32.9 C
Jakarta
Array

Pancasila dan Impian Negara Utopis Khilafah

Artikel Trending

Pancasila dan Impian Negara Utopis Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pancasila dan Impian Negara Utopis Khilafah

Oleh: Ahmad Fathoni Fauzan*

Sistem khilafah menuai reaksi penolakan keras di berbagai negara, tidak terkeceuali di Indonesia. Belum lama ini, pemerintah mengeluarkan keputusan pembubaran ormas yang anti pancasila. Keputusan ini merupakan langkah tepat yang dilakukan pemerintah dalam menolak ideologi khilafah yang getol dilancarkan oleh Hizbut Tahrir Indoensia (HTI), serta kelompok jaringan Islam radikal lainnya. Namun, di satu sisi, keputusan pemerintah ini tidak memberikan dampak yang cukup signifikan.

Hari ini, masih terlihat dengan jelas, eks-kader HTI serta jaringan kelompok Islam radikal lainnya secara terang-terangan tampil semakin liar dan menyusup hingga di jagat virtual. Mereka getol menebarkan benih-benih radikalisme melalui media sosial sebagai lahan baru yang subur memproduksi kader-kader simpatisan. Strategi-strategi dakwahnya pun cukup ampuh memikat hati publik. Menyampaikan narasi-narasi dogmatis hingga romantika-romantika sejarah kekhalifahan masa lalu.

Bila kita membuka kembali lembaran sejarah masa awal pembentukan NKRI, gagasan ideologi khilafah sebenarnya telah tuntas. Bermula saat perdebatan antara M. Natsir yang mewakili kubu Islam dengan Soekarno yang mewakili kubu nasionalis. Hasil dari perdebatan tersebut menghasilkan sebuah keputusan mutlak, yakni kubu Islam menerima Pancasila sebagai ideologi dasar Republik Indonesia. Pancasila merupakan sebuah pedoman kenegaraan yang menjunjung tinggi prinsip amar makruf nahi munkar dan hiratsah al-din wa siyasah al-dunya.

Baca: Satu Tekad Menangkal Paham Radikal

Tentu masih lekat dalam benak bangsa Indonesia, perihal peristiwa sejarah Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 oleh panitia sembilan pimpinan Soekarno. Isi dari piagam ini kelak menjadi cikal bakal Pancasila. Selanjutnya, sidang kedua tanggal 14-16 Juli 1945, BPUPKI menghapus isi butir pertama Piagam Jakarta: “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Penghapusan kalimat itulah yang kerap diungkit-ungkit oleh para pejuang khilafah. Andai saja kalimat itu tidak dihapus, pastilah ketidakberadaban keadilan semakin mengemuka. Qishah dan rajam kerap dipertontonkan.

Khalifah sebagaimana dipahami, memimpin sebuah khilafah, yaitu sebuah sistem kepemimpinan umat, dengan menggunakan Islam sebagai ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-Quran, Hadist, Ijma dan Qiyas. Namun, disaat yang bersamaan, khilafah telah gagal menjadi suatu sistem pemerintahan yang ideal. Diakibatkan oleh ketidakmampuan memperlakukan agama dan politik sebagai dua entitas berbeda. Hal inilah yang menjadi faktor kemunduran sekaligus kegagalan Islam dalam membangun sistem politik modern saat ini.

Bagi kelompok-keolompok radikalis-ekstrimis, makna khalifah dengan sekehendak hati membias menjadi agenda politik proyek besar khilafah. Agama menjadi instrumen sekaligus legitimasi bagi sebuah ambisi politis seseorang. Sistem demokrasi pancasila yang dahulu telah menyatukan bangsa Indonesia, cenderung diklaim sebagai produk barat. Orang-orang yang pro terhadap pancasila pun dianggap sebagai kelompok thogut dan kafir.

Tidak hanya sampai disitu, kelompok-kelompok radikalis-ekstrimis juga acapkali menggaungkan penegakan khilafah merupakan jihad fi sibalillah. Khilafah dianggap solusi tunggal atas problematika kebangsaan di Indonesia. Pada saat yang bersamaan, upaya kelompok-kelompok tersebut tidak serta merta mendapat dukungan. Meski mayoritas masyarakat Indonesia muslim, gagasan khilafah ditolak karena selalu diiringi dengan tindakan-tindakannya yang mengarah pada kebencian, kekerasan, dan permusuhan, bukan persatuan dalam kebhinekaan.

“Seorang muslim itu adalah saudara muslim yang lain”. Demikian wasiat Rasulullah kepada umatnya. Merajut ikatan persaudaraan tanpa didasari kebencian sebagaimana ditegaskan Rasulullah adalah suatu nasihat penting yang patut kita teladani bersama. Berlarut-larut dalam nostalgia masa lalu, hanyalah sebuah impian utopis bagi tegaknya negara khilafah. Tidak ada pilihan lain, kecuali bergabung bersama pemerintah. Menjalani kehidupan harmonis antar sesama dibawah naungan demokrasi dan ideologi besar pancasila.

*Penulis adalah pengamat sosial-keagamaan, tinggal di Yogyakarta

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru