32.9 C
Jakarta
Array

5700 KM Menuju Surga (Bagian XXVI)

Artikel Trending

5700 KM Menuju Surga (Bagian XXVI)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

KA’BAH MEMBUATKU SELALU RINDU KEPADA ALLAH DAN  RASULNYA

***

Senad menatap foto Ka’bah sambil tangannya mengelus-elus gambar itu. Entah berapa kali dalam sehari ia tertegun dan melamun di depan gambar besar yang dipajang di ruangan tamunya. Hatinya merasakan sebuah kebahagiaan yang tiada bisa ia ungkapkan dengan kata-kata setiap matanya lekat memandang foto itu. Ia selalu rindu. Rindu dengan Allah, rindu dengan rasulullah, dan rindu dengan tempat yang sangat dicintai oleh Allah dan rasul di sepanjang hidupnya.

Betapa Ka’bah membuat rindu semua umat Islam di dunia ini terlepas apakah dia orang kaya, orang miskin, orang baik, bahkan muslim pendosa sekali pun semua merasakan kerinduan untuk menjadi tamu Allah dan berjiarah ke rumah suciNya. Kerinduan untuk melaksanakan ibadah haji sudah bertahun-tahun hadir dalam hati Senad dan menyelimuti hatinya setiap hari baik siang mau pun ketika malam menjelang. Baginya haji adalah impian terindah yang ingin ia raih dalam hidupnya sebelum ia berpulang ke alam baka.

Matanya menatap setiap sudut Ka’bah sambil berusaha melukiskan keindahan baitullah itu ke dalam hatinya. Ia seakan berusaha mematrikan setiap lekuk dan tekstur bangunan itu agar menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan hatinya. Ia ingin bayang-bayang keindahan Ka’bah senantiasa menghiasi mata dan juga terlukis di dalam hati. Betapa kuat rasa cinta yang dimilikinya pada rumah Allah ini, sebuah rasa cinta yang muncul karena kecintaanya kepada Allah, rasulullah, nabi Ibrahim, Ismail, dan nabi-nabi Allah yang telah memuliakan rumah suci ini.

Ia bergeser ke sebelah kanan foto Ka’bah dan memandangi foto itu dengan penuh sensasi cinta di hatinya. Matanya tetap lekat memandang Baitullah dan lautan manusia yang memenuhinya. Ia melihat manusia-manusia itu seperti butiran-butiran debu putih yang memutari sebuah poros di hadapan kekuasaan Sang Pencipta. Seumpama hari akhir telah terjadi dan lautan manusia dengan memakai pakaian putih-putih menyadari betapa besar kekuasaan Allah SWT.

Ia seperti merasakan kecintaan yang dirasakan Hazrat Rabiah Basri, seorang perempuan salehah yang senantiasa membasahi bibirnya dengan lantunan-lantunan doa agar dia menjadi salah seorang hamba yang diberikan kemuliaan menjadi tamu Allah. Hazrat Rabiah Basri[1] menangis setiap ia mengungkapkan keinginannya untuk menjadi tamu Allah dalam setiap doanya sambil mengatakan, “Duhai baitullah, aku mencintaimu karena Allah dan rasulNya dan aku ingin datang kepadamu juga karenaNya.” Sebuah kalimat yang sering diucapkan oleh Senad ketika matanya sembap sambil memandang lukisan Ka’bah atau tayangan pemberitaan mengenai ibadah haji yang disiarkan oleh televisi lokal.

Sesaat ia melangkah mendekati Hajar Aswad, sebuah batu hitam yang merupakan yaqut dari yaqut-yaqut surga. Batu yang kelak di hari kiamat akan dibangkitkan oleh Allah dengan mempunyai dua mata dan mulut. Dia akan berbicara dan menjadi saksi siapa saja yang mengusapnya dengan hak dan kebenaran.[2] Ia lama tertegun memandangi batu itu sambil mengucapkan apa yang diucapkan oleh Sayidina Umar bin Khatab,” Aku tahu bahwa engkau tidak akan memberikan bahaya atau pun manfaat, andai aku tidak melihat rasulullah menciumu, aku tidak akan menciumu.” Umar bin Khatab kemudian menangis sampai air matanya menetes tatkala ia mencium batu itu. Ia membayangkan betapa takzim rasulullah saat mencium batu itu dan sesaat kemudian ia mengatakan kepada Ali bin Abi Thalib yang melihatnya menangis, “Wahai Abu Hasan, di sinilah tempat apabila engkau berdoa kepada Allah maka Allah akan mengijabahi doamu.” Kemudian Ali pun mencium batu itu dengan penuh kekhusyukan.[3]

Senad mendekatkan mulutnya ke gambar Hajar Aswad dengan penuh takzim, ia membayangkan bagaimana nabi Allah memuliakan batu itu dan juga para sahabatnya. Ia pun mencium batu itu sambil matanya berkaca-kaca dan kemudian berdoa kepada Allah di sana.”Duhai Robbku, aku tidak akan pernah lelah, bosan, dan berputus asa untuk meminta kepada-Mu[4]. Ampunilah dosa-dosaku dan keluargaku. Dan ampunilah doa keduaorangtuaku. Muliakanlah aku untuk menjadi tamu-Mu ya Allah, di rumah-Mu yang suci ini.”

Sesudah puas berdoa di Hajar Aswad, Senad menatap Hijir Islamil, sebuah bagian di Ka’bah yang terletak antara rukun Syamin dan rukun Iraqi yang dipagari oleh tembok rendah (al-Hatim) berbentuk setengah lingkaran. Hijir Ismail adalah tapak keluarga Ibarhim. Di situlah Ismail bersama ibunya Siti Hajar dahulu tinggal. Senand ingin sekali berdoa di tempat yang disebutkan oleh rasulullah selalu ada Malaikat yang senantiasa mengatakan bagi siapa pun yang shalat dua raka’at dan berdoa di sana,”Kamu telah diampuni dosa-dosamu. Maka mulailah dengan amalan yang baru.”[5]

Sebuah tempat di mana Ismail dahulu mengeluh mengenai panasnya kota Mekkah. Kemudian Allah berfirman kepadaNya,” Sekarang aku buka hijirmu, salah satu pintu surga yang dari pintu itu keluar hawa dingin untuk kamu sampai hari kiamat.[6]

Hati dan jasad Senad seakan ingin secepatnya terbang ke Mekah dan menjadi bagian dari lautan manusia yang dengan penuh kelembutan, kerendah hatian, ketulusan, dan kebahagiaan menjiarahi rumah yang disucikan Allah, di negeri para nabi dan rasulNya. Ia tiada henti memandangi jutaan manusia yang melakukan thawaf, shalat, sai, dan doa di baitullah.

Ia ingin menjadi salah satu orang yang dipandang oleh Allah SWT di muka bumi ini, karenanya setiap malam ia berdoa agar Allah mendengarnya. Ketika Allah memandang semua penduduk bumi, ia meyakini bahwa pertama kali yang dipandang Allah adalah orang-orang yang tengah berada di dalam masjidil Haram, barang siapa ketika  Allah memandangnya sedang berthawaf, maka Allah akan mengampuni dosanya, barangsiapa ketika Allah memandangnya sedang melakukan shalat, maka Allah akan mengampuni dosanya. Bahkan barangsiapa yang ketika Allah memandangnya ia tengah berdiri menghadap kiblat Allah akan mengampuni dosanya.

Di Hijir Ismail, Senad pun mengulang-ulang doanya kepada Allah SWT seumpama ia benar-benar berada di baitullah. Ia membayangkan dirinya berhimpitan dengan lautan manusia dengan memakai pakaian-pakaian putih yang sederhana laksana kain kafan. Ia begitu menikmati setiap keindahan baitullah, begitu mengagumi kemuliaannya, dan ia ingin secepatnya menjemput ‘kematian’ dunianya dengan secarik kain putih yang mirip kain kafan itu.

Senad merasakan tidak ada arti dan makna yang paling dikagumi dalam hidup selain bagaimana mempunyai arti dan makna di hadapan Allah, robb yang begitu dicintainya. Dan dalam bayang-bayang balutan kain kafan yang putih itu pun, Senad menitikkan air mata. Merasakan betapa fana kehidupan yang dijalaninya. “Labaik Allahuma labaik, ya Allah muliakan aku dengan menjadi tamu di rumah yang Engkau sucikan.” Rintihnya dalam isak doanya.  ***

Ikuti penulis di:

Wattpad:birulaut_78

Instagram: mujahidin_nur

[1] Hazrat Rabiah Basri atau Rabiah al Adawiyah al Qaysiya adalah ahli ibadah dan pujangga muslim kenamaan dari Basra, Irak. Dia terlahir antara ahun 95/99 H.

[2] HR. Tirmidzi dishahihkan oleh Nasai’. Sedangkan dalam hadis Ibnu Abas dikatakan bahwa Hajar Aswad adalah batu dari surga.

[3] Ihya Ulumudin, al Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozali. Jilid I, Fadhilah al Bait wa Makkah al Musyarofah.

[4] Sebagagaimana doa yang dipanjatkan oleh nabi Zakaria ketika ia meminta diberikan keturunan oleh Allah SWT. Lihat Qs. Maryam :  4-6.

[5] HR Abu Hurairah

[6] Firihabiil Baitil Haram

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru