25.4 C
Jakarta
Array

Tiga Amalan Yang Berpahala Haji

Artikel Trending

Tiga Amalan Yang Berpahala Haji
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Maklum kiranya jika setiap insan Muslim memiliki impian untuk berhaji. Sebab rukun Islam kelima ini mempunyai pahala yang begitu besar sekaligus menjadi pelengkap kewajiban Islam seorang Muslim. Namun tidak semua Muslim mampu melaksanakannya, baik karena sisi finansial, kesehatan maupun kesempatan. Ada yang berkecukupan namun fisik tak mengizinkan. Ada yang kekurangan padahal memiliki kesehatan badan. Ada juga yang kaya sehat namun disibukkan dengan segala urusan. Alhasil naik haji merupakan misteri bagi Muslim. Tidak ada yang tahu kapan dirinya mampu.

Ada beberapa amalan yang pahalanya disamakan dengan pahala haji. Meski sebenarnya pahala haji tidak bisa digantikan. Akan tetapi perlu dicatat bahwa amalan-amalan ini tidak bisa menggugurkan kewajiban haji. Sebab kewajiban haji merupakan suatu hal sedangkan pahala haji merupakan hal yang lain. Setidaknya ada tiga amalan yang sepadan dengan pahala haji.

Pertama, Shalat Isyraq. Pelaksanaan shalat ini memiliki beberapa syarat –yang sebagian dituturkan oleh al-Syinqithi dalam Syarh Zâd al-Mustanqiʻ– antara lain:

a. didahului shalat subuh secara berjamaah.

b. dilakukan di Masjid.

c. tidak keluar masjid hingga terbit matahari.

d. setelah subuh hingga terbit matahari diisi dengan zikir atau majlis ilmu. Shalat Isyraq ini dilakukan sebanyak dua rakaat.

Dalam kitab Kanz al-ʻUmmâl fî Sunan al-Aqwâl wa al-Afʻâl karya Ali bin Husam al-Din al-Muttaqi al-Hindi diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra.

مَنْ صَلَّى الفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

Siapapun yang shalat Subuh berjamaah kemudian duduk berzikir hingga matahari terbit. Lalu shalat dua rakaat maka ia akan mendapatkan pahala seperti haji dan umrah secara sempurna, sempurna, sempurna.

Baca:  Haji dan Nasionalisme

Memang dalam riwayat tersebut tidak disebutkan secara jelas redaksi Isyraq. Dalam beberapa riwayat lain menyebutkannya semisal dalam al-ʻUrf al-Syadzy karya al-Kasymiri. Meskipun di kalangan ulama sebenarnya ditemukan perselisihan pendapat mengenai maksud dari shalat Isyraq. Mayoritas mengatakan bahwa yang dimaksud shalat Isyraq adalah shalat Dhuha. Namun al-Ghazali dalam master piece-nya IhyâʻUlûm al-Dîn menegaskan bahwa shalat Isyraq berbeda dengan shalat Dhuha, sebab Isyraq dilangsungkan ketika matahari terbit sesaat setelah hilang waktu dilarangnya shalat.

Kedua, membantu kepentingan (hajat) sesama. Ini didasarkan pada riwayat yang termuta dalam Jâmiʻ al-Ahâdîts yang bersumber dari Abdullah bin Umar dan Abu Hurairah ra.

مَنْ مَشَى فِي حَاجَةِ أَخِيْهِ أَظَلَّهُ اللهُ بِخَمْسَةِ وَسَبْعِيْنَ أَلْفِ مَلَكٍ حَتَّى يَفْرُغَ فَإِذَا فَرَغَ كَتَبَ اللهُ لَهُ أَجْرَ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ

Ketiga, shalat malam pada sepuluh malam Zulhijah. Al-Daruquthni meriwayatkan dari Ja’far al-Shadiq yang sanadnya bersambung hingga kakeknya al-Husain dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi saw pernah bersabda:

Ketika masuk sepuluh malam pertama bulan Zulhijah, bersungguh-sungguhlah dalam ketaatan. Allah swt memberikan keutamaan sepuluh malam tersebut dan juga memberikan kemuliaan siangnya sebagaimana malamnya. Siapapun yang melaksanakan shalat satu malam saja dari sepuluh malam tersebut, pada sepertiga terakhir malam sebanyak empat rakaat. Yang setiap rakaatnya membaca surah al-Fatihah, surah al-Falaq, surah al-Nas masing-masing sekali, dan surah al-Ikhlas diulang tiga kali, serta ayat Kursi. Seusai salam mengangkat kedua tangan membaca doa berikut:

سُبْحَانَ ذِي العِزَّةِ وَالجَبَرُوْتِ سُبْحَانِ ذِيْ القُدْرَةِ وَالمَلَكُوْتِ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ العِبَادِ وَالبِلَاِد وَالحَمْدُ لِلِه حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا عَلَى كُلِّ حَالٍ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا رَبَّنَا جَلَّ جَلَالُهُ وَقُدْرَتُهُ بِكُلِّ مَكَانٍ

Kemudian membaca doa sesuai hajatnya masing-masing.

Maka orang yang melakukannya satu malam saja mendapatkan pahala orang yang haji ke Baitullah dan berziarah ke makam Rasulillah saw serta berjihad di jalan-Nya. Ia minta apapun pasti akan diberi oleh Allah swt.

Jika shalat di atas dilakukan setiap malam hingga malam sepuluh Zulhijah, maka Allah swt akan menempatkannya di surga firdaus, seluruh kesalahannya dihapus. Apalagi jika ditambah puasa hari Arafah dan sebelumnya melaksanakan shalat serta doa tersebut pada malam Arafah, dengan penuh khusyuk dan tadharruk, maka Allah swt akan berkata kepada para malaikat. “Wahai malaikatku saksikanlah aku telah mengampuninya dan aku gabungkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang berhaji di rumah-Ku”. Malaikat akan mengabarkan berita gembira tersebut kepada hamba yang melaksanakan shalat dan doa di atas.  

Alhasil, amalan di atas merupakan sebuah ‘hiburan’ bagi siapapun Muslim yang tidak bisa menjalankan ibadah haji. Hal ini merupakan kemurahan Allah swt bagi hamba-hambanya. Orang yang belum berhaji belum tentu ia tidak mulia di mata Allah swt. Bisa jadi orang yang belum haji lebih baik dari yang naik haji berkali-kali. Wallahu Aʻlam []

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru