29.5 C
Jakarta

3 Tingkatan Manusia Dalam Beribadah

Artikel Trending

Asas-asas IslamTasawuf3 Tingkatan Manusia Dalam Beribadah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Manusia adalah mahluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah, secara fisikli manusia adalah yang terbaik, akan tetapi diwaktu bersamaan apabila manusia banyak melakukan maksiat, maka secara ruhani akan jatuh kedalam serendah-rendahnya tempat. Dari sini bahwa bisa diketahui bahwa terkait dengan aspek ketaatan entah itu ibadah ataupun yang lainnya, manusia itu memiliki tingkatan. Dan berikut 3 tingkatan manusia dalam beribadah.

Manusia bisa dipandang dari berbagai aspeknya, manusia bisa bertindak sebagai subjek maupun sebagai objek sekaligus. Dalam terma sains, manusia yang meneliti manusia akan disebut subjek, sedang manusia yang diteliti menjadi objek. Dari sini muncullah berbagai ilmu seperti psikologi, sosiologi dan antropologi dll.

Dalam kajian tasawuf, muncul suatu istilah Insan Kamil (manusia sempurna) dan kajian filsafat muncul istilah Uber Man (manusia Unggul), tentunya hal ini menggambarkan bahwa manusia itu dalam setiap aspeknya memiliki tingkatan. Tentunya dalam menilai manusia itu sempurna dan manusia itu unggul memiliki kriteriannya sendiri. Tentunya dalam beribadah manusia juga memiliki tingkatan yang dinilai dari kriteria-kriteria agama.

Dalam menilai 3 tingkatan manusia dalam beribadah, kriteria atau aspek yang digunakan untuk menilai tingkatan tersebut adalah keikhlasan. Hal ini tentunya didasarkan pada sebuah hadist Nabi Muhammad

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.

Artinya: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang diniatkannya.” [HR Bukhari & Muslim].

Imam Nawawi dalam menjelaskan hadis ini, mengatakan bahwa ada tingkatan manusia dalam beribadah ditinjau dari aspek keikhlasannya dalam beribdah.

BACA JUGA  Tiga Tanda Puasa Ramadhan Membawa Kemenangan Setelah Lebaran

3 Tingkatan Manusia Dalam Beribadah

3 tingkatan manusia dalam beribadah yang pertama beribadah karena takut akan siksa Allah Swt.  Imam Nawawi menamakan tingkatan ini dengan ’ibādatul-’abīd, ibadah para budak. Kenapa? Karena yang seperti ini—sebagaimana mental seorang budak—mematuhi perintah hanya karena takut disiksa oleh Tu(h)annya.

Kedua, beribadah karena mengharapkan surga dan pahala dari Allah Swt. Tingkatan ini oleh Imam Nawawi disebut sebagai ’ibādatut-tujjār, ibadah para pedagang. Sebab, seperti halnya pedagang yang selalu mencari keuntungan, orang-orang yang berada pada tingkatan ini juga hanya memikirkan keuntungan dalam ibadahnya.

Ketiga, beribadah karena malu kepada Allah Swt. dan demi memenuhi keharusannya sebagai hamba Allah yang bersyukur disertai rasa khawatir sebab amal ibadahnya belum tentu diterima di sisi-Nya. Imam Nawawi mengatakan, tingkatan ini adalah ’ibādatul-akhyār, ibadah orang-orang pilihan.

Tentunya dari tingkatan manusia dalam beribadah ini tingkatan ketigalah yang paling baik, namun demikian, walaupun setelah dinilai ternyata diri kita masih berada dalam tingkatan pertama maka teruslah beribadah, karena hanya dengan ibadah yang istiqomah kita akan mencapai tingkatan yang ketiga.

Demikianlah 3 tingkatan manusia dalam beribadah yang ditinjau dari aspek keikhlasanya. tentunya manusia juga memiliki tingkatan-tingkatan lainnya yang didasarkan pada aspek-aspek yang lain. Dan dari semua aspek yang bisa digunakan untuk menilai tingkatan manusia, maka aspek ketakwaanlah yang menjadi kriteria utama dalam menilai tingkatan manusia.

Manusia yang memiliki tingkatan ketakwaan tertinggi sudah otomatis menjadi manusia unggul disisi Allah. Bukankah menjadi manusia unggul dihadapan Allah adalah harapan setiap manusia?.

 

 

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru