secara tingkah laku tetap saja buruk, maka ibadah kita adalah ibadah kering, tak ada pengaruhnya (atsar) bagi tingkah laku kita.

Lalu apa tingkah laku buruk di zaman edan seperti sekarang?. Banyak, misalnya menyebarkan hoaks, merusak ketentraman orang lain, berkata kasar dan buruk, merusak kedamaian, dan mengolok-olok orang lain.

Jika kita tetap saja melakukan hal yang buruk, maka bisa dipastikan kita belum bisa merasa diawasi oleh Allah, artinya nilai ihsan hanya sebatas teori saja. padahal antara Iman, Islam dan Ihsan harus dilakukan secara berbarengan, bukan sepenggal-sepenggal.

Bukankah, batas aurat laki-laki dalam syariah fikih hanya menutupi pusar hingga lutut?, namun kenapa kita selalu berpakaian lebih dari itu, bahkan memakai minyak wangi, sorban, gamis, dan aksesoris lainnya?.

Sebab kita tak cukup memakai fikih saja, kita harus bertasawuf, yakni berakhlak baik kepada Allah dengan memakai pakaian yang bersih, indah dan wangi.

 (Qowim Musthofa, dosen muda yang masih nyantri, tinggal di Bantul)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru