28.2 C
Jakarta
Array

Haji dan Nasionalisme

Artikel Trending

Haji dan Nasionalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pelaksanaan haji yang menuntut kesiapan mental dan fisik menuntut setiap jamaah haji untuk cepat beradaptasi dengan tanah suci. Berbagai perbedaan mulai budaya, cuaca, bahasa hingga kuliner mengakibatkan rindu tanah air akan muncul. Pun lebih lagi betapa berat rasanya jauh dari orang-orang terdekat, keluarga, sanak saudara hingga kerabat. Sehingga berhaji menguras emosi dan ketahanan fisik.

Ulama muda Mesir, Usamah Sayyid al-Azhari membuat sub bab menarik pada bukunya al-Haqq al-Mubîn fi al-Radd ʻalâ man Talâʻaba bi al-Dîn yaitu cinta tanah air dalam kaca mata para pakar hukum Islam. Dengan menukil pakar usul fikih al-Qarafi dalam kitab al-Dzakhîrah-nya, Usamah al-Azhari menegaskan bahwa dibalik hikmah dan keagungan pahala haji ada sebuah pendidikan mental bagi insan Muslim saat meninggalkan tanah air. Sebab seseorang akan merasakan betapa beratnya di saat dirinya jauh dari tanah airnya.

Berangkat dari berbagai kesulitan dan rasa berat yang dihadapi, haji mempunyai pahala yang sangat besar. Di samping karena statusnya sebagai ibadah wajib, keutamaan haji sangat dinanti-nanti oleh setiap Muslim. Janji surga dan ampunan Allah swt diberikan bagi para tamu-Nya yang melaksanakan haji dengan baik.

Sanksi berpuasa tiga hari di tanah suci ditambah tujuh hari di negara sendiri –bagi orang yang melaksanakan haji secara tamattuʻ (Lihat QS al-Baqarah [2]: 196)- membuktikan adanya keterkaitan haji dengan nasionalisme. Tentu ada hikmah tersembunyi di balik ketentuan Allah swt dalam ayat tersebut.

Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar memiliki ‘porsi’ besar bagi para calon jamaah haji yang disediakan oleh pemerintah Arab Saudi. Jumlah jamaah yang begitu besar menuntut pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama juga sejumlah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) untuk membuat inovasi dengan membuat tanda tertentu seperti syal, gelang hingga seragam dalam rangka mempermudah penjagaan masing-masing jamaah haji. Sebab jutaan bahkan milyaran Muslim seluruh dunia berkumpul di satu tempat yang tidak jarang membuat jamaah tersesat jalan atau tertinggal dari rombongan. Satu warna syal menandakan satu kesatuan kelompok jamaah maupun asal bangsanya.

Haji mengajarkan betapa pentingnya nasionalisme. Ketentuan dan aturannya menuntut jamaah untuk menjaga tindakan, ucapan hingga sangkaan. Melakukan tindak kriminal, berkata kotor, bertengkar hingga saling berbantah merupakan larangan saat melaksanakan ibadah haji (Lihat QS al-Baqarah [2]: 197). Menjaga nama baik negara asal dengan tidak mengusik kekusyukan jamaah haji dari negara lain. Tentu siapapun yang terganggu pasti akan terekam kuat asal negara orang yang mengganggunya. Meskipun fakta yang ada mengatakan bahwa jamaah haji Indonesia lebih sering menjadi ‘korban’ ketimbang pelaku. Namun itu semua tidak menutup kemungkinan beberapa oknum jamaah haji Indonesia dapat mencoreng nama baik negaranya.

Sebagaimana fitrahnya, manusia pasti memiliki rasa keinginan untuk kembali ke tempat asal. Tanah air-lah tempat kembali yang dapat melepaskan rasa rindu selama pelaksanaan ibadah haji. Beratnya rindu yang dirasa terhadap keluarga selalu mengingatkan untuk menyiapkan berkilo-kilo oleh-oleh dari tanah suci. Akhirnya haji memberikan pelajaran bagaimana cara menghargai dan menjaga nama baik negara sendiri. Meski tidak semua yang haji pasti punya rasa cinta tanah air yang tinggi. [AF]

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru