29.9 C
Jakarta
Array

5700 KM Menuju Surga (Bagian I)

Artikel Trending

5700 KM Menuju Surga (Bagian I)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

MIMOZA : PERAYAAN MEKARNYA BUNGA DI BANOVICI – BOSNIA

Sore itu, Jum’at, di awal musim dingin di bulan Desember, langit Banovici Bosnia – Herzegovina, nampak begitu sempurna. Bola matahari yang mulai bergerak menuju peraduan menyemburkan cahaya-cahaya dengan frekwensi rendah berwarna jingga, kuning, dan kemerah-merahan diselimuti dengan awan berwarna-warni; biru, kehitaman, dan putih kapas sehingga membuat keindahan sore di langit Banovici begitu terasa.

Di bawah kaki langit, disertai dengan suara desau angin musim dingin yang menggigil butiran-butiran salju berjatuhan dan menyentuh dedaunan, ranting-ranting pohon, dan atap-atap rumah penduduk yang berada di sebuah kota kecil bernama Banovici yang terletak di bawah gunung Konjuh, di sebelah timur laut, Bosnia.

Tanpa mengenal waktu, di sepanjang musim dingin, salju-salju itu bak berlomba untuk menyelimuti bumi dan segala sesuatu yang disentuhnya sehingga membuat Banovici seakan memutih sepanjang arah mata memandang. Walau kebekuan sudah menyelimuti, namun jutaan butir salju itu tiada pernah berhenti berjatuhan dan mempertebal bongkahan-bongkahan salju dan tumpukan-tumpukan es yang sudah puluhan hari menjuntai di atap-atap rumah warga.

Musim dingin selalu membuat kota berpenduduk 30.918 jiwa itu laksana membeku. Bunga-bunga indah seperti Golden lili yang berwarna kekuningan, Wicipaba yang hijau menyejukan dengan putik berwarna putih indah, juga bunga Lgudicia dengan kecantikan warna ungu dan kuning seakan raib ditelan salju. Entah apa yang terjadi pada mereka ketika hamparan bumi tempat mereka biasa menebarkan keindahan diselimuti salju.  Apakah mereka bersedih hati dengan datangnya musim dingin ini ataukah sebaliknya, justru mereka di sana riang gembira? Entahlah hanya Allah yang tahu. Yang jelas, anak-anak kecil di Banovici dan Bosnia pada umumnya selalu merindukan perayaan Mimoza ketika musim dingin tiba. Entah kapan tradisi merayakan Mimoza ini dimulai namun perayaan itu turun temurun dilaksanakan setiap musim dingin tiba, termasuk ketika musim dingin menyelimuti Banovici pada bulan Desember 2009 beberapa tahun kemarin.

Perayaan Mimoza adalah perayaan mekarnya bunga di musim dingin ketika semua bunga-bunga indah dan cantik di Banovici terdiam diselimuti butiran-butiran putih salju. Hanya bunga Mimoza yang tetap segar, penuh tenaga, dan menebarkan keindahannya. Ia menyumbul di tengah gundukan-gundukan salju dan memamerkan keindahan kuntuman bunganya ketika kebekuan menguasai Banovici.

Di bawah pendaran sinar matahari sore yang mulai melemah, anak-anak kecil Banovici hari itu masih riang gembira bermain di tengah gumpalan-gumpalan salju. Mereka mengukir salju menyerupai benda-benda atau binatang-binatang yang mereka suka, sebagian saling melempar butiran-butiran putih nan dingin itu, dan sebagian yang lain berkejar-kejaran sambil sesekali gelak tawa mereka terdengar memecah suasana. Indah sekali suasana sore itu walau pun mereka harus membalut tubuh-tubuh mungil mereka dengan mantel, jaket, sarung tangan, atau sweater tebal dan membungkus tangan dan kepala mereka untuk mengurangi rasa dingin yang menusuk tulang belulang. Semua itu tak sedikit pun mengurangi rasa bahagia yang mereka rasakan.

Tepat beberapa meter dari tempat anak-anak bermain. Seorang laki-laki berwajah tirus berumur sekira 45 tahunan tengah asyik memandangi anak-anak kecil yang larut dalam gelak canda dan tawa. Laki-laki itu tiba-tiba tersenyum. Pikirannya terbang jauh berpuluh-puluh tahun yang lalu membayangkan dirinya bersama kakak-kakaknya; Nena Zubedji, Dajdzi Haji Hasan, dan adiknya Enisa tengah asyik bermain ketika perayaan Mimoza tiba.

Rambut pirang laki-laki itu tergerai-gerai tertiup angin dingin sore itu. Sesekali ia membetulkan letak kacamatanya yang turun. Mata birunya masih menatap lekat-lekat anak-anak yang tiada kenal lelah bermain di bawah guyuran butiran-butiran salju.

Iya tersenyum sambil membayangkan wajah kedua orangtuanya Mevla dan Avda yang seakan tengah melihat dirinya bermain seperti yang dilakukan anak-anak kecil di depan matanya saat ini. Tiba-tiba ia merasa rindu. Begitu rindu kepada kedua orangtuanya melebihi kerinduan yang pernah ia rasakan sebelumnya. Buliran-buliran bening menetes dari pipinya. Perlahan-lahan ia menyeka air mata itu dan berusaha mengalihkan pikirannya ke hal-hal lain. Namun, kenangan Mimoza bersama kedua orangtuanya sewaktu kecil begitu indah untuk ia lupakan begitu saja.

Lelaki lembut bernama Senad Hadjic itu pun sekali lagi harus menyeka air matanya yang kembali meleleh membasahi pipi.” Tuhan sungguh aku begitu merindukan mereka!” Gumannya lirih di dalam hati. Wajah kedua orangtuanya terus saja bermain di pelupuk matanya dan membuat dia makin merindukan kenangan-kenangan indah sewaktu kecil dulu. Mimoza di Bonivicia, sebuah penggalan waktu yang begitu indah dia rasakan dalam hidupnya ketika ia bersama kakak-kakak dan adikya berlarian kesana-kemari di tengah musim dingin yang selalu setia menyelimuti Banovici setiap bulan Desember tiba.

Senad bangun dari tempat duduknya dan meninggalkan anak-anak yang sedang bermain riang. Ia bergegas memasuki rumah dan membuka-buka album keluarga yang ia simpan rapih di laci kamarnya. Ia membuka-buka album itu dan berhenti ketika matanya menemukan sesuatu. Foto yang ia cari-cari. Foto keduaorangtuanya.

Senad menatap wajah bundanya Mevla sambil membelai-belai lembut muka sang bunda. “Ibu, Senad kangen sekali sama ibu? Engkau begitu cepat meninggalkanku, Ibu? Masih banyak perhatian dan kasih sayang yang ingin kurasakan darimu, Bu.” Gumannya lirih, sejurus kemudian tanganya mengelus-elus foto laki-laki yang berdiri dengan tangan mengapit bundanya. Kedua orangtua yang begitu Senad cintai itu meninggalkan Senad pada tahun 1983, ketika Senad masih berumur 20 tahunan. “Ayah?” Panggilnya lirih. “Senad begitu rindu padamu, Ayah. Senad rindu nasehat-nasehatmu. Senad rindu candaan dan kasih sayangmu.”

Beberapa saat lamanya Senad mematung sambil memandangi foto kedua orangtuanya. Tangannya tiada henti mengelus-elus muka keduaorangtuanya itu, seakan-akan keduaorangtuanya merasakan apa yang sedang Senad lakukan. Mata Senad mulai menghangat kembali dan buliran-buliran bening terasa mulai menuruni pipinya. Senad larut dalam kesedihan dan kerinduan pada keduaorangtuanya sampai tiba-tiba suara lembut seorang perempuan mengagetkannya dan menyadarkannya dari lamunan,

“Abi! Kenapa abi menangis?” Aqueena isterinya memandang wajah suaminya dengan tatapan penuh kasih sayang. Ia menyeka air mata suaminya perlahan-lahan. Ketika melihat foto-foto keduaorangttuanya barulah Aqueena mengarti apa yang menyebabkan suaminya menangis. Ia paham betul bagaimana kalau Senad sedang merindukan keduaorangtuanya.

“Sudah mau maghrib abi, mari kita shalat?” ujar Aqueena sambil memeluk tubuh suaminya yang masih berdiri mematung. Senad pun mencium kening isterinya untuk kemudian kedua hamba Allah ini pun langsung mengambil air wudhu dan khusyuk dalam ibadah shalat maghrib di rumah sederhana namun penuh ukiran pahala dan cinta itu.

Ikuti penulis di:

Wattpad:Mujahidin Nur

Instagram: mujahidin_nur

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru