26.7 C
Jakarta
Array

Menghadirkan Wajah Islam Humanis

Artikel Trending

Menghadirkan Wajah Islam Humanis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menghadirkan Wajah Islam Humanis

Oleh: Ahmad Fathoni Fauzan*

Islam adalah agama kedamaian yang mengajarkan kasih sayang dan cinta sesama. Ia diturunkan sebagai rahmat yang memberikan keteduhan dan kedamaian ke segenap penjuru alam. Namun, watak rahmatan lil alamin yang terkandung di dalam ajaranya, semakin hari semakin temaram. Lambat laun wajah Islam seperti memancarkan api kebencian dan permusuhan. Tampil sebagai sosok yang berwujudkan kegarangan.

Sebagai sebuah entitas, agama Islam terkesan memiliki dua wajah yang sama-sama hadir. Pada satu sisi wajahnya menghadirkan kedamaian, keselamatan dan keramahan. Pada sisi yang lain juga hadir wajahnya yang ganas, galak, bahkan penuh peperangan sehingga sangat mengerikan bagi orang beragama itu sendiri. Sisi yang paling jelas dari wajah kengerian agama saat ini adalah munculnya ideologi-ideologi radikalisme dan aksi terorisme.

Pertanyaan yang patut kita kemukakan kepada publik, bagaimana sebuah pertunjukan kekerasan itu berbentuk? Berdasarkan sebuah kajian yang cukup mendalam menyatakan bahwa pertunjukan kekerasan muncul dalam bentuk yang sistematik. Kekerasan berlatar belakang agama dirancang dengan sebuah strategi yang andal sehingga menjadikannya sebuah pertunjukan yang sangat dramatik.

Apa yang terjadi dengan agama pada akhirnya saling berhadap-hadapan antara ajaran kebaikan dengan kerusakan (peperangan). Antara keinginan berdamai dengan keinginan berperang. Bahkan, belakangan keinginan berperang tampaknya lebih dominan, disebabkan pemahaman doktrin jihad yang lebih mengarah pada perang senjata dan bom bunuh diri. Bukan jihad dalam arti bersungguh-sungguh melawan segala tirani, dan kemunafikan. Dengan pemahaman jihad yang demikian, maka agama dengan kekerasan sangat sulit dipisahkan.

Tentu sebagai orang beriman, hanya ingin menghadirkan wajah agama yang sangar, galak dan peperangan rasanya menjadi tidak bijaksana. Keagamaan kita barangkali masih perlu dipertanyakan, dan kemudian diperbarui menuju keberagaman yang lebih santun, sopan dan beradab. Di sinilah sebenarnya keagamaan yang lebih mencerminkan kearifan, bukan kesombongan dan keangkuhan karena merasa “membela Tuhan”.

Apabila dilihat dari niat awal mungkin bisa dikatakan tidak ada maksud membuat kerusuhan, tetapi apa yang bisa kita lihat adalah fakta mengatakan orang-orang yang beridentitas agama tertentu ternyata menjatuhkan, bahkan mengolok-olok kelompok agama yang berbeda menganggap dirinya yang paling suci dan paling benar di mata Tuhan. Munculnya angapan-angapan demikian, salah satu penyebabnya adalah dari agama yang memberhala, bukan agama yang humanis.

Kekerasan dalam beragama terjadi karena agama dijadikan sebagai sesuatu yang magis dan serba mutlak. Agama dipandang tidak bisa diinterpretasikan, apalagi disesuaikan dengan keinginan manusia. Agama dipahami sebagai sesuatu yang serba teosentris, bukan antroposentris. Pada akhirnya, agama menjadi “berhala-berhala baru”, karena orang beragama menjadikannya sebagai “pemujaan berhala” bukan dijadikan sebagai kritik sosial.

Keagamaan yang demikian juga menempatkan manusia senantiasa bersebarangan dengan Tuhan. Manusia pada satu pihak, sementara Tuhan di pihak yang lain. Keagamaan pada akhirnya bertentangan dengan kemanusiaan sebagai bagian terpenting dari ajaran agama-agama. Agama bahkan berubah menjadi suatu yang serba ekstrim ketuhanan. Kemanusiaan diperhadapkan dengan ketuhanan yang serba mutlak dan benar. Kebenaran mutlak Tuhan menutup kemuliaan untuk menghargai dan menghormati sesama ummat manusia.

Untuk menghilangkan keagamaan yang terkesan sangat sadis, cenderung berperang, anti-kemanusiaan, agama harus dirumuskan kembali sesuai dengan ajaran Nabi dan Rasul. Hanya dengan keberanian melakukan dekonstruksi atas pemahaman agama yang konvensional itulah kedamaian akan senantiasa tercipta. Sebaliknya, selama umat Islam enggan melakukan dekontruksi atas pemahaman keagamaan yang selama ini telah diyakini mutlak, maka dimensi kekerasan dalam agama akan tetap dominan.

Oleh karena itu, merupakan suatu kewajiban bagi setiap ummat Islam adalah menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang kaffah ke segenap penjuru alam. Bukan Islam yang menyulut api kebencian dan permusuhan antar umat beragama. Kita mempunyai tanggung jawab besar tidak hanya membangun hubungan dengan Tuhan-nya, melainkan memenuhi hak-hak sesama manusia.

*Pengamat Sosial dan Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru