31.4 C
Jakarta
Array

Mengenal Masjid dengan Dua Kiblat

Artikel Trending

Mengenal Masjid dengan Dua Kiblat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bulan Rajab 2 Hijriyah. Peristiwa sejarah dan langka terjadi di masjid Bani Salamah, Madinah. Masjid ini menjadi saksi bisu perpindahan arah kiblat dari Al-Aqsa (Baitul Maqdis) di Palestina ke masjidil Haram (Ka’bah) di Mekkah. Peristiwa ini bermula saat Rasulullah menjadi imam salat Zuhur. Dua rakaat pertama, Rasulullah menghadap Baitul Maqdis, kemudian rakaat kedua menghadap ke masjidil Haram.

Masjid Bani Salamah atau yang dikenal dengan sebutan masjid Qiblatain (dua kiblat) terletak tepat di atas sebuah bukit kecil di Quba, sebelah utara Harrah Wabrah, Madinah. Karena masjid ini dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah, Masjid Qiblatain semula dikenal dengan nama masjid Bani Salamah. Masjid ini terletak sekitar 7 kilometer dari masjib Nabawi di Madinah.

Rasulullah menghadap salatnya ke Baitul Maqdis selama kurun waktu 17 bulan setelah hijrah ke Madinah. Selama itu pula, tindakan Rasulullah ini mengundang sambutan hangat dari golongan Yahudi, karena ibadah mereka juga menghadap ke Baitul Maqdis. Mereka beranggapan bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad mengikuti kiblat dan cara beribadah mereka. Berangkat dari anggapan ini, Rasulullah memohon turunnya wahyu Allah perihal perubahan arah kiblat salat.

Permohonan pemindahan arah kiblat tersebut terkabul dengan turunya wahyu dari Allah SWT, “sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” Begitu menerima wahyu ini, Rasulullah langsung berpindah arah kiblat 180 derajat.

Sejak turunnya wahyu itu, kiblat umat Islam berpindah dari Al-Aqsa ke Masjidil Haram. Petunjuk perubahan arah kiblat ini tentu membuat Rasulullah sangat gembira, karena Allah telah mengabulkan harapannya selama ini. Sebaliknya, oleh golongan Yahudi, perubahan ini merupakan ancaman serius sekaligus pukulan telak bagi mereka. Pasalnya, anggapan mereka selama ini, ternyata telah salah. Oleh karena itu, mereka sangat geram dan melontarkan isu-isu baru yang bersumber pada praduga hampa.

Tentu masih menjadi sebuah pertanyaan di kalangan umat Islam, mengapa arah kiblat yang semula di Al-Aqsa berpindah ke Masjidil Haram? Bukan tanpa alasan, perpindahan ini dimaksudkan, bahwa ibadah salat itu bukan semata-mata menghadap ke masjid al-Haram atau Al-Aqsha sebagai tujuan, melainkan menghadapkan diri kepada Allah. Masjidil Haram merupakan simbol tauhid sebagai  pemersatu umat Islam di seluruh dunia.

Selain itu, alasan mengapa masjidil Haram dipilih menjadi arah kiblat umat Islam, sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya negeri ini (Mekkah) telah dimuliakan oleh Allah pada hari penciptaan langit dan bumi. Negeri ini haram (dari segala bentuk penistaan terhadapa makhluk) karena kemuliaan Allah hingga datang hari kiamat.”

Tidak bisa kita bayangkan, andaikata umat Islam saat ini tidak mempunyai kiblat, maka bagaimana salat mereka? Imamnya menghadap ke barat, sedangkan makmumnya menghadap ke utara. Selain itu, keberadaan arah kiblat ini sesungguhnya mengisyaratkan supaya umat Islam berada dalam satu kesatuan yang solid, sehingga tidak mudah tercerai-berai dan tidak saling menyalahkan antar satu dengan yang lainnya.[Ahmad Fathoni Fauzan]

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru