26.2 C
Jakarta
Array

Perlukah Negara Islam?

Artikel Trending

Perlukah Negara Islam?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

PADA Agustus 2010 saya memperoleh kiriman buku Ajhizah Ad Daulah Al Khilafah dari seorang aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Itulah buku pegangan resmi ormas yang mendakwahkan pendirian khilafah sebagai negara Islam di dunia internasional. Termasuk di Indonesia yang dimotori HTI.

Buku yang diterjemahkan dengan judul Struktur Negara Khilafah tersebut dikirimkan kepada saya sebagai respons mereka atas terbitnya buku karya saya yang berjudul Perlukah Negara Islam. Sebuah buku yang saya tulis ketika tinggal di Mesir antara 2010–2011. Isinya, di antaranya, membahas seberapa pentingkah mendirikan negara Islam, termasuk kekhilafahan sebagaimana didakwahkan Hizbut Tahrir itu.

Saya memang termasuk di antara umat Islam yang tidak sependapat dengan pendirian negara Islam, dalam bentuk apa pun, termasuk khilafah. Alasannya sangat sederhana: karena Rasulullah SAW sebagai teladan umat Islam tidak pernah mencontohkan ”negara agama”. Yang beliau dirikan adalah ”negara bangsa”.

Pancasila dan Negara Bangsa

Negara bangsa adalah negara yang mengayomi rakyat yang penuh kebinekaan. Mulai ras, suku, budaya, adat istiadat, hingga agamanya. Mereka dipersatukan dalam sebuah kesepakatan untuk hidup dalam sebuah tatanan yang saling melindungi dan tolong-menolong untuk mencapai kesejahteraan bersama. Perbedaan SARA tidak menjadi masalah yang menghalangi rakyat untuk membentuk bangsa yang utuh.

Itu berbeda dengan apa yang dijalankan di negara Vatikan misalnya. Vatikan adalah contoh ”negara agama” yang sempurna. Kepala negaranya adalah seorang paus –imam agama– sekaligus kepala pemerintahan. Dan rakyatnya harus beragama Kristen Katolik Roma. Tidak boleh ada rakyat yang beragama lain. Meskipun itu Kristen Protestan.

Negara Madinah yang didirikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai pemimpin tertinggi agama Islam bukanlah negara agama. Rakyatnya terdiri atas umat Islam, Nasrani, Yahudi, dan siapa saja yang ingin bersatu dalam kesepakatan pendirian negara bangsa itu. Semuanya diikat dalam sebuah perjanjian yang dikenal sebagai Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah tahun 622 M.

Piagam yang memuat 47 pasal tersebut berhasil mempersatukan berbagai kalangan muslim-nonmuslim dalam sebuah ikatan kebangsaan yang disebut sebagai umat (ummat). Salah satu kesepakatan yang fenomenal sebagai bukti berdirinya negara bangsa terlihat dari redaksi pasal 25, yang mengakui eksistensi kaum Yahudi beserta sekutunya sebagai bagian dari umat yang satu dengan kaum mukminin. Meskipun mereka beragama lain dengan segala tradisi yang berbeda.

Pasal 25 Piagam Madinah berbunyi: Kaum Yahudi dari Bani Awf adalah satu umat dengan (kaum) mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslimin agama mereka. (Kebebasan ini berlaku) juga bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.

Khilafah dan Negara Agama

Jadi, sesungguhnya Islam tidak pernah mengenal negara agama. Bahkan, setelah wafatnya Rasulullah SAW, para khalifah penggantinya tidak mendirikan negara agama. Mereka tetap mempertahankan negara bangsa meskipun menerapkan syariat Islam bagi pengikutnya. Tapi juga menerapkan syariat agama lain kepada setiap pengikutnya. Kecuali mereka mengganggu kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, maka mereka akan diadili menurut peraturan kenegaraan dan pemerintahan yang telah disepakati.

Pendirian khilafah Islamiah yang didakwahkan Hizbut Tahrir merupakan gerakan transnasional yang berpotensi memunculkan tabrakan di skala praktis dengan sistem negara yang sudah ada. Termasuk di Indonesia yang berdasar Pancasila. Sebab, menurut buku panduan resminya, Ajhizah Ad Daulah Al Khilafah, sistem khilafah yang diusung itu memang memiliki konsep yang berbeda dengan negara Indonesia dalam banyak hal.

Dalam buku tersebut dibahas berbagai hal mendasar, mulai syarat dan sistem pengangkatan khalifah, pembaiatan, kewenangan, keamanan dan pertahanan, perindustrian dan hubungan internasional, mahkamah peradilan, bendera dan panji negara, sampai slogan atau nasyid daulah khilafah. Sebuah konsep utuh yang memang berbeda dengan yang telah dianut negara Indonesia yang telah berusia lebih dari 70 tahun ini.

Melalui buku “Perlukah Negara Islam?” saya mengamini konsep negara yang telah diteladankan Rasulullah Muhammad SAW. Yakni sebuah negara bangsa di mana rakyatnya telah bersepakat untuk bersatu dalam perbedaan –Bhinneka Tunggal Ika– dan berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sebagaimana termaktub di dalam Pancasila. []

*Penulis buku “Perlukah Negara Islam?”

Sumber: Jawa Pos 11 Mei 2017

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru