31.8 C
Jakarta
Array

5700 KM Menuju Surga (Bagian XXXI)

Artikel Trending

5700 KM Menuju Surga (Bagian XXXI)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

KETIKA SEMUANYA DIMULAI

***

YA ALLAH AKU MENCINTAIMU

Dengan sepatu kets, kaos lengan panjang dibalut jaket parasut, celana parasut, dan tongkat kayu, Senad memulai perjalanan panjangnya malam itu. Di punggungya terdapat tas gunung dengan berat dua puluh kilo gram yang berisi baju, celana, al-Qur’an, peta, air mineral, cokelat dan berbagai perlengkapan laiknya seorang back packer yang sedang melakukan perjalanan adventure. Tak lupa ia pun memakai topi bergambar bendera Bosnia dan sebuah bendera Bosnia berukuran kecil yang ia ikat ditasnya. Sementara bendera-bendera negara yang akan dilewatinya ia simpan rapih disela-sela bajunya. Walau pun hari sudah gelap tapi Senad membiarkan bendera Bosnia itu berkibar-kibar diterpa angin.

Sementara Aqueena, anak-anak, dan keluarga serta karib kerabatnya yang ikut melepaskan Senad malam itu seperti sedang bermimpi. Sampai Senad pergi jauh meninggalkan mereka, mereka seakan melihat kejadian itu hanyalah mimpi di siang bolong. Sungguh mereka tidak percaya apa yang dilakukan oleh Senad, laki-laki paruh baya yang berhati lembut itu. Namun air mata yang menetes di pipi mereka, menyadarkan mereka semua bahwa ini bukanlah mimpi tapi sebuah kenyataan. Dalam kesedihan yang membalut hati, mereka begitu kagum dengan kekuatan iman yang ada di dalam hati Senad sambil berdoa semoga mereka dikaruniai oleh Allah keimanan yang serupa.

 Aqueena dan keluarganya mungkin tidak mengetahui bahwa sesudah Senad jauh meninggalkan Banovici mata Senad masih merah akibat tangisan kesedihan karena perpisahan bersama isteri, anak, keluarga, dan teman-temannya. Dalam perjalanan, sesekali ia menyeka sisa air mata yang masih membasahi pipi. Air mata yang mewakili kesedihannya meninggalkan kampung halaman dan orang-orang yang ia sayangi. Wajah mereka satu persatu bergelayutan di pelupuk mata, seakan memanggil-manggil Senad agar secepatnya kembali lagi ke Banovici. Berkumpul lagi di rumah untuk bercanda atau bersenda gurau bersama.

Jalanan Banovici masih ramai, kendaraan masih melintas lalu lalang menuju tujuan masing-masing, menemani Senad memulai hari perjalanannya malam itu. Dalam keheningan ia berguman di dalam hati, “Ya Allah, aku lebih mencintaimu dibandingkan isteri dan anak-anakku. Atau apa pun di dunia ini. Aku datang untuk menjiarahi rumah-Mu ya Allah,” ucapnya lirih walau dengan hati bak disayat-sayat kesedihan.

 Senad terus berjalan di sepanjang malam itu. Ia menyusuri jalan menuju Memci. Udara malam yang basah dan dingin membuat tubuh kurus Senad serasa berada di ruangan es yang membeku. Bibirnya sudah mulai membiru, menahan rasa dingin yang tiada terperi.  Ia berhenti sesaat untuk membereskan sarung tangan dan syal yang melilit lehernya. Tiupan angin malam membuat syalnya berubah dari posisinya. Sesudah semuanya selesai ia kemudian meneruskan perjalanan sambil sesekali matanya menatap rembulan yang bersinar begitu sempurna malam itu.

Di bawah pendaran sinar rembulan, tanpa Senad sadari seekor anjing liar berwarna hitam pekat tengah bersiap-siap menyerangnya, Senad terus melangkah, dan ketika Senad makin dekat tiba-tiba anjing itu menyalak keras. Seekor anjing liar yang ganas tepat berada di hadapan Senad dan siap menerkamnya. Senad begitu kaget, namun dia masih bisa tenang dan membawa diri. Ia menatap anjing itu tajam. Sorot mata dan dengusan keras anjing itu mengesankan keliarannya. Tanpa berpikir panjang Senad berdoa kepada Allah SWT agar menjauhkan anjing itu darinya dan untuk kemudian membaca surat al-Ikhlas. Subhanallah, tiba-tiba saja anjing itu pergi menjauhi Senad seketika.

Senad bersyukur kepada Allah, karena anjing liar yang hampir saja menerkamnya pergi meninggalkannya. Ia menghela nafas lega untuk kemudian terus berjalan menyusuri jalan Banovici yang sudah mulai senyap malam itu. Tak dihiraukannya udara dingin yang menggigil dan sepinya jalanan. Ia terus berjalan sambil mulutnya tiada henti-hentinya berzikir kepada Allah. Walau kakinya sudah mulai terasa capek namun ia tetap saja meneruskan perjalanan. Semangatnya untuk menunaikan ibadah haji ke baitullah membuatnya tidak merasakan apa pun selain kebahagiaan yang meluap-luap di dalam hati.

Berhari-hari; siang dan malam, Senad melangkahkan kakinya meninggalkan Banovici, setiap hari dia berjalan rata-rata 70 KM dan istirahat 4-5 jam di taman, masjid, hutan, gurun atau di rumah-rumah warga yang berhati lembut. Sesudah melakukan perjalanan panjang malam itu Senad mamasuki  sebuah hutan yang cukup lebat. Dengan hanya sedikit penerangan dari lampu center yang dibawanya, Senad berusaha menembus kegelapan hutan. Tak dihiraukannya berbagai kemungkinan membahayakan yang bisa saja terjadi di hutan, entahkah serangan binatang buas atau ular berbisa.

Senad memasuki hutan tanpa seorang pun yang tahu. Andai terjadi sesuatu di dalam hutan itu, Senad berpikir hanya Allah yang mengetahuinya. Ia terus berjalan menyibak belantara hutan yang sepi. Dia berjalan di antara pohon-pohon besar, menyelinap di antara ranting-ranting atau harus berhenti terlebih dahulu untuk mencari jalan karena rimbunnya ranting dan dahan-dahan pohon.

Di tengah-tengah hutan ketika Senad tengah asyik berjalan, dua ekor anjing sambil menyalak tengah bersiap-siap menyerangnya. Melihat kondisi yang membahayakan itu, Senad langsung mengangkat tangannya, berdoa kepada Allah dan membaca surah al-Ikhlas. Anjing-anjing itu tiba-tiba berhenti seketika dan tidak jadi menyerang Senad. Senad pun kembali melanjutkan perjalanan menembus hutan  itu. ***

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru