34.1 C
Jakarta

Sebenarnya Jihad yang Dibenarkan Agama, Bagaimana Sih?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanSebenarnya Jihad yang Dibenarkan Agama, Bagaimana Sih?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Aksi terorisme itu sejatinya berasal dari kesalahan memahami jihad dalam Al-Qur’an. Pelaku kejahatan ini memahami jihad sebatas peperangan, senjata, darah, dan kematian. Perintah berjihad dimaknai sebagai perintah memerangi orang-orang kafir dan orang-orang munafik sampai mereka masuk Islam.

Pemahaman jihad semacam itu jelas tidak dibenarkan. Jihad tidak hanya berarti berperang secara fisik dengan mengangkat senjata, tetapi mempunyai yang luas. Perang hanyalah satu dari sekian bentuk jihad yang dilakukan dalam kondisi tertentu. Jihad secara etimologis dapat dipahami dari dua sisi: Pertama, jihad yang mengandung arti “kesulitan” dan “kesukaran”, karena ia merupakan aktivitas yang sangat menyulitkan dan sukar dilakukan. Kedua, jihad berarti “kemampuan”, sebab jihad mengerahkan segala kemampuan untuk melakukan perbuatan demi mencapai tujuan tertentu.

Ar-Raghib al-Ashfahani membagi jihad menjadi tiga macam: jihad menghadapi musuh yang nyata, jihad menghadapi setan, dan jihad memerangi hawa nafsu. Jihad yang pertama hanya tertuju pada orang-orang yang memusuhi Islam, yaitu orang-orang kafir atau orang-orang munafik. Allah memerintah kepada Nabi untuk bersikap keras terhadap mereka. (baca QS. at-Taubah: 73).

Pertanyaannya, bagaimana jika ada orang-orang kafir yang tidak memusuhi Islam? Mereka hidup berdamai dengan pemeluk semua agama, termasuk Islam, apakah masih diwajibkan memerangi mereka? Tentu, ketika mereka berdamai atau mereka tidak menggangu kehidupan orang Islam, makan perang tidak boleh dilakukan. Karena, sejatinya perang ini dilakukan hanya untuk mencegah serangan orang yang bersikeras menyerang.

Perang melawan setan juga dibenarkan dalam agama Islam. Setan merupakan sumber kejahatan. Pekerjaannya menggoda dan merayu manusia. Yahya bin Mu’az ar-Razi menyebutkan, “Setan itu penganggur. Ia mempunyai banyak waktu untuk menjalankan rencananya. Sedang, engkau selalu sibuk sehingga lalai mengawasi rayuannya.”

BACA JUGA  Tafsir Lingkungan di Tengah Kebijakan Penguasa

Setan, sebut al-Ghazali, hendaknya diperangi sampai mereka kalah dan takluk. Jika tidak, maka setan akan mengbinasakan dan menghancurkan manusia. Allah menegaskan kepada manusia untuk melihat setan bukan sebagai teman, tetapi sebagai musuh. (baca QS. Fatir: 6). Bahkan, peringatan Allah ini juga disinggung dalam surah lain, yaitu surah Yasin ayat 60.

Pada kesempatan yang lain, al-Ghazali menjelaskan langkah-langkah untuk memerangi setan. Pertama, mengerahkan segala tenaga untuk melawan dan menolaknya. Lawan setan dengan pikiran yang sehat dan dengan latihan, baik jasmani maupun rohani, sampai benar-benar selamat. Kedua, memperbanyak zikir dan mohon perlindungan kepada Allah.

Kemudian, jihad terakhir adalah melawan hawa nafsu. Rasulullah Saw. bersabda, bahwa seorang mujahid sejati adalah dia yang memerangi hawa nafsunya. Memerangi hawa nafsu termasuk jihad yang sebenarnya. Karena, musuh yang diperangi tersembunyi dalam diri manusia di mana ia selalu mendorong manusia melakukan kesenangan yang membinasakan. Tiada manfaat sedikitpun dari dorong nafsu ini.

Sebagai penutup, jihad tidak berorientasi pada tindakan yang negatif. Aksi terorisme bukanlah jihad, meski diyakini oleh pelakunya sebagai jihad. Karena, terorisme menghadirkan kemudaratan yang sangat besar. Bagaimana mungkin kemudaratan itu disebut dengan jihad? Sungguh sempit sekali pikiran siapapun yang memahami jihad sebatas perang dan senjata.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru