Harakatuna.com, Jakarta — Pemerintah mesti tegas dalam merawat kebinekaan. Pasalnya, keberagaman dan kekayaan identitas di Indonesia makin hari kian mendapati tantangan.
“Setidaknya, ada lima problem keberagamaan di Indonesia pasca-Orde Baru (Orba). Yakni, penguatan identitas, intoleransi, radikalisme, konservatisme, dan diskriminasi,” kata Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong, dalam diskusi publik ‘Islam Merawat Kebinekaan’ di Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu malam, 19 Agustus 2017.
Penguatan identitas, menurut Usman, ditunjukkan melalui banyaknya organisasi keagamaan dan kedaerahan yang sebelumya tidak berani tampil. Satu sisi, hal ini menunjukkan kehidupan demokrasi yang makin baik. Namun ketika tidak diolah dengan benar, fenomena tersebut rawan melahirkan benturan antaridentitas.
Meskipun sah dalam alam demokrasi, Usman menyebut, penguatan identitas bisa berujung pada menjangkitnya sikap intoleransi. Secara gamblang, perilaku ini diartikan ketika satu identitas tidak menoleransi kelompok yang lainnya.
“Kemudian, lahirlah radikalisme. Ketika intoleransi itu diwujudkan dalam satu tindakan kekerasan,” kata Usman.
Penulis buku Jurnalisme Keberagaman itu juga mengatakan, era Reformasi ditandai dengan menguatnya gejala konservatisme. Lagi-lagi, jika tidak dipahami dengan bijak, peluang ini malah bisa menjelma sebagai pemicu yang dimanfaatkan oleh sekelompok pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mencederai kebinekaan Indonesia.
“Lahirnya banyak fatwa satu institusi keagamaan, misalnya, tidak boleh dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi melakukan kekerasan. Konservatisme inilah yang kemudian melahirkan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas,” kata dia.
Oleh karena itu, Usman berpendapat penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), misalnya, sebagai langkah yang patut didukung. Sebab, anugerah kebebasan yang sudah diberikan tidak boleh membatasi kemerdekaan yang lainnya.
“Itu langkah tegas pemerintah untuk merawat kebinekaan,” kata Usman.
Perppu Ormas digunakan pemerintah, salah satunya untuk membubarkan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi ini, diindikasi memiliki cita-cita mengganti ideologi Pancasila dengan khilafah.
Pengamat politik Timur Tengah Muhammad Sofi Mubarok mengatakan, cita-cita HTI itu memang keliru. Sebab, kemajemukan Indonesia bisa terusik jika memaksakan khilafah sebagai ideologi negara.
“Kurang Islam apa Indonesia? Meski secara formal bukan negara Islam, tapi, Indonesia adalah satu-satunya negara kesatuan yang menyediakan sebuah kementerian khusus untuk memfasilitasi ibadah umat muslim. Pancasila, sudah pas. Tidak ada lagi alasan mengganti ideologi negara,” ucap Sofi dalam diskusi yang sama.
Sumber: Metrotvnews.com