30.1 C
Jakarta
Array

Adakah Orang yang Benar-Benar Soleh?

Artikel Trending

Adakah Orang yang Benar-Benar Soleh?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setiap orang tua melahirkan anak pasti menginginkannya menjadi anak yang soleh-solehah serta berbakti kepada kedua orang tua. Orang beriman pun ketika akan menikah, pasti juga mengharapkan calon isteri atau calon suami yang soleh ataupun solehah. Begitu pula dengan calon mertua yang beriman. 

            Jadi bagaimana sebetulnya seseorang yang soleh dan solehah itu? Apakah muslimah yang berkerudung dan berpakaian lebar, atau muslim yang berjenggot? Atau ia yang rajin pergi ke masjid dan majelis-majelis ilmu? Atau mereka yang melantunkan Al-Quran dengan indah dan menghafal 30 juz dalam Al-Quran? Atau yang paling lama belajar ilmu agama di pesantren, berdakwah di berbagai daerah, pergi haji dan umroh hampir setiap tahun, mendirikan banyak masjid dan pesantren, dan masih banyak stigma yang dilekatkan pada istilah “soleh dan solehah”.

            Manusia dan jin diciptakan di muka bumi tidak lain adalah untuk menyembah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sementara peran yang diemban manusia adalah sebagai khalifah fil ardh yang bertanggungjawab memakmurkan kehidupan di muka bumi. Manusia hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya dalam kerangka kehidupan sehari-hari. Maka sebagai bentuk persembahan-Nya kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia wajib memuliakan makhluk hidup lainnya yang hidup berdampingan dengannya. 

         Setiap muslim dan mukmin pasti berkeinginan menjadi seorang yang soleh atau solehah. Pertanyaannya, adakah orang yang sudah soleh sepenuhnya? Dan siapakah yang berhak melabeli bahwa seseorang soleh atau tidak? Hakikatnya, tidak ada manusia yang benar-benar soleh maupun solehah. Pemahaman bahwa seseorang telah mencapai kesolehan seutuhnya tidaklah benar. Hal tersebut justru bisa menjadi penghambat bagi prosesnya menuju kesolehan. Karena sejatinya setiap manusia itu selalu berusaha mencapai kebaikan, dari kebaikan satu ke kebaikan lainnya. Tidak ada manusia yang telah mencapai kebaikan seutuhnya. 

            Manusia adalah makhluk sosial, ia selalu bergantung kepada makhluk lainnya. Manusia membutuhkan manusia lainnya untuk memberi maupun menerima. Dalam Islam, kita mengenal dua konsep arah hubungan manusia. Yaitu konsep hablum minallah dan hablum minannas. Hablum minallah berarti hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Konsep hubungan vertikal ini tidak melulu terbatas pada persoalan ibadah mahdhoh atau yang bersifat ‘ritual’ saja, seperti shalat, puasa, zakat, haji, atau tilawah. Sementara kita sering lupa bahwa segala sesuatu itu tergantung pada niatnya, dan sepanjang niat kita adalah untuk mencari Ridho Allah SWT maka Insya Allah akan bernilai ibadah juga. 

            Hablum minallah itu cenderung lebih mudah dilakukan karena sifat Allah yang absolut, segala ketetapannya adalah kepastian, semua perintah dan larangan dapat kita ketahui dari Firman-Nya dalam Al-Quran. Hanya alur skenarionya saja yang tidak dapat kita duga-duga. Hablum minannas itu lebih sulit untuk dilaksanakan karena kita berhadapan dengan sesuatu yang sama sekali tidak pasti. Itulah manusia, dari sekian juta populasi manusia masing-masing memiliki karakteristik, identitas, dan kepribadian yang berbeda-beda. 

            Dalam melakukan kegiatan sosial, menahan amarah dan mudah memaafkan orang lain adalah kunci. Kedua sikap tersebut adalah diantara bentuk pengendalian diri dan emosi, mengubah sikap egoisme menjadi altruisme. Kita mungkin pernah disakiti dan dizalimi oleh orang lain, namun hal tersebut bukan berarti kita bisa membenarkan bahwa segala perkataan dan perilakunya adalah salah di mata kita. Apa artinya kita melakukan ibadah mahdhoh sebanyak-banyaknya, sementara masih ada dengki dan kebencian di hati kita? Apa artinya kita sedekah setiap hari ke masjid dan lembaga zakat, sedangkan kita masih nyinyir dengan keberadaan pengemis dan semacamnya, bahkan enggan membantu ketika kerabat dekat tertimpa musibah? 

            Seorang yang soleh ataupun solehah bukan mereka yang paling ‘terlihat’ alim dan paham agama. Seorang yang soleh tidak pernah merasa benar, melainkan selalu berusaha mencari kebenaran. Seorang yang soleh tidak pernah menganggap dirinya sudah baik, tetapi terus berusaha untuk menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Marilah kita saling mengingatkan dalam kebaikan, kesabaran dan kedamaian. 

Wallahu a’lam bis showab.

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru