33 C
Jakarta
Array

Di Markas HTI Semarang, Makmun Bungkam Aktivis Gema Pembebasan

Artikel Trending

Di Markas HTI Semarang, Makmun Bungkam Aktivis Gema Pembebasan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Di Markas HTI Semarang, Makmun Bungkam Aktvis Gema Pembebasan

Harakatuna.com. Semarang. Debat terbuka dua penulis buku tentang khilafah di Gedung Dakwah Habibah, yang notabene Markas Hizbut Tahrir Indonesia (HT), di Jl. Kintelan Baru, Semarang, Sabtu (04/03/2017) berlangsung tertib. Setidaknya sampai berita ini diturunkan, suasana debat terlihat sersan (serius tapi santai). Aab Elkarimi, penulis buku “Saatnya Mahasiswa Berkhilafah” kebagian paparan pertama. Setelah itu, baru Muhammad Makmun Rasyid, penulis buku “HTI: Gagal Paham Khilafah”.

Acara ini disiarkan langsung (live streaming) oleh santrionline. Saking banyaknya yang nonton, membuat tayangan terputus-putus. Ketika Aab menyampaikan gagasan dan pemikirannya, pemirsa kewalahan memahami, apalagi bahasan yang muncul lebih banyak soal mahasiswa.

“Kelewat muter dia. Langsung saja soal khilafah, di mana pentingnya?,” begitu komentar salah seorang pemirsa.

Yang menarik, ketika Makmun Rasyid giliran memegang mic. Dia tak segan-segan mengkritisi mahasiswa dan menukik ke persoalan khilafah. Dia mengawali dengan pentingnya penjelasan hidayah. Dan hidayah itu, bentuknya amaliah yang ilmiah atau ilmiah yang amaliyah. Termasuk dalam memahami soal khilafah.

“Artinya, ilmiah itu memiliki referensi otoritatif. Karena itu, mahasiswa jangan hanya bersandar kepada mbah google, sekali pun google bisa menawarkan solusi. Mengapa? Karena solusi yang ditawarkan google, bukan solusi kehidupan akhirat. Itu sebabnya, perlu memahami referensi asli, yang merupakan induk otoritatif. Maka, pahami pula kitab-kitab klasik,” saran Makmun.

Menurut Makmun, kalau mau bicara khilafah, harus jelas, khilafah model siapa? Abu Bakar? Umar? Atau model Utsman? Ini ukuran keberagamaan seseorang. Kaffah itu ukuran. Islam kaffah, tidak harus dengan khilafah. Sementara dalam pemahaman HTI, Islam kaffah baru terwujud dengan khilafah.

Kalau khilafah itu merujuk model nabi, lalu siapa yang bisa menirukan seluruh prilaku nabi?. “Islam kaffah itu bicara soal ukuran keberagamaan.  Moralitas beragama, kemaslahatan bersama serta keadilan dan kesejahteraan,” kata Makmun sambil menyebut nama Said Hawwa (Said bin Muhammad Daib Hawwa), di mana kitabnya sering dipakai referensi oleh orang-orang Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Makmun kemudian mengingatkan, berdiskusi atau berdebat seperti ini, harus bisa memberi dua hal. Pertama adanya hidayah, kedua saling memberi insprirasi. Dalam kondisi seperti ini, setiap mahasiswa harus terbuka untuk mau dikritik, bila perlu oto kritik, jangan hanya mau mengkritik.

Lelaki bujang yang bertahun-tahun belajar tafsir Al-Qur’an ini, dengan fasih menyuguhkan contoh kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Ia menyebut putra Nabi Adam as. antara Habil dan Qobil. Habil itu sosok yang berkaya. Bukan hanya mengejar pengetahuan, tetapi juga memperhatikan amalan.

“Begitu juga mahasiswa, kalau hanya kejar IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) tinggi, maka, tidak perlu kuliah. Tetapi, dampaknya akan menjadi egois seperti Qobil.  Maka, jadilah mahasiswa seperti Habil, jangan seperti Qobil. Modalnya satu ayat, sudah berfatwa, bahaya,” jelasnya sambil menyebut kitab Limadza Ta‘akhoro Al-Muslimun.

Makmun juga mewanti-wanti agar mahasiswa tidak meniru sifat Kan’an. Remaja yang suka memberontok, suka menghasut pemimpin negara, mengkritik pemimpin Muslim, mengkritik antarumat beragama lain, sehingga suasana tidak kondusif.

“Jadilah mahasiswa Islam yang kerjanya menambal kekurangan. Islam itu seperti batu bata yang tugasnya menutupi yang bolong. Islam tidak mengubah totalitas ajaran (agama) sebelumnya. Jangan menafikan umat lain. Yang datang belakangan ini sesungguhnya melengkapi yang kurang. Pelengkap, artinya menambal yang rusak. Jangan bongkar sangkar yang sudah ada. Kita hanya perlu renovasi. Biar tidak terlalu jauh menghabiskan energi,” jelasnya.

Ia kemudian mengibaratkan, ada bangunan yang kurang satu bata, maka, tutuplah. Jangan  dirombak habis, nanti jadi kacau balau. “Nah, kalau ada syariat belum diterapkan, HTI mestinya masuk ke parleman, bukankah hizbun itu artinya partai. HTI jangan jadi Kan’an yang cenderung pemberontak,” katanya.

Masih menurut Makmun, jadilah seperti Ismail dengan akidah yang mantap. Ismail rela disembelih karena kepatuhannya kepada Allah Swt.. Negeri ini sudah punya Pancasila, mantapkan ideologi Pancasila. Bukan untuk dipertentangkan dengan Khilafah.

“Mari kita kaji, mana yang lebih bagus untuk Indonesia. Kita semua tahu, Pancasila memang bukan agama, tetapi ini adalah ijtihadi bersama. Kalau Pancasila itu dikatakan bid’ah, bid’ah hasanah. Begitu luhur, terlalu tinggi nilainya sampai-sampai kita tidak ‘mampu’ berdiskusi untuk itu? Pancasila tidak salah, yakinlah yang salah diri kita, kita lupa yang dengan apa kita miliki, karena terlalu kagum dengan nilai-nilai dari luar,” ujarnya.

Ketika diminta menanggapi buku Aab, Makmun mengatakan, bahwa buku Aab tidak memadai, referensinya tidak memadai. Apa pun istilahnya, mau tanggapan atau apa? Yang jelas, menurut Makmun, dari sisi metodologi saja sudah bisa dilihat.

“Kalau buku saya sudah jelas, metodologinya maudhu’i-hermeneutika. Buku Aab ini tidak jelas. Padahal, kalau bicara ideologi, antara HTI dengan NU itu hampir sama. Bedanya pada tataran negara khilafah saja. Coba kalau HTI tanpa khilafah, sudah jadi orang NU. Karena setiap hari bicara khilafah, akhirnya tidak jadi NU,” demikian canda Makmun.

Kritik lain Makmun, kalau membuat buku harus ilmiah. Misalnya, ketika mengutip satu hadis, maka, sebaiknya di-syarahi atau diberikan penjelasan. Rasulullah itu ilmiah. “Ada buku dengan model tulisan seperti buku Aab, misalnya Tan Malaka. Akhirnya menjadi buku  seperti seorang bapak menasehati anaknya,” katanya disambut tawa hadirin.

Makmun tetap yakin, bahwa solusi untuk memacahkan masalah antarumat, juga solusi bernegara, rujukannya adalah Piagam Madinah. “Ini konsep resmi ala Rasulullah. Seratus persen harus diakui. Kalau tidak percaya, bahaya,” jelas Makmun menutup tanggapannya. (sov)

DUTA

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru