31 C
Jakarta

ACT: Menyelamatkan Umat dari Kejahatan Lembaga Amal

Artikel Trending

EditorialACT: Menyelamatkan Umat dari Kejahatan Lembaga Amal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. ACT yang dikenal umat sebagai lembaga filantropi, ternyata memiliki borok. Diketahui bahwa ACT memakai dana sumbangan umat untuk membiayai para pengelolanya untuk hidup foya-foya dengan jumlah yang sangat besar.

Dana yang masuk setiap bulannya pada ACT sekitar 60 miliar. Tapi ACT memotong dengan mencapai hingga 20%. Menurut informasi donasi yang terkumpul itu, langsung dipangkas/dipotong oleh pihak ACT sebesar 10-20 persen (Rp 6-12 miliar) untuk keperluan pembayaran gaji pengurus dan masuk ke kantong petingginya. Menurut undang-undang yang berlaku, pemangkasan tersebut sudah berada di luar kewajaran.

Mengenai pemakaian uang sendiri, ACT mengaku, sejak 2017 hingga 2021, sebanyak 13,7% dana donasi mereka pakai untuk membiayai operasional, termasuk gaji dan tunjangan pegawai. Padahal, menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan pada Pasal 6 ayat (1), pembiayaan usaha pengumpulan donasi hanya boleh maksimal 10% dari dana sumbangan.

Artinya, ACT sebenarnya telah mengetahui bahwa memakai dana umat dengan jumlah besar adalah pelanggaran berat. Tapi mereka tetap memaksakan diri karena satu alasan, mereka rapi dalam manajemannya dan tidak bakal diketahui boroknya. Dan menurut informasi, ACT memang betul-betul pinter dalam menyembunyikan kelicikannya. Terbukti, laporan keuangan ACT meski rutin diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).

Di sinilah ganjalnya. ACT yang telah benar-benar melanggar peraturan filantropi, Peraturan Pemerintah (PP) No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan pada Pasal 6 ayat (1), tapi masih diberikan predikat yang memuaskan, seolah tidak terjadi apa-apa. Artinya, di sini yang bermain bukan cuma pihak ACT, tatapi juga para akuntan yang mengaudit keuangan ACT.

Jika ACT bermasalah dalam segi undang-undang mengapa masih diberikan predikat WTP yang memuaskan? Oleh sebab itu, penagak hukum harus mengusut tuntas tidak hanya pada masalah ACT saja, melainkan kepada akuntan yang memberikan predikat WTP kepada lemabaga filantropi termaksud.

Kemungkinan mereka bekerjasama untuk sama-sama menutupi boroknya. ACT ingin terus berdaya tetapi dengan memanfaatkan dana umat untuk syahwat fulus dan foya-foya, sedang akuntan memberikan nilai baik, agar dapat kecipratan dari dana umat tersebut. Bisa jadi?

BACA JUGA  Tutup Pintu Konten Radikal Melalui Sanksi Hukum

Maka itu, penegak hukum harus cepat mengusut ACT dan akuntan tersebut. Para akuntan ini harus komperatif dan berkata sejujur-jurunya demi umat. Mengapa ia tega memberikan predikat WTP padahal ACT memiliki pelanggaran berat dalam segi kebijakan.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa terlalu banyak kasus jual-beli predikat WTP, untuk perkara-perkara tindak pidana korupsi dan untuk menutupi jejak-jejak penyelewengan pada sebuah lembaga. Hal ini barangkali yang terjadi pada lembaga seperti Aksi Cepat Tanggap ini.

Belum lagi, ternyata ACT memiliki borok yang lain. ACT ternyata pernah melakukan pelanggaran dalam kerjasama. Lembaga ini pernah bertransaksi dengan pihak-pihak yang terlibat terorisme. Menurut laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mengungkapkan temuan transaksi mencurigakan rekening ACT, yakni sebagian dana, mengalir ke negara-negara berisiko tinggi pendanaan terorisme.

Bahkan, ada aliran dana dari karyawan ACT ke penerima yang diketahui pernah ditangkap pemerintah Turki karena terafiliasi jaringan terorisme Al-Qaedah. Temuan-temuan tersebut telah dilaporkan ke Densus 88 Antiteror dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Tapi lagi-lagi, ACT masih mendapatkan predikat lembaga yang baik oleh akuntan publik. Aneh, bukan?

Dari fenomena ini, tidak ada yang perlu dipertahankan dari ACT. Meski mantan presiden Ahyudin mangkir dan berkata siap berkorban dan dikorbankan demi lembaga tipu-tipu ini, ACT tetap harus dibubarkan. Pengurusnya juga harus diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Mereka tidak seharusnya dikasih kesempatan lagi untuk mengelola lembaga, apalagi lembaga semacam filantropi kembali. Maka sudah benar jika Kementerian Sosial mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang milik ATC pada 5 Juli 2022.

Memberikan sangki dan membubarkan ACT adalah langkah yang tepat untuk menyelamatkan umat dari tipu daya lembaga amal di Indonesia. Dari kasus ini, ACT sebenarnya, bukan lembaga amal yang rela berkorban atas dasar kemanusiaan, tapi ia rela menjual kemanusiaan atas dasar kerakusan. Untuk pembaca Harakatuna, mari selamatkan umat dari tipu daya lembaga amal seperti ACT ini!

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru