26.3 C
Jakarta

Keistimewaan Malam Nisfu Sya’bān

Artikel Trending

KhazanahOpiniKeistimewaan Malam Nisfu Sya’bān
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bulan Sya’ban merupakan bulan yang di dalamnya terdapat berbagai peristiwa bersejarah, yakni peristiwa berpindahnya arah kiblat dari Masjidil Aqsha Palestina menuju Ka’bah, peristiwa diturunkannya QS. al-Baqarah: 144, diturunkannya ayat yang menganjurkan untuk membaca shalawat (QS. al-Ahzab: 56), diangkatnya amal-amal manusia menuju kehadirat Allāh SWT dan berbagai peristiwa lainnya.

Menilisik dari segi linguistik, al-Imam ‘Abdurraḥmān al-Shafury dalam literatur kitab momumentalnya “Nuzhat al-Majālis wa Muntakhab al-Nafā’is” mengatakan bahwa kata Sya’bān (شَعْبَانَ) merupakan singkatan dari huruf shīn yang berarti kemuliaan (الشَّرَفُ). Huruf ‘ain yang berarti derajat dan kedudukan yang tinggi yang terhormat (العُلُوُّ). Huruf ba’ yang berarti kebaikan (البِرُّ). Huruf alif yang berarti kasih sayang (الأُلْفَة). Huruf nūn yang berarti cahaya (النُّوْرُ).

Bila ditinjau dari segi amaliyah Islamya, termaktub beberapa hal yang lazim dilaksanakan pada malam Nisfu Sya’bān, yakni membaca Surat Yāsīn sebanyak 3 x yang dilanjutkan dengan berdoa. Tradisi demikian selain sudah berkembang di nusantara ini juga menjadi amaliyah tahunan yang dilaksanakan secara rutin terutama oleh masyarakat NU. Rasulullāh Saw berstatement dalam sebuah hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Dailami, Imam ‘Asakir dan al-Baihaqy

‎خَمْسُ لَيَالٍ لَا تُرَدُّ فِيْهِنَّ الدَّعْوَةُ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَلَيْلَةُ الجُمْعَةِ وَلَيْلَتَيِ العِيْدَيْنِ

Artinya: “Ada 5 malam dimana doa tidak tertolak pada malam-malam tersebut, yaitu: malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Sya’ban, malam jumat, malam Idul Fitri dan malam Idul Adha.”

‎مَنْ أَحْيىَ لَيْلَةَ العِيْدَيْنِ وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوْتُ القُلُوْبُ.

Artinya: “Siapa saja yang menghidupkan dua malam hari raya dan malam Nisfu Sya’ban, niscaya tidaklah akan mati hatinya pada hari dimana pada hari itu semua hati menjadi mati”.

وقد جمع دعاء مأثور مناسب للحال خاص بليلة النصف من شعبان مشهور, يقرأه المسلمون تلك الليلة الميمونة فرادى وجمعا في جوامعهم وغيرها يلقنهم احدهم ذلك الدعاء او يدعو وهم يؤمنون كما هو معلوم . وكيفيته : تقرأ أولا قبل ذلك الدعاء بعد صلاة المغرب سورة يس ثلاثا .

Artinya: “Sungguh telah dikumpulkan doa ma’thūr yang terkait khusus dengan malam Nisfu Sya’ban. Doa tersebut dibaca oleh para muslimin pada malam yang diberikan anugerah secara sendiri-sendiri dan ber-ramai ramai. Seorang dari mereka mentalqin doa tersebut & jamaah mengikutinya atau ada juga salah seorang yang berdoa dan jamaahnya meng-aminkan saja sebagaimana ma’lumnya. Tata cara pertama adalah: Membaca Surat Yāsīn dibaca 3 x pasca shalat maghrib diawali dengan berdoa.

BACA JUGA  Antara Muhammadiyah dan NU: Belajar Memahami “Wajah” yang Lain

Berdasarkan informasi tersebut tentu bisa mengindikasikan bahwa melaksanakan ibadah pada malam Nisfu Sya’bān merupakan suatu anjuran dari syariat Rasulullāh Saw. Oleh karena itu, siapapun yang tidak sepakat dengan amaliyah untuk menghidupkan malam Nisfu Sya’bān, tentu tidak sepatutnya memberikan kecaman yang tidak berdasar, karena sikap demikian selain dapat menganggu kerukunan antar masyarakat juga dapat mengganggu pelaksanaan ibadah bagi orang yang bersedia mengerjakanya.

Upaya menata stabilitas hati dan pikiran merupakan sikap yang sangat bijak untuk dapat diimplementasikan, bahkan berprinsip pada; “pendapatku mengandung kebenaran dan bisa berpeluang juga dalam kesalahan” merupakan suatu keniscayaan untuk memelihara persaudaraan antar sesama muslim. Disis lain penting untuk diperhatikan juga bahwa amaliah menghidupkan malam Nisfu Sya’bān merupakan persoalan furū’iyyah yang tetap membuka ruang perbedaan tapi tetap dalam semangat yang saling toleran. Pelaksanaaan amaliyah ini berfungsi untuk mempertebal keimanan hamba terhadap Tuhannya.

Oleh karena itu, tidak sepatutnya untuk diarahkan pada dimensi sakralitas hukum. Sakralitas hukum terhadap persoalan keimanan juga bisa berimplikasi pada munculnya gesekan-gesekan. Selama semua amaliyah memiliki dasar dan pijakan ilmu pengetahuan tentu tidak perlu untuk dipertentangkan. Perbedaan merupakan suatu keniscayaan (sunnatullāh), tapi menyikapi perselisihan dengan hal yang tidak bijak tentu semakin menjauhkan umat Islam dari nilai-nilai luhur ke-Islaman-nya.

Islam adalah agama yang fleksibel terkait perkara prinsip dasar (ușūliyyah) bergerak secara eksklusif, sedangkan terkait perkara cabang (furū’iyyah) bergerak secara inklusif. Urusan-urusan yang termasuk unity of diversity (al-ijtimā’ fi al-ikhtilāf) merupakan bentuk keluasan dari ajaran Islam itu sendiri. Wallahu a’lam

*Penulis adalah Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta & Staf Komisi Dakwah MUI Pusat

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru