29.7 C
Jakarta

Abdul Mu’ti Sebut Pemuda Miskin Ilmu Pengetahuan Mudah Terpapar Radikalisme

Artikel Trending

AkhbarNasionalAbdul Mu’ti Sebut Pemuda Miskin Ilmu Pengetahuan Mudah Terpapar Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta — Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebut pemahaman ekstrimisme dan radikalisme beragama di kalangan pemuda tidak efektif dengan pendekatan militeristik.

Abdul Mu’ti menawarkan dua solusi kultural bagi pemerintah maupun kelompok masyarakat. Solusi ini menurutnya lebih efektif menahan laju ekstrimisme.

Pertama, Abdul Mu’ti mengusulkan agar narasi terkait moderasi beragama selalu masif dalam jumlah melimpah. Tentu dengan pengemasan yang sederhana, mudah dan memiliki pesan kuat yang membekas.

Kurangnya ilmu terhadap akses pemahaman yang benar mengakibatkan seseorang terjerumus pada pemahaman sempit yang lepas dari konteks hukum, sejarah, konteks ruang, dan konteks tempat.

“Akhir-akhir ini para pelaku bukan dari kelompok (ekonomi) yang tidak beruntung, karena itu bisa muncul dari ideologi tertentu. Banyak orang yang menjadi dongkol, karena pemahaman agamanya dangkal. Kalau pemahaman agamanya luas, Insyaallah dia tidak mudah dongkol. Karena dia bisa melihat sesuatu dari banyak arah,” jelas Mu’ti. Hal ini ia sampaikan melalui kanal YouTube Catatan Najwa di Narasi TV, Senin (12/4/2021).

Pemerintah Perlu Cara Baru Tangkal Radikalisme

Tak sampai disitu, Abdul Mu’ti juga mengusulkan agar pemerintah maupun unsur publik memperbanyak fasilitas berbasis minat atau hobi yang menumbuhkan interaksi sosial.

Usulan ini terutama melihat pada fakta bahwa hampir seluruh ekstrimis adalah orang-orang yang dikenal sebagai orang yang menutup diri dari pergaulan dengan masyarakat.

BACA JUGA  Kemenag Ajak Khatib Jumat Sampaikan Pesan Persaudaraan

“Dalam banyak hal, orang itu menjadi ekstrim karena ruang aktualisasinya kurang. Karena itu yang berkaitan dengan olah rasa, olah raga dan olah fikir ini perlu kita berikan ruang yang lebih banyak,” usulnya.

“Karena kalau ruang aktualisasi ini kita buka, kemudian ruang pertemuan dengan sebanyak mungkin orang dengan latar belakang yang berbeda kita berikan kepada generasi muda, saya kok punya keyakinan pendekatan sosial seperti ini akan punya dampak terhadap munculnya generasi yang terbuka,” sambung Mu’ti optimis.

Bahaya Ekstremisme dan Inklusivisme

Menurutnya, inklusivisme itu dalam banyak studi. Namun banyak sebagian dari cara mereduksi ekstrimisme dan inklusivisme. Dan itu bisa kita bangun dengan pendekatan-pendekatan yang bersifat sosial. Sehingga semangat kekeluargaan dan upaya untuk menginklusi siapapun menjadi salah satu cara yang bersifat kultural.

Dua hal di atas yakni memperluas akses pengetahuan dan pergaulan. Abdul Mu’ti meyakini ini mampu menjadi salah satu cara paling efektif. Sebab, kurangnya dua hal tersebut mengakibatkan para pemuda terjerumus pada pemahaman radikal dan ekstrim.

“Kurang ilmu itu karena kurang baca, kemudian kurang ilmu karena kurang gaul, makanya kurang ilmu dan kurang gaul jadinya kurang ajar,” tegas Mu’ti.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru