29.7 C
Jakarta
Array

Ada Ribuan Anak Eks Anggota ISIS di Irak-Suriah, Diterima atau Ditolak?

Artikel Trending

Ada Ribuan Anak Eks Anggota ISIS di Irak-Suriah, Diterima atau Ditolak?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. London-Ribuan anak dari seluruh dunia yang tetap terjebak di Suriah menghadapi masa depan yang tidak pasti dan berbahaya, demikian diperingatkan sebuah organisasi kemanusiaan.

Save the Children menemukan lebih 2.500 anak-anak dari 30 negara di tiga kamp saja.

Mereka dipisahkan dari penghuni kamp lainnya, di daerah terpisah dengan perempuan asing yang diduga mantan anggota kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS).

Peringatan dikeluarkan sementara perdebatan tentang langkah yang perlu diambil terhadap mereka terus berlanjut.

Masalah ini mengemuka setelah sejumlah perempuan mengatakan mereka menyesalkan tindakan mereka dan ingin kembali ke negara asalnya, termasuk ke Inggris, Amerika Serikat dan Prancis, agar mereka dapat membesarkan anak dengan damai.

Sebagai jawabannya, Inggris dan AS melarang dua ibu untuk kembali.

Tetapi apa artinya bagi anak-anak mereka dan ribuan lainnya – sebagian baru berumur beberapa hari – yang terjebak dalam perang internasional?

Bagi kebanyakan dari mereka, jawabannya sebenarnya sudah jelas.

“Ada tanggung jawab moral bagi setiap negara untuk menerima anak-anak ini,” kata Usama Hasan, kepala kajian Islam di lembaga Quilliam International.

Seberapa banyak?

Tidak diketahui secara jelas jumlah anak-anak itu.

Menurut laporan tahun 2018 dari International Centre for the Study of Radicalisation (ICSR), paling tidak terdapat 3.704 anak kelahiran asing yang dibawa orang tua atau pengasuh mereka ke daerah ISIS, termasuk 640 dari Prancis, paling tidak 350 orang dari Rusia dan hampir 400 dari Maroko.

Ratusan anak-anak ini diketahui telah kembali ke negara asalnya.

Yang lainnya kemungkinan meninggal di wilayah ISIS.

Tetapi seperti yang terungkap dari kasus remaja Shamima Begum dari Inggris dan perempuan AS, Hoda Muthana, kebanyakan perempuan dan pria yang mendatangi Suriah dan Irak juga melahirkan anak sejak kedatangan mereka.

ICSR mengatakan pada bulan Juli pihaknya memastikan kelahiran 730 anak dari 19 negara. Meskipun demikian, sejumlah laporan yang tidak diverifikasi menyebutkan angkanya adalah 5.000 anak.

Di mana anak-anak ISIS sekarang?

Sulit mengatakan tepatnya lokasi mereka. Pertama karena mereka paling tidak berada di dua negara: Suriah dan Irak.

Keadaan kamp di Suriah bagian utara terutama sangat buruk, kata Save the Children.

Karena anak-anak ini diasingkan bersama-sama dengan orang-orang yang diduga mantan anggota ISIS, mereka sering kali tidak mendapatkan makanan dan perawatan kesehatan yang diperlukan.

Tetapi lebih dari itu, sejumlah laporan dari dalam kamp menyampaikan gambaran suram intimidasi dan ketakutan.

“Kami berpikir akan menempatkan mereka (perempuan asing) bersama-sama dengan warga Suriah dan Irak, agar mereka dapat beradaptasi,” direktur kamp Kurdi di Suriah bagian utara mengatakan kepada France24 pada Februari.

“Tetapi mereka kasar, mereka membakar sejumlah tenda Suriah, mereka menyebut pihak lain kecoa, kafir. Mereka memandang dirinya sebagai Muslim yang sebenarnya, satu-satunya. Jadi kami harus memisahkan mereka.”

Para perempuan “kejam” ini terus melakukan teror di daerah terpisah mereka: wartawan kemudian ditunjukkan sisa-sisa tenda yang dibakar.

“Satu orang anak meninggal,” kata seorang perempuan asing ke kamera, mengambil sisa-sisa terpal yang hangus.

Anak-anak asing berumur sembilan tahun diajukan ke pengadilan di Irak, sementara ratusan lainnya diketahui dipenjara dengan ibu mereka yang sedang diadili terkait dengan peran mereka di ISIS.

Ini mendesak berbagai negara untuk merepatriasi anak-anak sesegera mungkin.

“Semua anak yang diduga atau memang berkaitan dengan ISIS adalah korban konflik sehingga harus diperlakukan seperti itu,” kata Kirsty McNeill dari Save the Children.

Apa yang dilakukan negara untuk memulangkan mereka?

Sampai sejauh ini, hanya sedikit anak asing yang dikembalikan.

Tetapi meskipun terdapat sejumlah hambatan dalam memulangkan mereka, seperti identifikasi, pemerintahan di dunia dituduh menunda hal ini agar tidak perlu mengambil keputusan yang sulit.

Sementara itu, sejumlah keluarga mereka yang masih tinggal di negara asal telah menawarkan untuk menerima anak-anak ini.

Di Rusia terdapat lebih dari 100 anak yang telah dibawa pulang ke anggota keluarganya, sebagian atas permintaan orang tua mereka yang dipenjara. Penerbangan terakhir membawa 30 anak dan Rusia berencana membawa 40 anak lagi bulan ini.

Tanya Lokshina, direktur Human Rights Watch untuk Eropa dan Asia Tengah mengatakan kepada Bloomberg pada permulaan bulan Februari bahwa ini adalah “program paling aktif, mengembalikan orang yang dipenjarakan dari Irak dan Suriah.”

Tetapi di negara-negara lain, keluarga harus berjuang untuk mendapatkan cucu atau keponakan mereka dari Irak dan Suriah.

Di Belgia, seorang perempuan bernama Fatiha mengatakan kepada Washington Post bahwa dia siap menerima enam cucunya yang masih kecil.

Meskipun demikian mereka tetap berada di kamp di Suriah bagian utara, sementara pemerintah Belgia berusaha mencegah ibu mereka untuk kembali.

Seperti sejumlah negara lain, termasuk Rusia, Belgia menyatakan siap menerima anak kecil tetapi kemungkinan besar menolak orang tua mereka.

Menteri Dalam Negeri Inggris, Sajid Javid mengusulkan Inggris – yang menurut ICSR baru mengembalikan empat anak sampai bulan Juli 2018 – untuk menerapkan kebijakan yang sama ketika dia menegaskan pencabutan kewarganegaraan Begum tidak berlaku bagi anak laki-lakinya yang baru lahir.

“Anak-anak seharusnya tidak menderita, jadi jika orang tua kehilangan kewarganegaraan Inggris ini tidak mempengaruhi anak mereka,” katanya.

Tetapi Save the Children memperingatkan memisahkan anak dari ibu mereka juga dapat merusak.

“Kami meyakini kepentingan terbaik anak yang harus diprioritaskan dan ini berarti anak dan ibu seharusnya tetap bersama sebisa mungkin,” kata McNeill.

Sejumlah negara mulai mengubah posisinya.

Prancis baru saja merepatriasi anak kasus per kasus, tetapi negara itu menyatakan sekarang sedang mempertimbangkan untuk memproses anggota ISIS di negaranya.

Apakah berbahaya mengembalikan anak-anak?

Kemungkinan itu ada, kata Gina Vale, salah satu penulis kajian ICSR.

“Anak-anak, terutama anak laki-laki telah mengalami indoktrinasi dan pelatihan perang dan militer intensif di dalam wilayah ISIS sejak sangat kecil,” katanya.

Meskipun demikian, kekhawatiran ini seharusnya ditangani satu per satu. Tambahan lagi, dia memperingatkan tidak membawa pulang anak kemungkinan akan lebih buruk dalam jangka panjang.

“Bagi bayi ISIS dan anak yang lebih tua begitu dikaitkan dengan ISIS, stigmatisasi dan pengasingan masyarakat dapat menciptakan perasaan tercabut dan berbagai keluhan, yang jika tidak ditangani dengan baik, berkemungkinan memicu radikalisasi orang yang rentan di masa depan,” katanya.

“Adalah sangat penting bagi pemerintahan asing, termasuk Inggris, untuk melakukan kewajiban mereka memelihara warganya dan menerapkan pendekatan berdasarkan hak asasi manusia terkait dengan repatriasi dan rehabilitasi.

“Tanpa hal ini, terdapat risiko serius berlangsungnya atau bahkan memburuknya siklus kekerasan jihadis, radikalisme dan ketidakstabilan generasi selanjutnya,” kata Vale.

Sumber: Detik.com

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru