25.6 C
Jakarta
Array

Khilafah Yang Tak Laku (di) Jual

Artikel Trending

Khilafah Yang Tak Laku (di) Jual
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Khilafah Yang Tak Laku (di) Jual

Dewasa ini, pembahasan tentang isu khilafah mulai marak terjadi, militansi kader pengusung khilafah di Indonesia, yaitu HTI tak malu – malu lagi menampakkan jati dirinya, sasaran yang empuk di lancarkan adalah dengan mengangkat permasalahan yang sedang di hadapi di negara ini dan nantinya dengan pongah berwacana “ Setiap masalah pasti khilafah solusinya “. Sebuah ekspektasi yang terlalu tinggi dan tak berdasar.

Membahas tentang Indonesia, memang kita harus memahami secara detail dan spesifik mengenai budaya dan alasan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak cukup mengaitkan dengan sistem pemerintahan yang pernah ada, entah itu sistem kerajaan yang berdasarkan agama ataupun demokrasi yang sekuler tanpa batas, di sinilah letak keunikan Indonesia sebagai negara, yang tidak terjebak intervensi buta ideology manapun di dunia, namun segala ideologi, budaya, ataupun pemikiran pasti akan diselaraskan dengan budaya setempat yang bertumpukan toleransi dalam keberagaman.

Kesadaran sejarah sebagai bangsa yang terjajah membuat rakyat Indonesia semakin mawas diri dalam menyikapi pembentukan Negara Indonesia yang nantinya harus bisa menyatukan seluruh rakyat dalam suatu bendera tanpa membedakan agama, suku, ras, dan golongan. Penjajakan antara negara agama dan sekularisme pastilah sudah melewati jalan dialog yang panjang dari para founding father kita, membentuk negara sekuler tentulah tidak cocok dengan iklim dan suasana rakyat Indonesia yang bersifat religious, sebaliknya mendirikan negara agama, tampaknya tidak bisa menyatukan segenap rakyat Indonesia yang dikenal sangat homogen dan beragama. Karenanya butuh ijtihad kebangsaan yang tinggi dan progresif.

Menjadi sebuah negara merdeka adalah nikmat yang tak terkira, karena rakyat sudah bebas dari belenggu kelicikan dan kekejaman para kolonial, sehingga bisa disebut jembatan emas menuju suatu peradaban yang dulu pernah tenggelam, namun membiarkan kemerdekaan kosong tanpa isi, juga hal yang lucu untuk dipertahankan, haruslah ada dasar sebagai jalan mau di bawa kemana arah kemerdekaan ini? Pembahasan yang cukup a lot dalam sidang BPUPKI untuk merumuskan dasar negara tidak kunjung selesai, mayoritas masyarakat Indonesia yang muslim tentunya berkeinginan untuk mendirikan negara yang berbasis agama, namun daerah lain yang minoritas muslim mengancam untuk mendirikan negara sendiri. Disitulah terjadi kebekuan pembahasan diantara para pendiri bangsa kita.

Dengan keyakinan cinta tanah air sebagian dari iman inilah, setidaknya membawa kerelaan untuk saling toleransi antar pemeluk agama lainnya. Karena secara logika pun bisa diterima bagaimana bisa menjalankan ibadah sedangkan tempat yang kita buat beribadah tidak aman dan penuh konflik, menjadikan Negara Islam pun juga berpotensi menimbulkan konflik jika antar pemeluk agama tidak bisa menerima kenyataan dan terjebak radikalisme sempit dan ego golongan.

Sampai disinilah muncul pertanyaan, bagaimana mungkin kita yang sudah melakukan ijtihad kebangsaan dengan cara mengawinkan agama dengan nasionalisme dimana dengan berkah Pancasila itu rakyat Sabang sampai Meruke yang berbeda suku, agama, ras ,dan golongan dapat berpayung bersatu karena mempunyai sifat satu tujuan, yaitu cinta tanah air.

Aneh sekali, tiba-tiba muncul organisasi yang ingin mendirikan Khilafah Islamiyah dengan dalih tidak ada masalah jika kekhalifahan beridiri. Mungkin mereka lupa kalau hidup di dunia; hidup di dunia kok tidak ada masalah, ngimpi kali, yeeee. Atau mungkin juga lupa di zaman sahabat pun ada konflik seperti pembunuhan Khalifah Usman, konflik sahabat Ali dengan sahabat lainnya, yang di sinilah awal muncul teologi Syiah, Kawarij, Murjiah, dll.

Benar dauh Sholahuddin Wahid, bahwa kalau kita sudah tahu bahwa kekhalifahan hanya sebuah ilusi, kita mengurusi saja keutuhan dan perdamaian umat, dan jayanya peradaban Islam, bukan karena banyaknya silang pemikiran, akan tetapi dari banyaknya silang pemikiran itu dapat bersatu dalam payung negara yang bebas dari agama dan bagi saya, pembahasan khilafah di Indonesia adalah pembahasan yang tidak begitu penting dan tidak ada nilai manfaatnya sama sekali.

Pengirim adalah Habibi Abdillah, warga NU Ranting Desa Soko.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru