33.2 C
Jakarta

Daya Adaptasi-Kamuflase, dan Daya Tunggang Hizbut Tahrir

Artikel Trending

KhazanahTelaahDaya Adaptasi-Kamuflase, dan Daya Tunggang Hizbut Tahrir
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Daya Adaptasi-Kamuflase, dan Daya Tunggang Hizbut Tahrir

Dr. Ainur Rofiq al-Amin*

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa organisasi Hizbut Tahrir  mempunyai kemampuan untuk mempromosikan sekaligus mengamankan misi khilafahnya dengan berbagai strateginya.

Berikut adalah contoh singkatnya.

Ada satu hal yang masih saya ingat  ketika ikut halaqah HT pada zaman orde baru. Saat itu, anggota Hizbut Tahrir (belum ada tambahan Indonesia)   cukup waspada dalam menyelenggarakan halaqahnya.  Kewaspadaannya juga terhadap buku buku mutabannatnya (buku otoritatif HT,  kalau di NU sama dengan al-kutub al-mu’tabaroh)  agar  tidak terdeteksi penguasa. Saat itu yang menjadi perbincangan dan persepsi anggota HT Surabaya wabil khusus HT Universitas Airlangga adalah buku Muqaddimah Dustur (buku UUD khilafah ala HT). Dalam kondisi demikian,  aktifis HT memainkan strategi dengan masuk dalam kegiatan mentoring keagamaan yang diadakan di Unair, dengan sasaran mahasiswa baru.  Buku panduannya pun telah diolah oleh anggota HT.

Selain kewaspadaan terhadap penguasa, anggota HT juga pasang mata terhadap harakah lain.  Asal tahu,  saat itu terjadi rebutan pengaruh di masjid Unair (bukan rebutan negara atau khilafah,  belum apa apa kok sudah rebutan)  antar sesama aktifis muslim. Ternyata lama lama Rektorat tahu,  akhirnya saya dan Syamsudin Ramadlan Al Nawi (sama sama anggota HT) dipanggil rektorat,  selanjutnya kita sama sama diusir secara halus dari masjid Unair. Pada poin ini aktifis HT kecolongan.  Desas desus yg berkembang saat itu, ada aktifis masjid non HT yang dekat dengan rektorat, sehingga melaporkan kondisi masjid yang kurang kondusif,  wallahu a’lam.

Lain kasus,  pada tahun 1993an para anggota Hizbut Tahrir yang ada di Surabaya mempunyai pandangan bahwa demonstrasi adalah haram karena itu bagian dari hadarah Barat. Mungkin ada kata demo yang mirip dengan demokrasi yang haram mutlak menurut HTI (gak tahu lagi kalau demo masak). Namun dengan perkembangan waktu,  dan mungkin pertimbangan bahwa misi khilafah akan lebih dikenal ketika tampil di publik, maka demonstrasi dibolehkan, tapi kata yang digunakan adalah masirah.  Ya sami mawon alias sama saja dengan demonstrasi,  long march atau  unjuk rasa (asal bukan unjuk gigi yach). Sekali lagi,  HTI mampu beradaptasi. Untuk saat ini, situs HTI sudah tidak lagi alergi dengan kata demonstrasi. Anda bisa menelusuri diskusi demonstrasi atau masirah ini dalam situs resmi HTI,  contohnya:

http://googleweblight.com/?lite_url=http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/15/bolehkah-muslimah-melakukan-masirah/&ei=67ZNsM7j&lc=en-ID&s=1&m=437&host=www.google.co.id&ts=1493957443&sig=AJsQQ1AoiEYnIvLiG56lMAcIn6rOxNDYVA

Daya adaptasi-kamuflase aktifis HTI juga melebar pada hal hal yang berkaitan dengan ornamen fisik keagamaan. HTI cepat menyerap tradisi warga NU  semisal dalam penggunaan sarung,  surban, dan  kopiah hitam. Mudah ditemui dalam acara acara mereka,  para tokohnya berpenampilan tiada beda dengan para tokoh tokoh NU.  Lebih dari itu,  bahkan institusi Islam tradisional,  yakni pesantren juga mereka tiru.  Beberapa tokoh HTI mendirikan lembaga dengan nama pesantren di daerah Jawa Timur. Tentu konten ngajinya tidak sama dengan yang di pesantren NU. Entah tidak tahu lagi kalau nanti juga dimasukkan materi kitab kuning untuk kamuflase-adaptasi.

Akhirnya,  sebagai konsekuensi logis dari perilaku HTI di atas,  mereka juga menyerap jargon muslim tradisional seperti  Islam rahmatan lil alamin dan  menggunakan  gelar  kyai haji.  Akan gampang ditemui spanduk dan meme dari HTI yang bertebaran kata Islam rahmatan lil alamin.  Demikian pula banyak tokoh tokoh HTI yang digelari kyai haji.

Tidak berhenti di situ, amalan tradisi NU juga mereka tiru.  Ada info WA dari salah satu warga NU Jombang berikut ini,  “Seorang tokoh kampoeng di Megaluh mangatakan,  HTI sekarang juga melakukan ziarah ke auliya,  bershalawat, dan sudah mulai masuk jamaah yasin tahlil.”

Sebenarnya masalah ikut tahlil dll itu sudah lama.  Sekian tahun lalu aktifis HTI datang ke rumah (sayang setelah itu sampai saat ini saya tidak pernah didatangi lagi oleh mereka,  kangen sich sebetulnya,  he he), dia bilang ke saya akan keterlibatannya dalam kegiatan tahlil masyarakat.

Setali dengan cerita di atas adalah yg saya alami. Saat usai mengisi  seminar di Malang akhir April 2017 lalu, saya dijapri seseorang (yang ternyata kemudian saya tahu dia aktifis HTI). Intinya dia penasaran,  dan saya mau  dipanelkan dengan KH (dia tulis begitu)  Shidiq al Jawi. Saya jawab bahwa saya sudah lama dipanel dengan Shiddiq al-Jawi di Jogja. Selanjutnya saya tanya anda siapa,  dan apakah anda NU?   Dia mengaku sebagai murid KH. Mahmudi Syukri.  Kata dia, KH. Mahmudi Syukri adalah murid para mufti dan masyaikh Yaman sekaligus alumni Sidogiri yang tinggalnya di perbatasan Malang-Batu, ponpes Darul Muttaqin. Selanjutnya dengan pertanyaan saya tentang NU,  dia jawab bahwa dia NU sejak lahir. Demikian pula kiyai Mahmudi itu NU dan sampai sekarang masih NU secara ubudiyyah dan amalan, namun berjuang bersama HTI dalam menegakkan khilafah. Dia menambahi,  “Beliau NU tulen yang tercerahkan dengan pemikiran HTI. Dia kiyai yang mendukung dakwah.”

Fakta menarik dari korespondensi ini ternyata ber NU itu masih  dipahami hanya dalam dimensi ubudiyah dan amalan tanpa diikuti cara pandang terhadap NKRI dan Pancasila. Apa mereka mau menafikan peran ulama NU terkait dengan perjuangan menegakkan dan membela NKRI dan Pancasila?

Keahlian aktifis Hizbut Tahrir berlanjut dengan banyak mencomot  ulama NU untuk memperkuat argumen khilafahnya, atau untuk mendekatkan jarak dengan warga NU sehingga mudah diajak masuk HTI.  Tidak tanggung tanggung,  KH. Hasyim Asyari dan KH.  Wahab Chasbullah dicomot.

Untuk KH.  Hasyim Asyari bisa dibaca komentar singkat berikut ini.

“Dua santri,  satu tujuan. Inilah persamaan dan perbedaan Syekh Taqiyudin An Nabhani (pendiri HT) dan Syekh Hasyim Asy’ari (pendiri NU). Persamaannya, pertama,  keduanya murid Syekh Yusuf An Nabhani (kakek dari Syekh Taqiyudin An Nabhani). Kedua,  keduanya hidup pada masa penjajahan kapitalis. Ketiga,  keduanya berjuang menegakkan Syariat Islam.

Perbedaannya, pertama,  Syekh Hasyim Asy’ ari menempuh jalan Jihad untuk mengusir penjajah, dengan Resolusi Jihad beliau yang fenomenal tersebut. Kedua,  Syekh Taqiyudin An Nabhani menempuh jalan Politik tanpa kekerasan untuk mengusir  Penjajah. Qoul Ulama, “Setiap jaman itu ada tokohnya.” Kekuatan penjajah di Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan menggunakan kekuatan senjata. Kehadiran tokoh,  Syekh Hasyim Asy’ari menempuh jalur jihad. Ini adalah metode yang tepat.

Kekuatan Penjajah Kapitalis setelah  Perang Dunia II,  dengan menggunakan cara cara  politik. Kehadiran tokoh,  Syekh Taqiyudin An Nabhani menempuh Jalur dakwah politik non kekerasan adalah hal yang tepat. Inilah fakta dua ulama besar. Dilahirkan oleh ulama besar, yaitu Syekh Yusuf An Nabhani.”Inilah “Dua Singa” ulama besar. Dilahirkan oleh ulama besar. Syekh Yusuf An Nabhani. Maka sudah bukan merupakan kewajaran jika ada sayap organisasi NU yang membenci Perjuangan HTI, karena pendiri NU begitu dekat dengan pendiri HTI. Mari Kembalikan sikap santun warga NU.  https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://kabarislam24jam.blogspot.com/2017/04/ternyata-pendiri-hizbut-tahrir-dan-nu.html%3Fm%3D1&ved=0ahUKEwj3g82BwOTTAhUJKo8KHSofBbsQFghLMAw&usg=AFQjCNHyBHktaYIx9DxXxmml2g2AJuqQDg&sig2=AVpkxaHd2p5X6bTOE0ZeIg

BACA JUGA  Fanatisme: Kehancuran Akal dalam Beragama

Tulisan di atas selain ingin mendekatkan dengan NU,  juga secara halus mencari pembenaran atas cara kekerasan dan kekuatan bersenjata,  bahkan bisa menyudutkan NU karena seakan perjuangan dakwah NU adalah dengan senjata.

Tidak berhenti pada KH.  Hasyim Asyari,  HTI juga berupaya mencomot Kyai Wahab Chasbullah untuk menjajakan khilafahnya. Hal ini dapat dibaca,

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://hizbut-tahrir.or.id/2010/08/20/kh-abdul-wahab-hasbullah-inisiator-konferensi-khilafah/&ved=0ahUKEwjXt731-NTTAhWBW5QKHfdrBZMQFghHMAs&usg=AFQjCNHI28kvKS6QZnSnQiLFmuGd2OM8sg&sig2=tqgRUuTja7Quy5RBOoSRZQ

Saya meluruskan tulisan dari situs resmi HTI tersebut dalam situs di bawah ini,

  1. https://www.www.harakatuna.com/harakatuna/wahabi-cci-ccc-komite-hijaz-dan-kh-wahaby-chasbullah.html

Ternyata kesukaan anggota Hizbut Tahrir tidak hanya dalam adaptasi-kamuflase saja,  tapi mereka juga mempunyai bakat yang saya sebut dengan daya tunggang. Dalam manifestasi daya tunggang ini,  anggota Hizbut Tahrir agak norak dan tidak elegan.  Entah karena semangat yang tinggi sampai ubun ubun,  atau karena “kebelet” yang tak tertahan akan kholifah.  Fakta ini bisa kita lihat dalam pergolakan Syiria.  Para aktifis HT di Suriah dengan mengatasnamakan jihad dan mendirikan khilafah, mereka ikut bertempur bersama kelompok anti Assad (termasuk Bahrun Naim, pecinta khilafah yang awalnya masuk HTI, kemudian pergi ke Suriah).  Dalam pertempuran itu, ada aktifis HT yang meninggal.

https://googleweblight.com/?lite_url=https://hizbut-tahrir.or.id/2013/06/21/syahidnya-seorang-pejuang-khilafah-di-as-shaam/&ei=45a0XZUm&lc=en-ID&s=1&m=297&host=www.google.co.id&ts=1486897527&sig=AJsQQ1DOuAFkPMV7BpOgarvErToudjsxOQ

Mungkin ada yang tanya,  kok ada aktifis HT yang ikut perang,  katanya dakwah tanpa kekerasan. Jangankan kekerasan,  sebetulnya bagi aktifis HTI, people power saja tidak boleh (baca buku saya).  Tapi kenapa ikut berperang di Suriah?  Seribu jawaban bisa dikemukakan oleh para pemuja khilafah ini.  Bagi saya, itu tidak perlu dikaji, yang harus diwaspadai adalah keahlian menunggang HT ini seperti dalam kasus Suriah jangan sampai terjadi di Indonesia.

Kasus Suriah sudah saya cermati pada tahun 2013 lalu.  https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.nu.or.id/post/read/44669/gerakan-transnasional-di-suriah-refleksi-untuk-indonesia&ved=0ahUKEwinr56b-tTTAhVLJJQKHcV4CKUQFggeMAA&usg=AFQjCNHzj-NdAAJwsprhBoVZCaxKWOi5gw&sig2=g9zFF_D8-U_1l6Q5zVdRrw

Untuk ontran ontran Suriah ini, banyak tokoh  tokoh HT yang di Indonesia melakukan agitasi ke seluruh Indonesia. Intinya adalah rezim Assad harus diganti dengan khilafah. Asyiknya,  mereka sangat yakin Assad akan tumbang,  dan khilafah akan tegak di bumi Suriah.

https://hizbut-tahrir.or.id/2013/02/10/khilafah-akan-segera-tegak-di-suriah-meski-barat-hendak-mencegahnya/

Namun,  keyakinan bahwa Assad akan tumbang dan khilafah segera tegak, ternyata tidak terbukti (jangan bertanya keyakinan model apa ya). Ketidakberhasilan ini menjadikan HT marah marah dan dicarilah kambing hitam, bahwa telah terjadi penghianatan oleh para penguasa muslim.

  1. http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/02/hari-hari-yang-kelam-renungan-atas-pengkhianatan-revolusi-syam-yang-diberkati/
  2. https://hizbut-tahrir.or.id/2016/08/24/pengkhianatan-turki-terhadap-revolusi-syam/
  3. http://hizbut-tahrir.or.id/2015/12/24/pengkhianatan-penguasa-muslim-dari-syam-hingga-timur-jauh-atas-darah-dan-kehormatan-umat-islam/

Kembali ke Indonesia. Daya tunggang HTI terbaru  adalah saat terjadi kasus Ahok. Anggota HTI Ikut demo dan tidak lupa mengibarkan bendera.  Tidak hanya demo sambil gendong bendera hitam yang sama dengan bendera ISIS (catat ya, HT gak mau disamakan dengan ISIS lho),  Situs HTI berupaya menulis tentang pilkada DKI dengan model tulisan yang aneh. Judul tulisannya lebih seperti timses. Inilah tulisannya.

  1. https://hizbut-tahrir.or.id/2017/03/09/awas-curang-di-putaran-mendatang/
  2. https://hizbut-tahrir.or.id/2017/03/03/momen-bersalaman-ahok-dengan-raja-salman-dimanfaatkan-oleh-pendukungnya-untuk-kredibilitas-politik/

Catatan akhir,   anggota Hizbut Tahrir itu dilatih untuk militan dan pantang menyerah. Tentu ada “jampi jampi” alias doktrin untuk menjadikan mereka seperti itu. Selain kajian halaqah yang rutin terhadap kitab kitab HTI, mereka juga sering “disembur” dengan kalimat kalimat seperti,  “Perjuangan khilafah itu adalah yang terpenting dalam hidup kita,  maka sia sialah kalau anda meninggalkannya, dosa sangat besar menanti,”  atau “Kesulitan menegakkan khilafah tidak ada seujung kuku dari perjuangan Nabi yang dimusuhi,  diusir,  bahkan mau dibunuh,” atau “Dalam dakwah khilafah ini pasti ada saat turbulence,  yakni kegoncangan akibat fitnah dan ulah sekelompok musuh Islam, saat itu akan terlihat siapa yang lulus dan tulus untuk dakwah khilafah,  dan siapa yang jadi pecundang dan pengkhianat.”  Itulah contoh kalimat doktrin yang dahulu saya dengar dan saya praktekkan di lapangan, tentu kalimatnya  tidak sama persis seperti di atas. Makanya tidak heran ketika HTI dibubarkan,  aktifis HTI bilang (walau diselimuti kegalauan),  “Nyantai saja ust., Semua ada waktunya. Jangankan HTI, dunia seisinyapun suatu saat akan dibubarkan. Jauh hari sudah kita prediksi. Justeru ini adalah indikator kesuksesan dakwah. Tahapan dakwah berikutnya semakin dekat pada kemenangan Islam.”

Untuk itu,  cara menyadarkan mereka yang pertama diajak dialog untuk dibuka wawasannya. Akhirnya,  hanya para pemberani dan  orang yang terbuka wawasannya saja yang siap keluar dari Hizbut Tahrir. Bagi para penakut,  dan sempit wawasan,  apalagi ada kepentingan ekonomi yang bisa memanfaatkan  jaringan anggota HTI, dia akan cari kiat seribu jurus untuk tidak keluar dari kelompok itu. Cara dialog ini lebih cocok bagi pengikut level menengah ke bawah.  Untuk level tinggi ya tidak usah diajak dialog (bukan  takut kalah lho,  tapi kompleksitas “masalah” sudah tertanam dalam diri para petinggi),  suruh saja dia merefleksi dan merenung sendiri,  seperti Haris Abu Ulya itu yang akhirnya dengan merenung dia keluar dari HTI.

Selanjutnya,  kalau anggota HT diajak dialog tidak bisa, maka jalan lain bisa dilakukan. Apa itu? Negara yang bertindak.

Tambahan, suatu saat saya ditanya oleh aktifis HTI, kenapa saya tidak suka sekali alias benci sama HTI?  Bisa jadi tulisan saya ini  juga akan dikomentari demikian.  Mungkin bagi aktifis HTI, mengkritik itu sama dengan benci. Kalau logika itu diikuti,  maka tulisan aktifis HTI tentang Islam nusantara di situs resmi HTI ini sama dengan bentuk kebenciannya kepada NU, berikut ringkasannya.

Konsep Islam Nusantara sering dinisbatkan kepada Walisongo. Namun, itu hanya kedok untuk menutupi wajah sekularnya. Tampak dari luar indah, padahal faktanya memasukkan  nilai-nilai Barat seperti moderat, inklusif dan  pluralis yang  dihiasi dengan kata damai dan toleran. Ini sangat kental dengan aroma liberal. Itu  racun peradaban Barat yang sengaja disuntikan pada umat Islam. Semangat “Islam Indonesia” juga lahir dari sentimen nasionalisme yang jelas berbahaya.  Rasulullah saw. menyebut sentimen nasionalisme itu sebagai barang yang busuk.  Wacana “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara” secara politik dimaksudkan untuk  menolak negara (Khilafah).

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://hizbut-tahrir.or.id/2015/07/01/hanya-satu-islam/

Kenapa HTI berani mengkritik tajam dan pedas Islam nusantara?  Kembali ke daya tunggang,  saat itu FPI dan Persis juga mengkritik. Jadi ada tunggangan  yang bisa dimanfaatkan untuk menyerang Islam nusantara.

  1. FPI mengkritik Islam nusantara

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://m.eramuslim.com/berita/analisa/habib-rizieq-inilah-kesesatan-islam-nusantara.htm&ved=0ahUKEwiiufLewN3TAhUHKZQKHYZvBHoQFghYMA4&usg=AFQjCNGRA2b2SkFxVx0eOqs3Zr-eblBBdg&sig2=EBthXZLq9JPlcYk_JPndDQ

  1. Persis juga sama

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.panjimas.com/tag/ketum-persis-konsep-islam-nusantara-bisa-merusak-agama-islam/&ved=0ahUKEwiCh7T-wd3TAhUDoJQKHXcQAVkQFghpMBI&usg=AFQjCNFG4Egm3osLSQd7pHF0iVBkOYhVgQ&sig2=OO9Zp4iei9Sg512cbedNCw

Mungkin ada yang tanya, kenapa HTI tidak  mengkritik Islam berkemajuan?  Silakan tanya langsung ya!

Penutup, wahai saudaraku anggota HTI yang saya cintai dan saya rindukan,  kembalilah kepada jalan para ulama  yang ikut memelihara dan menjaga NKRI serta Pancasila.  Mari kita isi Indonesia ini dengan ikut terlibat dalam sistem yang berlaku,  bukan malah mengkufurkannya. Ingatlah,  kalau menginginkan sistem pemerintahan global yang akan menundukan Barat,  tunggu saja Imam Mahdi. Untuk saat ini ikut saja kepada Imam Syafii atau imam imam pemuka mazhab yang lain, asal jangan Imam Samudra.

Akhirul kalam,  salam cinta dan rindu, muuuacccchhh!!!Di Balik Tulisan Wah, Ada Sekelumit Perjuangan DidalamnyaMengeja Humanisme Pancasila dalam Kacamata Teologi Gus Dur

*Penulis adalah dosen UIN Surabaya

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru