Harakatuna.com, Jakarta — Pengurus Pusat Ikatan Alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon (Ikhwan KHAS) menyesalkan aksi pembakaran atribut umbul-umbul merah putih di Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Terlebih, hal itu dilakukan oleh oknum yang identik dengan kelembagaan pendidikan Islam tradisional di Indonesia.
“Kami sangat mengecam. Karena keumuman pesantren di Indonesia justru menjadi tempat untuk menggembleng santri agar mencintai agama dan Tanah Air. Kami dididik untuk hidup berdampingan dengan beragam identitas yang berbeda-beda,” kata Ketua Ikhwan KHAS Agung Firmansyah dalam diskusi publik ‘Islam Merawat Kebinekaan’ di Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu malam, 19 Agustus 2017.
Aksi tersebut, kata Agung, bertolak belakang dengan ikhtiar yang dilakukan pesantren untuk menyebarkan Islam rahmatan lil-alamin. Pesantren tidak pernah mengajarkan untuk merusak, apalagi terhadap simbol negara.
“Kiai kami, Kiai Said Aqil Siroj (Ketua Umum PBNU) dan Kiai Musthofa Aqil Siroj selalu mewanti-wanti dengan jargon hub al wathan min al iman, mencintai negara sebagian dari iman. Sebagaimana yang diamanati oleh Mbah Wahab Chasbullah di masa lampau,” kata Agung.
Pengamat politik Timur Tengah Muhammad Sofi Mubarok mengatakan, sangat tidak lazim jika agama dijadikan alasan untuk melunturkan rasa cinta terhadap Tanah Air.
“Hal inilah yang melahirkan konflik di sebagian besar wilayah Timur Tengah. Indonesia, mestinya berbeda. Penyebaran Islam yang dalam sejarahnya lebih menggunakan pendekatan budaya mestinya dipahami sebagai pesan para pendahulu untuk mencintai negara,” kata Sofi.
Sementara Direktur Pemberitaan Media Usman Kansong menduga, ujaran untuk melunturkan kecintaan terhadap Tanah Air sekarang ini kian meningkat seiring dengan makin canggihnya teknologi komunikasi. Ketegasan pemerintah dianggap sebagai jalan paling strategis demi menghambat ancaman tersebut.
“Selain doktrin melawan negara. Dalam satu aplikasi komunikasi itu ada tiga kecenderungan yang ditemukan. Pertama, tradisi takfiri (mengafirkan orang lain), kedua, rekrutmen demi memperbesar gerakan. Dan ketiga, penggalangan dana. Maka, amat pas jika kemarin pemerintah memblokir Telegram demi membendung hal-hal yang dinilai akan merugikan,” kata Usman.
Sebelumnya, ratusan warga Desa Sukajaya mendatangi Pesantren Ibnu Masud lantaran emosi mendengar salah satu penghuni pesantren diduga membakar umbul-umbul merah putih milik warga.
Wahyudin Sumardi, Kepala Desa Sukajaya, mengatakan pembakaran diketahui pertama kali oleh warga yang tengah berkumpul di pangkalan ojek dekat pesantren. Pembakaran dilakukan pada Rabu 16 Agustus 2017 sekira pukul 20.30 WIB.
Sumardi mendapat informasi bahwa pelaku lari dan masuk ke area pesantren seusai membakar umbul-umbul. Akibat kejadian itu, warga pun ramai-ramai mendatangi pesantren tersebut malam itu juga.
Sumber: Metrotvnews.com